Oleh Sutan Eries Adlin & Abraham Runga Mali Boediman Kusika (bisnis.com)Boediman Kusika termasuk salah satu pengusaha properti pioner di negeri ini. Bersama dengan enam orang temannya; Ciputra, Soekrisman, Ismail Sofyan, Budi Brasali, Hiskak Secakusuma, dan Subagdja Prawata, Boediman membentuk PT Metropolitan Development (MD) awal 1970. Salah satu nama yang lekat dengan kelompok ini adalah Hotel Horison yang merupakan kerja sama MD dengan pengusaha Atang Latief. Nama Horison tidak hanya terdengar di Indonesia tetapi sampai ke Singapura. MD juga berkongsi dengan konglomerat seperti Soedono Salim, Ibrahim Risjad, dan kawan-kawan yang akhirnya membentuk PT Metropolitan Kentjana, pengembang perumahan mewah Pondok Indah. Bisnis mewawancarai Boediman Kusika untuk mengetahui filosofi bisnis lelaki kelahiran Majalengka 17 April 1935 yang kini sudah memiliki kelompok usaha sendiri, Grage Group. Apa kabar Metropolitan Development Pak, kok sekarang jarang terdengar? Iya. Sekarang sedang status quo, tetapi bukan bubar. Kenapa bisa begitu? Masing-masing [tujuh orang pendiri MD] akhirnya sibuk dengan usahanya sendiri. Awalnya, ada agreement bahwa masing-masing kami tidak boleh membuat usaha yang sejenis dengan bisnis MD. Seiring perjalanan waktu ternyata para pendiri Metropolitan juga membuat usaha sendiri. Misalnya, Pak Ciputra bikin yang namanya Ciputra Group. Proyek pertamanya di Surabaya. Pak Budi Brasali juga begitu. Akhirnya saya juga berbisnis dengan membentuk Grage Group yang alhamdulillah sudah memiliki beberapa hotel di Cirebon, Yogyakarta, Bengkulu, Semarang. Yang di Cirebon, kami memiliki properti perumahan dan mal. Kalau memang diizinkan Tuhan, Grage Group akan membangun superblok di Cirebon pada tahun-tahun mendatang. Nanti ada mal, hotel, apartemen, yah layaknya superblok di kota besar. Lalu hubungan antarpendiri MD bagaimana? Hubungan kami tetap baik. Biasanya kita sebulan sekali kumpul-kumpul. Bisa cerita bagaimana Anda mengubah citra Hotel Horison Jakarta [sekarang sudah berganti pemilik dan berubah nama menjadi Hotel Mercure] yang sebelumnya terkenal sebagai hotel judi? Harus kami akui, Horison Ancol yang mulai beroperasi 15 September berkembang karena di sana ada kasino, Copacobana namanya. Saat itu judi memang masih legal. Akhirnya Horison lekat dengan sebutan `hotel judi'. Namun, sejak pemerintah melarang perjudian di seluruh Indonesia pada April 1981, Horison mulai kehilangan pamor. Predikat `hotel judi' pun menjadi citra negatif. Lima tahun berjalan, kami sudah sampai gonta-ganti general manager asing, tetapi Horison tetap saja terpuruk. Para pemegang saham pun akhirnya mengambil keputusan untuk membenahi hotel tersebut pada November 1986. Saya ditunjuk sebagai general manager sekaligus managing director untuk ngurus hotel yang sudah hampir kolaps itu. Untung saya memiliki pengalaman mengelola Rumah Sakit Pondok Indah. Secara esensi, mengelola hotel dan RS sama kok, intinya memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Bisnis hotel itu aset utamanya sumber daya manusia. Makanya saya liat bener tuh, gimana kesejahteraan para karyawan. Setelah saya pelajari secara detail kondisi Hotel Horison, saya memutuskan untuk naikin gaji karyawan dua kali lipat. Prinsip saya ketika itu adalah bagaimana menjaga agar pemegang saham tidak rugi, tetapi kesejahteraan karyawan tetap diperhatikan. Anda tahu hasilnya? Dengan kerja keras para karyawan, Hotel Horison bisa mengubah citranya dari hotel judi menjadi hotel keluarga. Secara keuangan, Horison juga membaik. Pada 1986, pendapatan kami Rp4,3 miliar dan bisa ngebagiin bonus sampai tiga kali gaji kepada karyawan. Lalu, 4 tahun kemudian, pendapatan kami mencapai Rp18,5 miliar. Karyawan bisa dapat bonus lima kali gaji. Pastilah karyawan senang karena nasibnya diperhatiin. Sejak itu Anda terus dipercaya MD untuk memegang bisnis hotel? Setelah Horison Jakarta, pada 1990 saya mengambil alih Hotel Bandung Inn. Saya ganti jadi Horison Bandung dan nambah satu bangunan dengan 10 tingkat. April 1995, Hotel Horison Bandung dipakai sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri Asia Afrika. Kemudian bersama Pak Budi Brasali, saya ditugaskan ngebangun hotel di Singapura Horison Tower dan Horison View. MD juga punya 220 realestate di sana. Dari keberhasilan di hotel Horison itu, apa kata kuncinya? Terobosan. Kita hidup harus punya terobosan. Begitu juga dalam berbisnis. Untuk mengubah citra hotel judi menjadi hotel keluarga, saya setiap bulan memerintahkan beli permen, nyiapin balon, bunga-bunga, perlengkapan mandi, dan kopi, gula plus cream-nya. Di setiap kamar kami sediakan itu. Terus, saya juga mengupayakan ada sarana bermain