Oleh Ajijah, Roberto Purba dan Irvan Christianto Demo (jibiphoto)Sepertinya, pengujung tahun menjadi agenda rutin bagi buruh di seluruh Indonesia untuk berunjuk rasa, tidak terkecuali di sejumlah daerah di Jawa Barat. Tuntutan mereka hanya satu, yaitu kenaikan upah. Di mata serikat pekerja yang mewakili para buruh dan karyawan, agenda demo merupakan cara terbaik yang bisa mereka tempuh untuk mewujudkan taraf hidup yang lebih baik bagi kaum buruh. Sayangnya aksi tersebut tak sebatas demo berkoar-koar mengajukan tuntutan, tapi aksi buruh ini sampai pada tahap penghentian jam kerja alias mogok. Hal ini lah yang terjadi selama beberapa hari terakhir di sejumlah pabrik tekstil maupun garmen di Kota Cimahi. Sejumlah serikat buruh di kota tersebut menuntut kenaikan upah minimum kota (UMK) yang sesuai dengan hasil survey. Ketika itu, ribuan buruh di Cimahi menuntut supaya wali kota merevisi UMK yang telah direkomendasikan sebelumnya, yang ternyata tidak sesuai keinginan buruh. Wali Kota Cimahi Itoc Tochija telah menyampaikan rekomendasi UMK 2012 untuk buruh Cimahi sebesar Rp1.209.442 ke Gubernur Jawa Barat. Buruh beralasan mereka tidak menerima seandainya upah di Cimahi lebih rendah dibandingkan dengan upah di Kabupaten Bandung Barat. Setelah berdemo dan mogok kerja selama beberapa hari, akhirnya wali kota merestui untuk merevisi besaran UMK 2012 menjadi Rp1.224.442 atau naik Rp15.000 dari rekomendasi sebelumnya. Bila dibandingkan dengan UMK 2011 Rp1.172.485, UMK 2012 di Cimahi naik sebesar Rp52.000. “Demo dan mogok kerja merupakan senjata pamungkas para buruh, setelah cara-cara perundingan dan musyawarah tidak berhasil. Kami tidak takut karena cara-cara ini sudah ada peraturan dan undang-undangnya,” kata Edi Suherdi, Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kota Cimahi. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Para buruh, menurut Edi, tidak berharap aksi mogok kerja terjadi karena akan merugikan pihak perusahaan dan buruh. Namun, tanpa langkah keras tersebut, keinginan buruh tidak akan pernah terealisasi. Dampak negatif Setidaknya, dalam setahun ini, SPSI Cimahi mencatat, ada sedikitnya 10 kali aksi demo dan mogok kerja yang dilakukan buruh di wilayahnya. Kesemuanya berkaitan dengan kesejahteraan buruh, yang di dalamnya termasuk jaminan sosial dan upah. “Dengan mogok kerja, perusahaan memperhatikan tuntutan buruh dan akhirnya mereka pun mengabulkan, itu positifnya,” ujarnya. Buruh, lanjutnya, ikut memikirkan dampak negatif dari aksi demo maupun mogok kerja yang mereka lakukan. Buruh menyadari, aksi yang mereka lakukan tersebut mengganggu aktivitas masyarakat dan merugikan perusahaan karena tidak adanya produktivitas. Namun, pihak serikat pekerja sudah memiliki jalan keluar untuk menekan kerugian perusahaan, salah satunya dengan memanfaatkan bargaining position untuk menukar hari kerja dengan hak cuti buruh. Dengan begitu, produksi perusahaan pun terjaga. Di mata Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jabar, aksi buruh atau karyawan pabrik yang ingin menyampaikan aspirasinya, terutama yang berhubungan dengan perut merupakan hal yang sah-sah saja. Tapi, API Jabar menyayangkan cara penyampaian dari beberapa serikat pekerja yang malah berpotensi merugikan perusahaan tetangga. Ketika terjadi aksi unjuk rasa di Cimahi baru-baru ini misalnya, ada ancaman dari beberapa serikat pekerja yang akan men-sweeping pabrik yang tetap bekerja. "Menyampaikan pendapat itu sah-sah saja, bahkan itu merupakan hak buruh. Hanya saja, kami menyayangkan cara sejumlah buruh yang malah bisa merugikan diri mereka sendiri," kata Sekretaris API Jabar Kevin Hartanto. Kevin mencontohkan buruh di Kamboja ketika melakukan aksi unjuk rasa cenderung lebih tertib. Mereka tetap masuk pabrik, namun tidak melakukan aktivitas. Buruh bisa menyampaikan pendapat dan tuntutannya kepada pengusaha, tanpa harus melakukan aksi yang berpotensi merugikan perusahaan lain. Di mata pengusaha, buruh merupakan aset berharga. Bagaimana tidak, perusahaan bisa berkembang tentunya karena memiliki buruh atau karyawan yang kompeten. Oleh karenanya, pengusaha mengklaim jika buruh ingin sejahtera, maka perusahaannya harus maju. "Sebagian besar pengusaha berpikir bagaimana menyejahterakan pegawainya. Namun, memang, kondisi satu perusahaan dan perusahaan lain kan belum tentu sama," katanya. Di Batam, demo buruh pada akhir November juga berlangsung keras. Aksi unjuk rasa puluhan ribu buruh di depan gedung Kantor Walikota pekan lalu berakhir rusuh setelah para demonstran melempar batu dan menghancurkan beberapa unit mobil yang parkir tak jauh dari lokasi unjuk rasa. Para buruh menuntut kenaikan upah minimum kota 2011. Aksi ini merupakan buntut dari gagalnya rapat bipartit yang telah dilakukan sebanyak 8 kali sejak dua bulan terakhir. Kurang komunikasi Menurut Menko Kesra Agung Laksono, pemogokan kerja mencerminkan kurangnya komunikasi di dalam institusi yang bertikai tersebut. “Pemogokan itu adalah sebuah ancaman, tuntutan, dan minta perhatian dari bawahan ke atasan. Sebaiknya setiap tuntutan itu diperhatikan, dan dicari akar permasalahannya. Jangan dibiarkan berlarut, sehingga ujungnya muncul kekerasan seperti demo dan pemogokan massal,” ujar Agung di kantornya pekan ini. Seperti kasus yang di Batam, lanjutnya, setelah audiensi dan diadakan dialog dengan serikat pekerja, akhirnya masalah bisa teratasi dan selesai. Pemerintah pun bisa memenuhi tuntutan dengan menaikkan upah buruh. “Kenapa tidak sejak awal masalah muncul [hal itu] dibicarakan, didiskusikan. Seharusnya kan bisa diatasi tanpa terjadi kekerasan,” tambahnya. Menurutnya, semua masalah bisa diatasi dengan dialog, diskusi dan adanya keterbukaan. Setiap ada tuntutan dan masukan dari bawahan, perlu diperhatikan. Forum dialog dihidupkan. Misalnya pekerja maunya bagini, pengusaha maunya begitu, dipertemukan dalam forum dialog dan didiskusikan bersama. “Tidak mungkin yang satu memaksakan keinginannya. Seperti karyawan maunya gaji besar, sementara perusahaan tidak membayar sebesar itu,” ujar Agung. Sahat Sinurat, Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Ditjen Penyelesaian Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnakertrans, menyatakan mogok kerja merupakan bagian dari upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial. “Jadi, bukan upaya paksa untuk pemenuhan tuntutan pekerja.” Menurut Sahat, mogok kerja akan efektif apabila pekerja atau serikat pekerja dalam melakukan mogok kerja tersebut sesuai ketentuan yang berlaku, dengan tertib dan damai. Akibat positif dan negatif yang diterima pekerja dan pengurus serikat pekerja setelah mogok. Akibat positif, komunikasi antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha semakin efektif. Sedangkan akibat negatifnya apabila mogok kerja tersebut dilakukan tidak sesuai ketentuan yang berlaku, ada kalanya pengusaha menjatuhkan sanksi sesuai peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan yang berlaku. Sahat menegaskan mogok kerja yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah merupakan suatu penularan, tetapi merupakan bagian dari proses demokratisasi di perusahaan dimana pekerja dengan pengusaha tidak dapat saling meniadakan antara yang satu dengan yang lain. “Demo dan mogok kerja merupakan senjata pamungkas para buruh, setelah cara-cara perundingan dan musyawarah tidak berhasil.” (MSU)
Buat apa pekerja mogok?
Oleh Ajijah, Roberto Purba dan Irvan Christianto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

5 jam yang lalu
Penopang Astra (ASII) Ketika Otomotif Lesu
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

12 Agt 2025 | 14:54 WIB
BTPN Syariah Berangkatkan 8 Warga Bandung Umrah Gratis

5 jam yang lalu