Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dilema Geliat Industri Di Lumbung Pangan

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, yang diwarnai melesatnya investasi dalam 5 tahun terakhir, membawa dilema antara mempertahankan status sebagai lumbung padi nasional, atau menjadi daerah industri?
ilustrasi
ilustrasi

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, yang diwarnai melesatnya investasi dalam 5 tahun terakhir, membawa dilema antara mempertahankan status sebagai lumbung padi nasional, atau menjadi daerah industri?

Berdasarkan data, realisasi investasi di Jabar mencapai Rp93,52 triliun pada 2013 melampaui ekspektasi Pemprov Jabar yang menargetkan Rp76,72 triliun. Penyumbang investasi terbesar berasal dari sektor industri manufaktur dan pengolahan.

Di sisi lain, geliat sektor industri tersebut menimbulkan persoalan serius terkait posisi Jabar sebagai lumbung padi nasional. Tengok saja di Kabupaten Karawang yang menjadi primadona bagi investor, telah berdiri seluas 20.000 ha daerah industri. Di sisi lain, jumlah area sawah menyusut 15.000 ha dalam 5 tahun terakhir menjadi 97.529 ha.

Dalam catatan Pemkab Karawang, hingga akhir 2013 tercatat sebanyak 9.963 perusahaan yang beroperasi di kabupaten tersebut, terdiri dari 495 PMA, 226 PMDN, 217 non fasilitas, serta 9.025 industri kecil. Dari sisi peringkat investasi, Karawang masih terbesar dengan realisasi Rp41,073 triliun atau 43,92% dari total investasi di Jabar.

Kondisi ini tak hanya terjadi di Karawang. Industri juga tumbuh cepat di beberapa daerah di jabar, seperti Purwakarta dan Subang, Kabupaten Bandung, Majalengka, Cirebon, serta Cianjur, Sukabumi yang banyak menggerus area sawah.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengaku sulit menghentikan alih fungsi lahan pertanian, karena Jabar menjadi daerah bidikan investor, bahkan telah menjadi provinsi dengan kawasan industri terbesar nasional.

Dia tak menampik kondisi tersebut berpotensi mengancam ketahanan pangan, sebagai konsekuensi dari pertumbuhan industri. Meski demikian, pihaknya tetap mengacu pada rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) untuk memilah kawasan industri dan pertanian.

Gubernur justru meminta ketegasan dari pemerintah pusat tentang posisi Jawa Barat yang menjadi lumbung padi nasional, sekaligus menjadi daerah pertumbuhan industri. “Sulit jika harus keduanya. Konsekuensinya, setiap ada investasi baru, pasti akan memanfaatkan lahan,” katanya saat berdialog dengan redaksi Bisnis Indonesia perwakilan Bandung, baru-baru ini.

Menurutnya, masalah ketahanan pangan harus dibahas komprehensif secara nasional. Indonesia dengan luas lahan pertanian hanya 8,1 juta ha dinilai akan sulit mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduk yang mencapai 250 juta jiwa. 

Oleh karena itu, dibutuhkan penambahan lahan pertanian atau ekstensifikasi sekitar 5 juta ha untuk mengejar swasembada, khususnya beras. “Kalau di Jabar tidak masalah, karena beras selalu surplus,” tegasnya.

Heryawan berpendapat, kunci untuk memajukan industri maupun pertanian pangan harus ditopang lebih dulu dengan kesiapan infrastruktur. Saat ini, Jabar memiliki mega proyek Bandara Internasional di Kertajati, Kab. Majalengka, proyek jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) dan jalan tol Cikampek-Palimanan sebagai penopang pertumbuhan di wilayah timur.

Adapun di wilayah barat, terdapat mega proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya untuk mengalihkan ketergantungan terhadap Tanjung Priok. “Infrastruktur merupakan prioritas yang harus dikembangkan agar ekonomi Jabar bisa tumbuh cepat dan terjadi pemerataan.“

TANTANGAN INVESTASI

Sebagai daerah primadona investasi, Heryawan menyadari bahwa Jabar masih memiliki peluang besar untuk mengembangkan sektor industri. Kuncinya adalah dengan menjaga iklim investasi, keamanan berusaha, dan kepastian hukum.

Untuk kemudahan berinvestasi, pihaknya menjanjikan pelayanan perizinan yang cepat dan mudah melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). “Untuk mewujudkan rasa aman itu sederhana, pengusaha berharap demo buruh tidak berlebihan, tidak ada pemogokan dan penutupan akses jalan.”

Gubernur memastikan iklim investasi di Jabar tetap kondusif. Ke depan, pihaknya berencana membuat klaster industri padat modal di wilayah barat, dan industri padat karya diarahkan ke timur agar pengupahan tidak menjadi beban berat, dan penyerapan tenaga kerja lebih besar.

“Selama ini investasi lebih banyak padat modal. Secara makro ekonomi tumbuh, tetapi dampak ke tenaga kerja kecil. Kami akan seimbangkan agar padat karya tumbuh juga,” tuturnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Deddy Widjaya berharap agar kepastian berinvestasi di Jabar bisa terjaga, terutama di kawasan timur yang akan dibangun kawasan industri Aerocity. "Iklim investasi tidak hanya tangung jawab Pemprov Jabar, tetapi harus didukung pemerintah kabupaten/kota."(Fajar Sidik/k29/k57)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper