[caption id="attachment_105403" align="alignleft" width="300" caption="Rakhmat Junaidi (Jibi)"][/caption] Memperoleh kepercayaan sebagai direktur bukanlah hal yang mudah diraih, diperlukan prestasi, dan pengalaman yang matang. Namun, Rakhmat Junaidi membuatnya terlihat mudah dengan meraih posisi ini di usia 29 tahun. Kini,10 tahun kemudian, bapak satu anak ini tidak hanya membawa misi dan visi perusahaan sebagai Direktur Corporate Services PT Bakrie Telecom Tbk, namun juga mengembangkan sayap usaha grup ini di bidang telekomunikasi sebagai Komisari PT Bakrie Connectivity. Pergi merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan, Rakhmat muda awalnya ingin belajar kedokteran, namun takdir membawanya kuliah jurusan Akuntansi di Perbanas pada 1991 bersama pacar sejak kelas 2 SMA yang kini menjadi istrinya. Tidak hanya kuliah, mulai semester 4, Rakhmat pun mulai bekerja. Pekerjaan pertamanya memberikan stampel pada surat saham dan berlangsung selama 8 bulan. Setelah ini dirinya mulai berkenalan dengan dunia telekomunikasi melalui perusahaan paging, PT Skytel. Berhasil menyelesaikan mata kuliah selama 3 tahun, masa skripsi dilaluinya cukup lama hingga lulus akhir 1996 dan wisuda di 1997. “Maklum sudah kenal kerja,” ujarnya kepada Bisnis dalam sebuah pembicaraan santai di ruang kerjanya, baru-baru ini. Pada pertengahan 2005, anak pertama dari lima bersaudara ini berhasil memperoleh pekerjaan di tiga perusahaan, Metrodata System, Bank Universal, dan PT Radio Telepon Indonesia (Ratelindo), sekarang PT Bakrie Telecom Tbk. Dari ketiganya, satu-satunya anak laki-laki di keluarga ini memilih PT Ratelindo. Saat itu dia tidak keberatan memulai karirnya dari level staf, meskipun dua perusahaan lainnya menawarkan posisi lebih tinggi. “Saya memang kuliah di akuntansi, namun tidak pernah berminat bekerja di bank atau lembaga keuangan. Saat itu juga sudah terlihat masa depan industri telekomunikasi akan sangat bagus dan saya ingin berada didalamnya,” ujarnya. Kebanggan juga bagi dirinya bekerja di perusahaan pribumi yang sangat menonjol. Karirnya pun melesat dengan cepat, masuk mulai 1995, menjadi manager dua tahun kemudian, dan general manager pada 1999. Pengalaman menghadapi krisis pun sempat dilaluinya bersama Ratelindo. Pada 1997 perusahaan baru saja mengambil pinjaman luar negeri sebesar US$197 juta dengan kurs Rp2.240 per 1 US$, rupiah terus merosot hingga akhir tahun mencapai Rp4.650 per 1US$ dan berkali lipat di tahun berikutnya. “Pendapatan kami dalam bentuk rupiah, 1998 perusahaan sudah dinyatakan default dan harus melakukan restrukturisasi utang selama dua tahun kemudian. Pemilik perusahaan pun harus mengurangi sahamnya hingga tinggal 10%,” ujarnya. Rakhmat mengakui pada titik itu dirinya merasa langsung bagaimanan krisis yang menimpa Indonesia dan negara Asia lainnya, serta bagaimana komintmen perusahaan mempertahankan karyawan jangan sampai di PHK. Keyakinannya pada industri ini pun membawa angin segar baginya dan perusahaan, dia pun menjadi salah satu direktur termuda, sejak 2001 hingga 2004 sebagai Direktur & Chief Finance Officer PT Radio Telepon Indonesia. Keluar dari bagian keuangan, dia mengembangkan divisi interkoneksi dengan kesadaran bahwa tidak ada satupun perusahaan telekomunikasi yang bisa berdiri sendiri tanpa melakukan kerjasama. Dia juga mempelajari berbagai ilmu, mulai dari hukum, sumber daya manusia, corporate social responsibility (CSR), hingga corporate communications. Satu keinginannya yang belum terpenuhi hingga kini, melanjutkan pendidikan ke jenjang master (S-2). “Saya sudah dua kali mendaftar, namun tidak pernah mulai karena waktu yang sangat terbatas. Dulu ingin mengambil Magister Managemen, namun kini tertarik mengambil Magister Hukum atau Komunikasi Publik,” ujarnya. Rakhmat pun memilih membaca buku minimal 2 judul per bulan dan bersosialisasi dengan berbagai orang. Dia mengaku pengalamannya pindah-pindah membuatnya memiliki modal bergaul dengan orang Palembang, Batak, dan Minang. Aktif organisasi Rakhmat mengaku dirinya memiliki konsep hidup untuk jangan pernah takut dengan kerjaan, maka jangan kaget jika dia terbiasa tidak tidur hingga dua hari. Diakuinya kebiasaan ini sudah dilakukan sejak dulu, ketika masih muda, bahkan bisa bertahan hingga tiga hari. Ya, bapak satu anak ini memang sangat suka berorganisasi, mulai dari Ketua OSIS di SMA, hingga Ketua Ramaja Islam Pertamina Sumatera Utara. Semasa kuliah, Rakhmat memilih aktif di bidang jurnalistik dengan membuat majalah kampus. Perjalanan karir Rakhmat memang dimulai dari bidang yang diambilnya ketika kuliah, keuangan, namun dalam perjalanannya, dunia telekomunikasi membuatnya jatuh cinta dan berusaha fokus mengembangkan industri ini. Hal ini tidak hanya ditunjukkan dari pekerjaannya di kantor, Rakhmat juga aktif di berbagai organisasi yang terkait dengan industri ini. Sejak 2004 hingga kini menjabat sebagai Sekjen Asosiasi Kliring Telekomunikasi (Askitel), dia juga juru bicara Asosiasi Palapa Ring, anggota Dewan Pembina Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel), serta Ketua Komite Komite Tetap Pemberdayaan Asosiasi/Himpunan Kadin Indonesia. Banyaknya kegiatan yang dijalani berdampak pada keluarga di rumah, jika dahulu istri sering protes, kini anak yang protes dengan kesibukannya. Rakhmat mengaku bersyukur memiliki istri yang sabar dan anak yang cukup mengerti dan mandiri. “Beberapa kali rencana liburan keluarga batal karena ada pekerjaan mendadak, padahal tiket sudah ditangan. Waktu liburan pun masih sering disambi dengan berbagai urusan pekerjaan, meskipun kami berada di luar negeri. Itu sudah menjadi komitmen,” ujarnya. Dia pun berusaha memiliki waktu berkualitas di rumah dengan membatasi pekerjaan di hari Sabtu hanya sampai jam 2 siang, setelah itu waktu dengan keluarga hingga Minggu malam. Pekerjaan luar kota di akhir pekan sebisa mungkin juga membawa keluarga. Mengerti perlunya menghabiskan waktu dengan anak, Rakhmat berusaha tiba di rumah paling malam jam 10 dan mengobrol sejenak mengenai kegiatan hari ini bersama anak sebelum dia tidur. Pagi hari dimulai dengan sholat berjamaah, menanyakan perihal sekolah si anak sembari mengantar anak sekolah dan istri ke tempat kerjanya. “Sopir biasanya saya minta tunggu di kantor karena ritual berkendara bertiga setiap pagi merupakan saat yang penting,” ujarnya. Tipe setia Banyak orang pindah perusahaan di industri yang sama atau berbeda sama sekali setelah empat atau lima tahun bekerja, namun Rakhmat setia berada di industri dan perusahaan yang sama selama 16 tahun, waktu yang cukup lama. Dia mengaku tawaran memang ada, namun untuk pergi dari perusahaan ini dirinya merasa sayang karena sudah merasakan jatuh bangunnya. Kedekatan antar karyawan juga membuatnya betah. Baginya, pilihannya 16 tahun lalu tidak salah. Bisnis telekomunikasi tumbuh besar, perusahaan memiliki komitmen untuk maju, dan banyak kesempatan baginya untuk belajar dan berkembang, termasuk aktualisasi diri. Banyak orang tidak percaya cinta monyet bisa bertahan hingga jenjang selanjutnya, namun hal itu terbukti berhasil bagi si ketua OSIS (Rakhmat) dan sekretaris OSIS (istri). Menjalin cinta karena seringnya bekerjasama di organisasi, bertahan hingga sekarang. “Saya dan istri suka berorganisasi, seumur, dan sama-sama anak pertama. Sejauh ini kuncinya komitmen, komunikasi dan saling memahami. Setelah ada anak memang lebih sulit mencari momen berdua, namun selalu kami usahakan,” ujarnya. Bersama kekasih yang kini menjadi pasangan hidupnya, dia juga sempat berjualan baju, mengambil dari Tanahbang atau Blok M untuk dikreditkan kepada teman di kampus. Hanya berbeda usia 25 hari, keduanya memutuskan menikah di usia 25 tahun dan dikaruniai anak lima tahun kemudian. Dibesarkan dalam keluarga yang cukup berada, Rakhmat mendapat pendidikan cukup tegas, sang ayah tidak ingin mengajarkan anaknya, khususnya sebagai laki-laki satu-satunya dan tertua hidup senang. Salah satunya dengan hanya memberikan Rp150.000 per bulan selama dia merantau di Jakarta untuk kuliah. Dari jumlah tersebut, Rp90.000 per bulan digunakan untuk biaya kost kamar berukuran 1,75m x 2 meter di dekat kampusnya. Rakhmat muda menyetujui hal itu dengan syarat biaya kuliah di bayar 100%. Uang kuliah ini yang dimanfaatkannya dengan mengejar beasiswa untuk membiayai kuliahnya sejak semester 2 hingga lulus. Ada beasiswa, jadi uangnya sisa dan bisa ditabung, belum lagi pendapatan dari kerja, menjadi asisten dosen, hingga jaga ujian di kampus. “Dahulu papa kelihatan pelit bener, namun sekarang berterimakasih karena hal itu menjadi tantangan. Kini Dafa [anak] mulai saya ajarkan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri,” ujarnya. ([email protected]) ======== Karir: 1994 – 1995 Assistant to Accounting Manager PT Skytel (Paging Company) 1995 – 1998 Budget Manager – Finance Directorate PT Radio Telepon Indonesia 1999 – 2001 General Manager Finance & Legal – Finance Controller PT Radio Telepon Indonesia 2001– 2004 Director & Chief Finance Officer PT Radio Telepon Indonesia 2004– 2005 Director External Relation PT Bakrie Telecom 2005 – 2006 Director Corporate Services & Corporate Secretary PT Bakrie Telecom Tbk 2007 – now Director Corporate Services PT Bakrie Telecom Tbk 2010–sekarang Commissioner PT Bakrie Connectivity
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
57 menit yang lalu
Hasil Nyata Ekosistem Pembiayaan Peternak Domba dari OJK
2 hari yang lalu