untuk anakanak. Namanya juga hotel keluarga. Pokoknya, waktu itu belum ada hotel di Indonesia yang fasilitasnya seperti di Horison. Nah, persoalannya, biaya pasti bertambah. Chief accountant saya ketika itu bilang cost-nya terlalu tinggi dan room service-nya bakal turun. Akhirnya saya bilang ke dia, “Kita coba dulu 3 bulan. Kita liat gimana hasilnya.” Ternyata hasilnya sesuai dengan apa yang saya harapkan. Tingkat hunian Horison terus membaik. Yang menyenangkan buat saya, pada akhir pekan hampir 90% tamu yang mengingap adalah ke luarga. Soal melakukan terobosan, saya banyak belajar dan dipacu oleh almarhum Pak Ali Sadikin [mantan Gubernur DKI Jakarta]. Saya menjadi asisten pribadi Pak Ali untuk bidang ekonomi selama 11 tahun. Pada 1967, Pak Ali panggil saya dan bilang “Boediman coba kamu urus transportasi. Masak ibukota negara busnya cuma 30.“ Waktu itu, merek Roburer buatan Rumania. Anggaran DKI waktu itu masih amat terbatas. Saya bingung gimana caranya. Pak Ali cuma bilang, “pake dong otak kamu.” Tahu sendiri kan Pak Ali itu dari militer, memang begitu gayanya. Akhirnya saya nekad, datang ke Kedutaan Besar Amerika Serikat, pada 1967-an. Saya cari tahu kepada konsul ekonominya, Apakah ada loan untuk beli bus kota. Padahal waktu itu bahasa Inggris saya paspasan. Eh konsul ekonomi itu bilang, ada. Bisa 2.000, bus tetapi dalam bentuk bus sekolah. Akhirnya didatangkan setiap tahun 500 unit bus merek Dodge produksi Chrysler. Urusan bus kota beres, saya dipanggil lagi oleh Gubernur. “Boediman coba kamu pikirkan, gimana menyelesaikannya. Masak ibukota gak ada taksi yang pake argometer,“ begitu kata Pak Ali. Kebetulan saya kenal dengan Vice President Chrysler. Saya pergi ke London temuin dia. “Anda percaya dengan pemerintah saya,“ saya bilang begitu ke VP Chryler itu. “Kami butuh 100 taksi dengan argometer untuk beroperasi di Ibu Kota. Ternyata dia bilang menyanggupi dan saya dapatkan kepastian pengadaan taksi argometer dengan 3 tahun kredit. Ada cerita menarik sehubungan dengan pengadaan bus itu. Waktu saya tanda tangankan itu pinjaman kalau sekarang mungkin sudah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saya bilang kepada Pak Ali, “Pak mohon maaf, kita ini [secara prosedur] salah.“ Pinjaman itu seharusnya disetujui oleh DPRD lalu ke Menteri Dalam Negeri, setelah itu ke Menteri Keuangan. Lalu Pak Ali telepon mereka [para pejabat kementerian dan DPRD]. Gak lama Pak Ali bilang, “paraf.“ Anda juga tercatat sebagai pemilik Rumah Sakit Pondok Indah. Bagaimana ceritanya kok sampai berbisnis RS? Waktu itu saya lebih banyak ditugaskan ngurus properti di Singapura dan Hotel Horison oleh MD. Nah saya ini sudah enam kali operasi prostat. Empat kali di Mount Elizabeth Singapura dan dua kali di Pondok Indah. Jadi waktu itu saya sering berobat di Singapura. Selama berobat di Mount Elizabeth, saya perhatiin kok pasiennya kebanyakan orang Indonesia. Terus saya mikir, kenapa gak bikin RS di Jakarta saja dengan standar seperti di Singapura. Waktu pulang ke Jakarta, saya ngomong ke Pak Ciputra, Pak Brasali, dan yang lain, dan menyampaikan pandangan saya. Mereka setuju, asal saya urus semuanya. Lalu saya pake konsultan dari Singapura untuk merancang. Setelah matang, saya datang ke Pak Widarsa almarhum, ketika itu Dirut Bank Dagang Negara, untuk cari pinjaman bank. “Pak Wid, saya pinjem uang Rp14 miliar.“ Pak Widarsa bilang dia mau mikir-mikir dulu. Akhirnya dapat juga pinjaman. Saya belanja keperluan untuk membangun rumah sakit itu, saya yang kontrol langsung. Kenapa? Karena bisnis itu intinya kontrol. Anda bisa saja punya produk atau proyek bagus, terus Anda pergi ke bank, setelah itu dinilai, dapat pinjaman, you bangun itu proyek. Namun, kalau setelah itu gak dikontrol, yah tinggal tunggu saatnya saja mesti ambruk. Apa filosofi yang Anda yakini harus dijalankan dalam berbisnis? Pertama ya kita harus kerja keras. Setelah itu jangan menipu orang. Kalau bohong-bohong sedikit boleh lah. Bedanya apa menipu dan berbohong? Kalau menipu itu merugikan orang lain, jahat namanya. Kalau bohong bisa saja untuk membela diri. Memang tipis bedanya, tetapi Anda pasti bisa merasakan bedanya. Siapa pengusaha yang Anda kagumi? Ciputra. Orang itu mentalnya kuat. Waktu krisis moneter [1998], utangnya US$350 juta loh. Kalau orang lain, mungkin sudah kolaps. Dulu waktu krisis itu, pagi-pagi pukul 8 dia sudah ke gereja. Saya gak tahu sekarang gimana ha...ha...ha...ha.... (fsi)
Boediman Kusika : Bohong sedikit boleh, asal jangan menipu
Oleh Sutan Eries Adlin & Abraham Runga Mali
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
1 jam yang lalu
Hasil Nyata Ekosistem Pembiayaan Peternak Domba dari OJK
2 hari yang lalu