[caption id="attachment_290783" align="alignright" width="200"] (jibiphoto)[/caption] Berakit-rakit kita ke hulu, berenang-renang kita ke tepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Itulah mungkin pribahasa yang cocok disematkan untuk para enterpreneur muda yang ingin membangun usaha secara mandiri. Atau, kalau boleh mengutip kata mutiara dari Mantan Presiden RI Soekarno dalam pleidoinya di 'Indonesia Menggugat: Pidato Pembelaan Bung Karno di Muka Hakim Kolonial', dia mengucapkan 'bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian'. Makna kata mutiara tersebut menggambarkan bahwa negara Indonesia tidak boleh terus hanya menjadi pengikut, Indonesia harus bisa dan berani menjadi bangsa pelopor dan mandiri. Jika berkaca pada kondisi saat ini, semua negara maju memiliki banyak wirausahawan yang sukses. Berdasarkan hal tersebut, bisa dikatakan bahwa untuk menjadi negara yang maju seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, dan negara lainnya Indonesia juga membutuhkan generasi yang mau dan bisa berwirausaha. Semangat itulah yang digelontorkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Radjasa pada perhelatan ITB Enterpreneurship Challenge (IEC) 2013 di Sabuga Bandung, Sabtu (09/02/13). Hatta mengungkapkan, untuk menjadi wirausahawan tangguh, para generasi muda harus berani bermimpi, karena atas dasar itulah secara otomatis akan muncul niat dan keberanian dalam mencoba sesuatu yang memunculkan ide kreatif dan inovatif. "Untuk membangun enterpreneur muda, mahasiswa perlu menempa diri untuk menjadi job creator, menciptakan produk-produk unggulan yang mampu bersaing di pasar lokal dan international," katanya. Hatta mengisahkan kesuksesan yang diraihnya saat ini tidak serta merta didapat secara mudah laiknya membalikan telapak tangan. Namun, perjuangan manis pahitnya kehidupan dia cecap dengan ketegaran hati dan tekad kuat. Latar belakang Hatta Radjasa berasal dari sebuah kampung pedalaman Sumatera Selatan. Dia ingat betul masa-masa kecilnya hidup di tengah keluarga sederhana. Dunia pendidikan di kampung yang dia tempati pun tak menopang hidupnya. Untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, Hatta diungsikan ke Palembang. Karena di kota itulah, orangtuanya berharap sang anak mengenyam kesuksesan. "Menginjak bangku SMP, saya berpisah jauh dari keluarga hanya untuk mencari sekolah bagus," katanya. Singkat cerita, seusai tamat sekolah menengah atas (SMA), Hatta menjajaki Kota Bandung untuk melanjutkan studinya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dengan hanya bermodalkan tekad kuat dan doa dari orang tua, Hatta pergi ke Bandung dan mengambil salah satu jurusan perminyakan. Dia ingat betul nasihat orang tua yang sampai saat ini terpaut dalam hidupnya. "Nak, jika sudah sampai di Bandung tinggalah kamu di masjid agar kamu selamat dan aman. Di Bandung, kamu bisa menjadi orang besar bahkan sebaliknya kamu bisa menjadi musuh masyarakat," ujar Hatta menirukan nasihat orangtuanya. Kesederhanaan Hatta Rajasa tidak menciutkan tekadnya untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi favorit itu. Dia mengaku kiriman orangtua untuk biaya kuliahnya pada 1970-an sebesar Rp12.500 per bulan. Setiap ditanya orangtuanya apakah biaya bulanannya cukup atau tidak, Hatta selalu menjawab cukup agar tidak membebani orangtua. Namun, otaknya terus berputar untuk bisa terus menjadi orang yang berguna dan tangguh. Sekitar 1978, saat dirinya lulus kuliah, Hatta mengajak tiga sahabatnya untuk mendirikan sebuah perusahaan. Di situlah semangat enterpreneurnya lahir, meski hanya sekadar niat saja. "Kami berempat waktu itu mantaf untuk mendirikan perusahaan walaupun belum ada modal sedikitpun," ujarnya. Dengan keyakinan yang tinggi, akhirnya rezeki datang