Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PEJUANG PENYANDANG CACAT: Kang Jumono yang Tak Lelah Beraksi (bagian I)

[caption id=attachment_228453 align=alignleft width=150 caption=(miftah/bisnis-jabar)][/caption]
(miftah/bisnis-jabar)
(miftah/bisnis-jabar)

[caption id="attachment_228453" align="alignleft" width="150" caption="(miftah/bisnis-jabar)"][/caption] Pada 2003, tujuh orang penyandang cacat asal Kota Bandung berinisiatif membuat gagasan cerdas agar para difable bisa mengikuti pemilu 2004 dengan membuat surat suara braile. Ide itu lahir karena penyandang cacat tidak bisa menyalurkan aspirasinya selama pemilu di Indonesia. Di situlah Ketua Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) Kota Bandung Jumono menumpahkan idenya agar para tuna netra bisa memilih mencoblos tanpa dampingan petugas KPU. Gayung pun bersambut, ide yang dilontarkan Jumono dan kawan-kawan disambut positif oleh pemerintah. Pada 2004, saat musim pemilu berlangsung surat suara berbentuk braile sudah bisa diakses oleh para tuna netra. “Kami selaku penyandang cacat juga ingin bebas menyalurkan aspirasi dalan pemilu 2004,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (22/8). Gagasan brilian  Jumono rupanya tidak hanya sampai di situ. Keinginan membentuk sebuah perkumpulan penyandang cacat akhirnya tersirat dalam benak. Sejak itulah nama Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) Kota Bandung berdiri. Niat Jumono yang sempat menjadi anak gawang di Persib era 1980-an, dalam mendirikan PPCI ternyata akhirnya berbuah manis, karena mendapat respons positif dari pemerintah. Tak lama setelah itu, pria yang telah memiliki empat anak dan satu cucu itu ditunjuk menjadi ketua PPCI Kota Bandung. Sejumlah program pun sudah siap diluncurkan. Membentuk komunitas penyandang cacat bukan perkara mudah, karena banyak kendala terus menghantui perjalanan perkumpulan tersebut. Misalnya, diskriminasi terhadap penyandang cacat masih saja terjadi di lapangan. Kaum difable masih kerap dianggap lemah, sehingga tidak mendapatkan haknya secara utuh. Tak ada jalan lain, lelaki kelahiran Bandung tahun 1967 itu  memilih turun ke jalan dengan tujuan mendesak pemerintah agar ada aturan khusus terkait hak dan kesejahteraan penyandang cacat. Setelah melewati perjalanan panjang, akhirnya Pemkot Bandung menerbitkan Peraturan Daerah No 10/2006 tentang penyandang cacat. Pada perda aturan itu sudah ideal, karena isinya antara lain terkait peraturan kesejahteraan, pendidikan, aksesibilitas hingga hak penyandang cacat dalam bermasyarakat. Namun, lagi-lagi, para difable masih harus kecewa menghadapi kerasnya hidup. Peraturan yang ada tak ubahnya tulisan yang tertera pada kertas. Pada kenyataannya, dari seluruh aturan itu baru 10% yang terlaksana. Jumono, yang menyandang tuna daksa itu menuturkan hak-hak bagi penyandang cacat belum seutuhnya dirasakan hingga saat ini. Tengok saja, Badan Pusat Statistik melansir tercatat lebih dari 10.000 penyandang cacat di Bandung belum merasakan kesejahteraan dalam kehidupannya. “Dalam Perda tersebut ada aturan yang menerangkan hak-hak bagi penyandang cacat seperti hak pendidikan dan hak mendapatkan pekerjaan, tapi sejauh ini kami masih dianggap sebelah mata,” ujarnya. (Roberto Purba/k5/yri)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper