Bisnis.com, CIREBON - Tiga pegawai Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 7 Cirebon resmi dinonaktifkan dari tugas-tugas mereka setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Program Indonesia Pintar (PIP).
Keputusan itu diambil oleh Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah X Jawa Barat sebagai bentuk respons atas proses hukum yang tengah berjalan.
Kepala Sub Bagian KCD Pendidikan Wilayah X Abdul Fatah mengatakan pihaknya telah menerima pemberitahuan resmi dari aparat penegak hukum mengenai status hukum ketiga pegawai tersebut.
"Saat ini, yang bersangkutan sudah tidak lagi menjalankan tugas aktif di sekolah. Secara administratif mereka masih pegawai, namun tidak menjalankan peran praktis di sekolah,” ujarnya saat ditemui di Cirebon, Kamis (24/7/2025)
Ketiga tersangka terdiri dari T, yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah; RI, seorang guru sekaligus staf kesiswaan; dan I, kepala sekolah SMAN 7 Cirebon. Ketiganya disinyalir terlibat langsung dalam pemotongan dana PIP yang seharusnya diterima secara utuh oleh siswa penerima manfaat.
Menurut Abdul Fatah, langkah nonaktivasi tersebut diambil untuk menjaga netralitas proses hukum dan memastikan jalannya kegiatan belajar mengajar tidak terganggu. Pihak sekolah telah menunjuk sementara pegawai lain untuk mengambil alih tugas ketiga tersangka.
Baca Juga
“Untuk posisi struktural, kami masih menunggu instruksi resmi dari Dinas Pendidikan Jawa Barat. Baru setelah itu bisa ditunjuk pelaksana tugas secara formal,” jelasnya.
Ia menambahkan, pihaknya juga telah memperluas pengawasan ke sekolah-sekolah lain di wilayah kerjanya, terutama sekolah yang menerima dana PIP dalam jumlah besar. “Dari hasil pemantauan kami, baru SMAN 7 Cirebon yang terindikasi melakukan penyimpangan,” ungkapnya.
Kasus dugaan korupsi dana PIP di SMAN 7 Cirebon pertama kali mencuat setelah Kejaksaan Negeri Kota Cirebon melakukan penyelidikan atas laporan masyarakat. Pada Selasa (22/7), Kejari menetapkan empat orang tersangka: tiga berasal dari internal sekolah, sementara satu lainnya merupakan pihak eksternal.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Cirebon Slamet Haryadi mengungkapkan bahwa penyidik telah menyita uang tunai sebesar Rp368 juta sebagai barang bukti.
“Total kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik pemotongan dana PIP ini diperkirakan mencapai Rp467 juta dari total dana yang disalurkan sebesar Rp955,8 juta,” ujar Slamet.
Dana tersebut seharusnya diberikan kepada 500 siswa SMAN 7 Cirebon dengan besaran Rp1,8 juta per siswa. Namun, berdasarkan temuan penyidik, para siswa hanya menerima Rp1,6 juta setelah terjadi pemotongan sebesar Rp200 ribu per orang.
Praktik tersebut diduga dilakukan secara sistematis dengan dalih kebutuhan operasional dan berbagai alasan internal.
Abdul Fatah menegaskan, dalam proses penyaluran dana PIP, KCD tidak memiliki kewenangan teknis, melainkan hanya berperan dalam pendampingan dan pengawasan.
"Petunjuk teknis penyaluran dana sudah diatur oleh kementerian. KCD hanya memastikan dana itu disalurkan sesuai sasaran dan tidak terjadi penyimpangan,” katanya.
Ia mengakui, PIP menjadi program yang rentan disalahgunakan jika tidak diawasi ketat. Oleh karena itu, pihaknya berjanji akan memperkuat fungsi pengawasan ke seluruh sekolah negeri yang menerima dana serupa.
“Kami akan tingkatkan monitoring agar kejadian seperti di SMAN 7 Cirebon tidak terulang. Ke depan kami akan meminta setiap sekolah membuat laporan pertanggungjawaban penyaluran dana yang lebih transparan dan terbuka kepada orang tua siswa,” ujarnya.
Terkait proses hukum yang berjalan, KCD Wilayah X menyatakan tidak akan melakukan intervensi dan menyerahkan sepenuhnya pada aparat penegak hukum.
Abdul Fatah menekankan, kebijakan nonaktivasi pegawai dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian agar proses penyidikan berjalan lancar.
“Kami ingin menjaga netralitas dan memberi ruang penuh kepada Kejaksaan untuk menuntaskan kasus ini. Kami akan mengikuti arahan dari Disdik Jabar dalam menyikapi status kepegawaian tiga tersangka ke depan,” tuturnya.