"Janganlah berpikiran menjadi TKI selama-lamanya, tetapi berusahalah untuk punya target kapan mulai berhenti menjadi TKI, dan mempunyai target lain untuk memikirkan masa depan setelah kembali ke tanah air," kata Nuryati Solapari, mantan tenaga kerja Indonesia (TKI yang kini menjadi dosen di Universitas Tirtayasa Serang, Banten. Dia mengaku prihatin karena banyak TKI setelah pulang ke kampung halamannya hanya beberapa tahun saja hidup sejahtera, setelah itu kembali mengalami hidup susah. Namun sebagian kecil ada yang mempunyai perencanaan matang sehingga hasil tabungannya bisa digunakan untuk berusaha di tanah air. Berbeda dengan TKI lain yang menginvestasikan uangnya untuk membeli rumah, sawah dan berbisnis, Nuryati merupakan salah satu TKI yang menginvestasikan masa depan di bidang pendidikan karena yakin kecerdasannya bisa meraih jenjang tertinggi di bidang pendidikan. "Karena itulah, suatu saat nanti saya ingin menjadi Profesor TKI, untuk membantu mengatasi masalah TKI ," kata Nuryati yang saat ini sedang mengambil pendidikan S3 di Universitas Padjajaran Bandung setelah menggondol S2 bidang Ilmu Hukum di Universitas Jayabaya, Jakarta. Nuryati yang menjadi babysitter di Arab Saudi sejak 1998 sampai 2000 mengungkapkan, umumnya para TKI itu sangat susah mengubah mindsetnya (pola pikir) , apalagi dikaitkan dengan kegiatan usaha yang butuh kesabaran, karena membuka usaha itu perlu proses. Dia mengaku, tidak sedikit mantan TKI yang meminta kepadanya sebuah usaha, namun setelah diberi masukan mereka malah bingung karena tidak memiliki konsep usaha. Anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan suami istri Syarif Hidayat dan Omah ini berharap pemerintah lebih peduli dan memperhatikan nasib TKI, jangan hanya dijadikan sebagai pahlawan devisa saja, tetapi perlu menyikapi lebih serius jika mereka tidak lagi menjadi TKI. Butuh Uang Tidak jauh beda dengan TKI-TKI lainnya, Nuryati Solapati nekad menjadi pembantu rumah tangga di Arab Saudi karena butuh uang yang banyak untuk menggapai cita-citanya untuk dapat kuliah di sebuah perguruan tinggi. "Bedanya dengan TKI lain, saya mengiinginkan uang banyak tidak hanya untuk membantu biaya hidup orang tua dan adik-adik, tetapi juga disisihkan untuk bekal kuliah yang menjadi cita-cita saya sebelumnya," kata perempuan kelahiran 2 Juni 1979 yang merupakan lulusan terbaik SMA Prisma, Serang, Banten. Nuryati yang sejak kelas satu SMA selalu menjadi juara dan mendapatkan beasiswa, mengaku banyak mendapatkan masukan dari guru-gurunya agar melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, namun karena ayahnya yang merupakan pegawai rendahan di Pemerintah Kota Cilegon tak mampu membiayai kuliahnya. "Saya punya empat adik yang juga harus bersekolah, tak mungkinlah bapak yang hanya pegawai rendahan mampu membiayai kuliah saya," kata Nuryati yang sebelum menikah dengan Agus Setiawan tinggal di rumah orang tuanya di Kampung Keletak Lot, Desa Samparwadi, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang . Teman-teman sebaya di kampungnya juga tidak begitu mendukung niatnya untuk kuliah kembali. "Maklum di kampung saya memang warganya tidak mampu sehingga tidak satupun warga yang sampai memiliki gelar sarjana," kata Nuryati. Namun Nuryati yang tak menghiraukan sindiran teman-temannya di kampung itu. Sesuai dengan tekadnya mendapatkan uang banyak dengan target menjadi TKI selama dua tahun di Arab Saudi dicapainya. Iapun mencoba merealisasikan apa yang dicita-citakannya itu dengan ikut tes masuk Fakultas Hukum Universitas Ageng Tirtayasa. Diapun lulus. Hanya butuh tiga tahun ia pun menyandang gelar sarjana hukum dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,7 dan meraih predikat cum laude. Judul skripsi yang diajukan juga tidak jauh beda dengan perjalanan hidupnya, "Perlindungan TKI". Selama kuliah, Nuryati yang sudah memiliki tiga anak masing-masing Bintang Hafizh Setiawan, Bunga Qarita Litahayu dan Nafeeza Mutiara Hajj itu mengaku bekal dari TKI itu masih kurang cukup untuk kuliah, sehingga sambil kuliah ia bekerja di sebuah restoran waralaba dan menjajakan makanan katering. Perjuangannnya itu juga ditiru oleh adik-adiknya meski tidak harus menjadi TKI. Satu orang adiknya sudah lulus menjadi sarjana, dua adiknya lain sedang kuiah di Universitas Tirtayasa sambil bekerja di sebuah restoran waralaba asing, adik lainnya masih duduk di STM dan SMP. "Selama kuliah saya juga mendapatkan beasiswa, tetapi saya berikan kepada adik saya yang juga sedang kuliah di perguruan yang sama," kata Nuryati yang kini hidup berbahagia dengan suaminya yang juga seorang dosen di Kota Serang. Walau sudah meraih kesuksesan di jenjang akademis, ia mengakui perjuangannya belum selesai yaitu memotivasi sebanyak mungkin TKI agar mereka bisa memprogram masa depan mereka. "Saya berkeinginan sekali, setelah tidak lagi menjadi TKI, mereka mampu berkarya baik di pendidikan atau menjadi pengusaha sukses," katanya yang sering diundang untuk memotivasi TKI sebelum berangkat ke luar negeri.(Antara/msb)
TKI Nuryati Ingin Jadi Profesor
Janganlah berpikiran menjadi TKI selama-lamanya, tetapi berusahalah untuk punya target kapan mulai berhenti menjadi TKI, dan mempunyai target lain untuk memikirkan masa depan setelah kembali ke tanah air, kata Nuryati Solapari, mantan tenaga kerja Indonesia (TKI yang kini menjadi dosen di Universitas Tirtayasa Serang, Banten.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
4 hari yang lalu
OJK Gandeng FSS Korea Tingkatkan Pengawasan Sektor Keuangan
8 jam yang lalu