[caption id="attachment_314262" align="alignright" width="300"] (JIBIPhoto)[/caption] Meskipun seorang perempuan, dia tak merasa segan untuk terjun ke lapangan dan menyapa para pekerjanya. Orang bisa memandang sebelah mata karena penampilannya yang stylist dan terlihat gaul. Namun, dia memiliki visi dan obsesi besar di bidang transportasi. Adalah Eka Sari Lorena Soerbakti, Chief Executif Officer Lorena Group, ini mampu membawa perusahaan keluarga menjadi perusahaan modern. Bagaimana kiatnya? Bisnis Indonesia berkesempatan mewarancarainya. Berikut petikannya: Bagaimana pasang surut perusahaan yang Anda pimpin? Kami memulai bisnis transportasi pada 9 September 1970. Perusahaan ini didirikan oleh ayah saya. Ayah saya dulu kan tentara. Sering ngurusi berbekalan, transportasi, membangun jembatan. Zeni tempur lah bagiannya. Mungkin karena ayah saya sering naik bus. Kira-kira waktu itu kepikiran, ‘kenapa tidak buat perusahaan transportasi’. Akhirnya terjun ke bisnis transportasi. Awalnya kami hanya memiliki dua bus untuk melayani antarkota antarprovinsi. Itu pun bus dibeli dengan harga Rp12 juta. Bus pun masih diparkir di halaman orang. Belum memiliki lahan parkir sendiri. Semula kami hanya melayani trayek Bogor-Jakarta, kami memilih depo di Bogor. Setahun nambah menjadi lima bus. Respons masyarakat bagus. Perusahaan kami buat beda. Kami buat pakai seragam, tertib, dan kami latih. Jadi, jelas berbeda dengan sopir bus biasanya. Itu yang membuat kami lebih mudah memenangkan market. Lompatan terbesar terjadi pada tahun berapa? Pada saat kami main jarak jauh. Itu pada tahun 1980-an. Saat itu belum banyak perusahaan bus yang memiliki sistem bagus. Kami memiliki jadwal yang teratur, split management, dan utilisasi kendaraan. Kami main jarak jauh pertama dengan tujuan Surabaya, sehingga kami sempat dikira bus asal Surabaya. Waktu itu beli perusahaan bus kompetitor, namanya Raseko. Kemudian diganti menjadi Karina. Kemudian pada krisis moneter perusahaan kami malah bagus. Karena kami sangat prudent [hati-hati]. Sangat prudent dalam mengkalkulasi. Kantorkantor penting itu kami tidak menyewa, beli sendiri. Jadi, apabila dalam kondisi bahaya atau kondisi krisis, kami punya sendiri, sehingga tidak menjadi beban. Kami tidak banyak utang. Lebih mengandalkan dana internal. Perusahaan apa yang berkontribusi besar terhadap pendapatan? Sekarang ini semakin merata ya, karena bisnis kami ini semua saling menunjang. Bukan saling jalan satu ke kiri dan satu ke kanan. Selain itu, kami efisien dalam semua hal, karena memiliki spare part yang sama, satu warehousing dan lainnya. Bagaimana Anda bisa menjadi top pimpinan di Lorena? Saya sempat kerja di luar negeri, di Western International. Saya berkantor di AS menjadi marketing executive. Kemudian saya kembali ke Indonesia. Saya kerja sama ayah. Disuruh ke mana-mana. Jadi, saya banyak belajar sama ayah. Saya kerja di Lorena tidak langsung memiliki jabatan tinggi. Awalnya saya juga disuruh menjadi marketing untuk buktikan ilmu yang saya dapat di AS. Itu pada 1992. Pada awalnya saya cuma digaji Rp1,2 juta. Jauh lebih kecil dari gaji saya waktu di AS yang mencapai ribuan dólar AS. Tapi, itu bagus karena saya punya empati lebih besar terhadap profesi di perusahaan. Situasi tersulit apakah yang pernah Anda hadapi? Waktu harga tiket pesawat murah. Harga tiket pesawat sangat murah, lebih murah dari tiket bus. Waktu tempuh kami jelas kalah. Karena mobilitas orang dari daerah ke daerah. Itu sangat berat bagi kami. Di situ kami melakukan rerouting [pengaturan ulang rute]. Kami buat rute yang tidak bersinggungan langsung dengan pesawat. Awalnya itu sangat memukul separuh pendapatan kami. Namun, ka rena perusahaan swasta, kami mu dah melakukan rerouting, sehingga pendapatan balik lagi. Itu selama setahun. Kami memiliki keunggulan di bandingkan dengan pesawat, kami bisa mengangkut barang banyak. Itu yang menarik kembali penumpang. Apa keputusan Anda yang paling monumental? Harus punya perusahaan pengiriman atau logistik sendiri [mendirikan ESL Express]. Selama ini kan pengiriman barang oleh Lorena bus. Kadang diterima sopir, kemudian barang hi - lang. Eh, yang dikejar kita, sehingga banyak menimbulkan masalah. Jadi keputusan untuk membuat perusahaan pengiriman barang ini sangat memora ble dan benar. Perusahaan ini didirikan 16 ta hun lalu, bahkan kini akan menghasilkan grup sendiri. Kenapa harus dipisah? Don’t put in one basket. Semua perusahaan sudah mengerti transportasi. Ini kan mereka sudah tahu value. Kenapa tidak sinergi? Kalau dua bisa saling cari duit kan lebih gampang. Ini akan memperkuat grup. Gimana cara melihat, kalau masing-masing punya cara sendiri kenapa tidak. Kalau satu grup ada kenapa-kenapa kan grup lain bisa menolong. Apalagi ESL Exspress ini franchise per tahun tambah sampai ratusan. Meski model ini kami kembangkan sejak 5 tahun lalu, sekarang sudah mencapai 500 franchise dan memiliki 787 kantor jaringan. Apa rencana korporasi dalam 1-2 tahun mendatang? Pertama, kami ingin masuk ke bisnis kargo pesawat dan pe numpang. Tapi, untuk pesawat penumpang kondisi infrastruktur kurang memadai. Terlalu padat. Akan tetapi kalau ada yang collapse satu atau dua lagi maskapai boleh juga [terjun ke bisnis pesawat penumpang]. Kedua, kami masih ingin memfokuskan pada angkutan darat. Lebih mengarah pada suplai chain, yakni menambah feeder. Karena saat ini travel time makin parah. Kami membutuhkan hub baru agar zona lebih banyak. Kami ingin buka lain untuk logistik dan ekspres. Kami juga ingin IPO [initial public offering] atau mencari strategic partner. Tapi, kami ingin perusahaan agar go public dulu agar tidak terkesan eksklusif karena perusahaan keluarga, se hingga memudahkan mencari pendanaan. Ini rencana Mei paling lambat. Kami sudah menunjuk underwriter. Siapa di balik sukses karier Anda? Keluarga saya. Meskipun sebenarnya keluarga saya liberal. Tidak mau mengarahkan ke mana. Namun, saya tahu bahwa saya mengetahui bisnis transportasi. Karena saya menggeluti lama dan saya suka. Saya ada passion kuat pada usaha transportasi. Sejak kapan suka transportasi? Ini [bidang transportasi] seperti napas saya dari kecil. Saya jalan deket bus itu biasa, dengar klakson keras sudah biasa, karena sudah terbiasa dari kecil. Passion saya itu lebih kepada banyak membantu orang. Makanya saya suka transportasi. Orang minta konsultasi dan dibayar mahal kepada saya tidak tertarik. Tapi, kalau orang minta bantu mengenai konsultasi metro mini saya suka. Apakah Anda menyiapkan calon pemimpin Lorena? Saya tidak izinkan anak masuk Lorena. Biar mereka nanti buat perusahaan sendiri. Saya mendidik anak mandiri. Anak harus diberi kebebasan untuk mengembangkan dirinya sendiri. Apakah hobi Anda? Satu jalan-jalan, kedua baca, ketiga nonton TV atau film yang berbau investigasi. Saya juga suka renang. Tokoh idola Anda? Banyak. Pertama bapak saya, Mother Theresa, dan saya ingin menjadi pengusaha seperti Warren Buffet.
EKA SARI LORENA SOERBAKTI: Perempuan dengan Obsesi Kuat di Transportasi
[caption id=attachment_314262 align=alignright width=300] (JIBIPhoto)[/caption]
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Yanto Rachmat Iskandar
Editor : Yanto Rachmat Iskandar
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
13 jam yang lalu
Taruhan Besar di Saham Adaro Minerals (ADMR)
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
4 hari yang lalu
OJK Gandeng FSS Korea Tingkatkan Pengawasan Sektor Keuangan
14 jam yang lalu