menghampiri. Hatta dan rekan-rekannya mendapatkan modal dari salah satu pendiri Masjid Salman Alfarisi sebesar Rp12.500. "Persis sejumlah uang yang saya dapatkan dari orang tua per bulan,' katanya. Tak berpikir panjang, Hatta pun segera membuat CV perusahaan dengan uang sebesar itu. Mereka berempat langsung berangkat ke Jakarta menggunakan bus umum dan mulai 'mengetuk' dari satu pintu ke pintu perusahaan untuk menawarkan jasa pekerjaan. Apa yang didapat? Berbagai penolakan pun diterima meskipun tidak membuat langkah mereka menyerah dan terus berusaha mencari layanan jasa untuk mereka kerjakan. Mereka pun sadar dan mulai evaluasi langkah-langkah yang mereka tempuh selama tiga bulan berjalan menawarkan jasa pekerjaan. Akhirnya salah satu perusahaan besar menerima jasa pekerjaan Hatta dan rekan. Kebetulan, di perusahaan itu terdapat seniornya di Kampus ITB. Hatta dan rekan pun mulai menggarap proyek dari salah satu perusahaan itu. Hatta menjabat sebagai Direktur Umum merangkap sebagai Manager. Dalam tiga bulan, perusahaan yang digarap Hatta menuntut untuk menyelesaikan laporan sesuai proyek yang ditugaskan. Namun, Hatta dan rekan mampu menyelesaikan proyek tersebut selama dua bulan. Kiprah Hatta menjadi seorang pengusaha waktu itu sudah muncul. Dia dan ketiga rekannya siap melaporkan proyek garapannya itu. Secara tak terduga bayaran untuk proyek tersebut senilai US$21.000. "Saya serasa mau pingsan mendapat uang sebanyak itu. Bayangkan, dalam sebulan saya hanya biasa menerima Rp12.500, tapi saat itu baru pertama kali saya mendengar uang dolar," ujarnya. Itulah poin penting yang ingin disampaikan Hatta Rajasa. Seorang enterpreneur dilarang pantang menyerah dalam membangun usaha. Selama seseorang memiliki tekad kuat dan bekerja keras. Di situ kesuksesan akan diraih. Dia mengisahkan setiap enterpreneur akan mengalami kegagalan, ditipu, tapi justru itulah seorang enterpreneur harus percaya diri dan terus maju. Selain itu, poin penting yang digemborkan Hatta yakni seorang enterpreneur harus bisa membangun jaringan. "Yang lebih penting lagi, jika kita mendapatkan order, kita harus segera menyelesaikannya. Seorang enterpreneur harus siap, karena pekerjaan berikutnya sudah menunggu," ungkapnya. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dari tahun 2004 hingga tahun 2012, hampir 81% jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia lebih memilih untuk menjadi Pegawai, sedangkan hanya 19% yang memilih untuk berbisnis secara mandiri. Artinya, saat ini Indonesia tengah memiliki generasi yang mayoritas memilih untuk berkarir menjadi pegawai dibandingkan menjadi wirausahawan. Untuk itu, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kesempatan yang sama mengatakan dengan tegas bahwa perlu dimunculkannya pengusaha muda yang inovatif secara berkelanjutan agar ekonomi Indonesia tidak didominasi perusahaan besar. "Jika bangsa ini memiliki 1 juta lulusan sarjana saja yang mau berwiraswasta, bangsa ini akan mengalami perubahan besar," ujarnya. Menurutnya, permasalahan trend pola pikir mahasiswa saat ini yang tidak condong untuk berwirausaha diakibatkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswa tidak berani untuk berwirausaha adalah kurang atau tidak adanya modal, minimnya pengalaman, keterbatasan jaringan sosial, kurangnya pendidikan dan wawasan dalam bidang wirausaha, dan masih banyak lagi. (K5/ija)
TOKOH: Kisah Hatta Rajasa Menjadi Enterpreneur Muda
[caption id=attachment_290783 align=alignright width=200] (jibiphoto)[/caption]
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
14 jam yang lalu
Taruhan Besar di Saham Adaro Minerals (ADMR)
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
4 hari yang lalu
OJK Gandeng FSS Korea Tingkatkan Pengawasan Sektor Keuangan
14 jam yang lalu