Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jalan Sirotol Mustaqim Gunung Rakutak yang Bikin Galau

Meski malam itu dingin, keringat saya terus mengalir deras. Nafas yang sudah tersengal-sengal semakin menderita dengan kepulan debu jalur gunung.
Wisata Gunung Rakutak/Kredit:The Young Glove Adventure
Wisata Gunung Rakutak/Kredit:The Young Glove Adventure

Bisnis.com, BANDUNG--Meski penulis orang asli Bandung, nama Gunung Rakutak di ketinggian 1.922 DMPL, memang terasa asing sama sekali. Bahkan mendengarnya pun terkadang ingin tertawa. Entah kenapa? Kata Rakutak di telinga penulis memang sungguh lucu.

Hingga pada suatu waktu, sekelompok rekan dari The Young Glove melakukan trip ke gunung yang berada di Kecamatan Pacet Kab. Bandung itu. Dan seperti biasa, trip kali ini pun agak mendadak. Total peserta yang ikut trip berjumlah sembilan orang.

Jarak tempuh Bandung ke Posko Gunung Rakutak sebetulnya tidak terlalu lama. Hanya kepadatan lalu lintas menuju kawasan tersebut yang membuat perjalanan menjadi lebih lama. Jika Anda beruntung, lama perjalanan misalnya dari Terminal Leuwipanjang, hanya akan memakan waktu 2 jam.

Akan tetapi, jika terjadi kepadatan lalu lintas atau apalagi jika Sungai Citarum meluap di musim hujan, jangan berharap bisa sampai tujuan dengan cepat.

Untuk menghindari hantaman sinar matahari, kami memutuskan mendaki malam hari. Kebetulan pada awal September 2015, hujan belum turun. Medan yang kering akan mampu meringankan perjalanan, meskipun harus berjibaku menghalau kepulan debu dan medan daki yang sangat menantang.

Kami berangkat pada Sabtu malam, 5 September 2015, selepas Salat Isya tentunya dengan stok logistik yang mumpuni. Menggunakan motor dan mobil kami tiba sekitar pukul 21.00 Setelah melakukan prosesi pendaftaran sekaligus ramah tamah dengan penanggung jawab di posko, kami pun mulai mendaki sekitar pukul 22.00.

Awal pendakian, kami menyusuri jalan setapak di tengah perkampungan warga. Kemudian menapaki sawah dan perkebunan sebelum masuk area semak belukar dan kawasan hutan.

Gerbang masuk kawasan hutan ini ditandai dengan adanya posko berupa bangunan warung untuk biasa dipakai untuk istirahat. Saat perjalanan malam hari, di pos ini mata Anda akan dimanjakan oleh view Bandung yang gemerlap bagai permata bertaburan.

Bagi penulis, yang masuk usia 42 tahun, perjalanan ini memang terasa memberatkan. Rute daki dari posko ke Puncak Rakutak –yang memiliki tiga puncak, diperkirakan hanya sekitar 5 atau 6 km saja. Akan tetapi, rute daki yang mirip ‘Jalan Nagreg’ ini membuat tubuh kedodoran.

Meski malam itu dingin, keringat saya terus mengalir deras. Nafas yang sudah tersengal-sengal semakin menderita dengan kepulan debu. “Sepertinya tidak kuat lagi. Harus istirahat,” bisik penulis dalam hati ketika beberapa saat baru memulai perjalanan.

Akan tetapi, kawan-kawan saya yang rata-rata jauh lebih muda dari saya terus memberikan semangat. Yang bikin saya bête, wajah mereka sepertinya tidak terlihat letih sama sekali. Dengan senyum yang dibuat-buat, penulis pun terus melanjutkan perjalanan.

Pernah seorang kawan berkata, awal pendakian Rakutak yang akan menyedot stamina akan dimulai dari Tegal Alun –sebuah tanah lapang untuk berkemah.

Dan benar saja. Jalur daki dari Tegal Alun menuju puncak ini benar-benar memaksa tubuh untuk mengeluarkan tenaga penuh dan fokus yang tinggi. Beberapa kali, penulis sempat sempoyongan dan terpeleset pada jalur sempit dan nanjak luar biasa ini.

Beberapa kali pula bagian betis dan paha tertusuk ranting tanaman yang memang kurang jelas terlihat saat mendaki malam hari.

Pada perjalanan malam hari memang sebaiknya menggunakan headlamp yang terang benderang. Jangan memakai senter biasa, dengan daya pancar cahaya yang pas-pas-an. Pasti akan membuat Anda menderita, terutama jika Anda berkaca mata.

Sampailah kami di puncak 1 sekitar pukul 1 dini hari. Tiba di sana, kami semua termenung kebingungan. Tak ada lapak buat tenda, penuh oleh pendaki yang datang lebih dulu.

Sekejap, mata penulis melihat jalur jalan lepas dari pos 1 ini. Jalur sempit dengan jurang di bagian kiri kananya, atau yang biasa disebut Sirotol Mustaqim.

Kebetulan waktu itu, bulan tidak terlalu terang sehingga sisi jurang tidak begitu jelas. Dengan mengucapkan Bismillah, penulis terus berjalan mengikuti rombongan menuju puncak 2 yang ditandai dengan bendera yang berkibar.

Meskipun demikian, jantung ini benar-benar berdegup kencang. Apalagi, jalur yang sempit tersebut terhalang oleh batu besar yang harus kita lalui dengan susah payah. Sungguh menegangkan.

Syukur, kami sampai di puncak 2. “Banyak sekali orang di sini,” kata penulis. Dan kami pun kembali kebingungan karena tidak kebagian lapak tenda.

Kebetulan, pengelola pendakian Gunung Rakutak memiliki manajeman yang cukup baik. Setiap pos, selalu ada penjaga, bahkan hingga mendekati puncak.

Dan kami pun, mendapatkan informasi bahwa masih ada lapak cukup luas di area dekat puncak utama Gunung Rakutak.

Sekitar pukul 2 dini hari kami pun mendapatkan tempat. Kami segera mendirikan tenda, makan dan minum, lantas  beristirahat sekitar pukul 3 lebih. Lama perjalanan kami malam itu sekitar 4 jam

Masa istirahat sepertinya tak berlangsung lama. Suara burung berkicau terdengar jelas menerpa telinga. Badan yang mulai sadar ini pun mulai menggigil disentuh udara dingin Gunung Rakutak.

Semua kawan pun bangun. Sebagian langsung menuju area dekat puncak sejati Gunung Rakutak untuk sekadar berfoto. Sebagian lagi meneruskan tidur yang tertunda.

Pukul 9 pagi, kami pun turun gunung. Dan ternyata, cuaca jernih pagi hari ini sungguh menyebalkan.

Jalur sempit Sirotol Mustaqim itu kelihatan meliuk jelas dengan jurang yang dalam di sisi kiri dan kanan jalur. Jalur ini sekilas mirip Tembok Besar China yang terlihat di Internet atau seperti punggungan Dinosaurus.

Waktu istirahat yang sangat pendek membuat badan penulis kurang fit. Usai prosesi makan pagi untuk menambah energy, kami pun turun, dengan badan lelah dan mata sedikit memerah.

Dan benar saja. Tubuh terasa gontai saat menapaki jalur ini. Secara perlahan dan ekstra hati-hati, saya menempuh jalur yang ekstrem ini. Di kanan-kiri jalur, jurang menganga. Untuk menepis dampak psikologis, saya jauhkan sudut mata dari area jurang, fokus pada jalur tanah Sirotol Mustaqim.

Syukur Alhamdulillah, kami semua mampu melewatinya dengan selamat.

Akan tetapi, saat kami hampir menyelesaikan perjalanan, sebuah insiden mengejutkan terjadi saat dua kawan kami tersesat saat menuruni gunung, tepatnya lepas dari Tegal Alun. Tadinya mereka akan turun lebih dulu karena harus tiba lebih dulu di Bandung karena sebuah keperluan.

Rupanya takdir berkata lain, kedua kawan kami terlambat menuruni gunung. Bersyukur mereka tidak tersesat lebih jauh. Bertolak dari kejadian ini, kami semakin meyakini bahwa kebersamaan tim harus tetap terjaga hingga ke rute terakhir.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper