Tinggal di Bandung dan memiliki kantor kecil di kota yang sama, juga berprofesi sebagai dosen Arsitektur ITB dan ketua Bandung Creative City Forum, Ridwan Kamil mematahkan mitos bahwa untuk sukses harus tinggal di Jakarta dengan kantor besar dan bekerja full professional. Bersama Urbane (Urban Evolution) sebagai jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain yang dia dirikan pada tahun 2004, Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil banyak menghasilkan karya arsitektur di berbagai negara seperti di Singapura, Thailand, Bahrain, Cina, Vietnam, Uni Emirat Arab dan tentu saja di Indonesia. Umumnya proyek ini berupa pengembangan kawasan perkotaan seluas 10 hektare--1.000 hektare atau disebut sebagai mega proyek. Beberapa contoh proyek yang ditangani Emil diantaranya seperti Marina Bay Waterfront Master di Singapura, Sukhotai Urban Resort Master Plan di Bangkok, Ras Al Kaimah Waterfront Master di Qatar, juga District 1 Saigon South Residential Master Plan di Saigon. Sementara di Cina ada Shao Xing Waterfront Masterplan, Beijing CBD Master Plan, dan Guangzhou Science City Master Plan. Sedangkan di Jakarta, Emil menggarap Superblock Project untuk Rasuna Epicentrum, dari luas lahan sebesar 12 hektare itu dibangun Bakrie Tower, Epicentrum Walk, perkantoran, ritel, dan waterfront. Sebelum itu, dia juga mendisain Menara I Universitas Tarumanegara, Al-Azhar International School di Kota Baru Parahyangan, Bandung, lalu Grand Wisata Community Club House di Bekasi, Pupuk Kaltim IT Center di Balik Papan, dan masih banyak lagi. Keberhasilan itu ditambah lagi dengan penghargaan menjuarai 20 sayembara, baik bersama Urbane maupun secara pribadi. Sebagai contoh, pada tahun 2009 dan 2008 Urbane mendapat penghargaan BCI Asia Top 10 Awards untuk kategori rancangan bangunan bisnis. Selain itu Emil juga menjadi juara dalam merancang Museum Tsunami di Aceh dan memenangkan Young Creative Entrepreneur Award pada tahun 2006 dari British Council. Lahir di Bandung pada tanggal 4 Oktober 1971 Emil adalah anak kedua dari lima bersaudara. sejak kecil Emil sebenarnya suka berimajinasi. Dia suka membaca komik dan melihat foto-foto berbagai kota sepulang ayahnya dari luar negeri. Dari hal yang terakhir kemudian muncul bayangan akan kota yang dapat membuat nyaman masyarakat. Selain itu, sejak kecil Emil juga sudah memiliki jiwa wirausaha. Sewaktu SD dia pernah berjualan es mambo buatannya sendiri. Selama masa sekolah Emil dikenal sebagai pribadi yang aktif dan cerdas. Selain aktif di OSIS, Paskibra dan klub sepakbola, Emil selalu masuk urutan lima besar di kelas. Semasa kuliah di jurusan Arsitektur ITB, Emil juga aktif di himpunan mahasiswa dan unit kegiatan seni Sunda. Di kampusnya, jiwa wirausaha Emil kemudian tumbuh lagi, untuk mencari dana tambahan untuk keperluan kuliahnya Emil membuat ilustrasi cat air atau maket untuk dosen. Pada tahun 1997 Emil lulus dari ITB dan memilih untuk bekerja di Amerika Serikat. Tapi baru empat bulan bekerja dia dipecat karena imbas krisis moneter membuat klien asal Indonesia tidak membayar pekerjaanya. Malu untuk pulang Emil berusaha untuk tetap di Amerika, dan akhirnya dia mendapatkan beasiswa S2 di University of California, Berkeley. Untuk bertahan hidup dia merasakan makan sehari sekali dengan menu murahan seharga 99 sen dan bekerja di paruh waktu di dinas tata kota Berkeley. Di Amerika pengalaman untuk bertahan hidup Emil terus bertambah ketika istrinya, Atalia Praratya, akan melahirkan anak pertama. Bapak yang kini memiliki dua anak itu tidak punya uang sehingga akhirnya dia harus mengaku miskin pada pemerintahan kota setempat agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Akhirnya, dia menemani sang istri melahirkan di rumah sakit khusus orang miskin, tepatnya di bangsal yang penuh dengan ibu-ibu menjerit kesakitan ketika melahirkan. Baginya pengalaman jatuh-bangun itulah yang membentuk nilai-nilai hidupnya. Emil yang juga penulis blog ini juga mengaku dia tidak akan melupakan pengalaman itu dan justru pengalaman itulah yang dijadikannya motivasi. Pada tahun 2002 Emil kembali ke Indonesia dan dua tahun kemudian dia mendirikan Urbane. Menurut Emil pada empat tahun pertama Urbane memiliki target untuk membangun reputasi secara komersil, sementara empat tahun berikutnya, yang artinya sekarang, Urbane fokus pada membangun masyarakat miskin kota. Masalah yang pernah dia alami sendiri. Dari seluruh pengalamannya itu maka Emil memiliki filosofi to live is to give, hidup adalah untuk memberi. Kesusesan dirinya bersama Urbane saat ini dia sadari hanya keberuntungan karena roda kehidupan kadang di atas, kadang di bawah. Orang bilang kalau mati orang meninggalkan nama, tapi bagi Emil keinginan tertingginya jika dia mati nanti adalah meninggalkan inspirasi, ide dan cerita yang bisa dilanjutkan oleh orang lain. Biodata Nama : M. Ridwan Kamil Lahir : Bandung, 4 Oktober 1971 Jabatan : • Prinsipal PT. Urbane Indonesia • Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung • Senior Urban Design Consultant SOM, EDAW (Hong Kong & San Francisco), SAA (Singapura) Pendidikan : • Teknik Arsitektur, Institut Teknologi Bandung • Master of Urban Design, College of Environmental Design, University of California, Berkeley AS Penghargaan yang Diraih • 2004 Winner of International Design Competition • 2004 Islamic Center, Beijing, RRC • 2005 Winner of International Design Competition • 2005 Waterfront Retail Masterplan, Suzhou, RRC • 2005 Winner of International Design Competition • 2005 Kunming Tech Park, Kunming, RRC • 2006 Winner Internatonal Young Design Entrepreneur of The Year versi British Council Indonesia • 2007 Winner of International Design Competition for Aceh Tsunami Museum • 2008 Top Ten Architecture Business Award dari BCI Asia • 2009 Top Ten Architecture Business Award dari BCI Asia • 2009 Architect of The Year dari Elle Decor Magazine (Yanto Rachmat Iskandar) Sumber: www.indonesiakreatif.net
Ridwan Kamil, Karya Arsitekturnya Ada di Penjuru Dunia
Tinggal di Bandung dan memiliki kantor kecil di kota yang sama, juga berprofesi sebagai dosen Arsitektur ITB dan ketua Bandung Creative City Forum, Ridwan Kamil mematahkan mitos bahwa untuk sukses harus tinggal di Jakarta dengan kantor besar dan bekerja full professional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Yanto Rachmat Iskandar
Editor : Yanto Rachmat Iskandar
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 hari yang lalu