Bisnis.com, CIMAHI - Tradisi pergantian tahun Saka Sunda di Kampung Adat Cireudeu, Kota Cimahi, masih menjadi magnet tersendiri yang menyedot perhatian wisatawan.
Tahun ini, tradisi leluhur tersebut digelar selama tiga hari, mulai Kamis (10/7/2025) hingga puncaknya pada Sabtu (12/7/2025) dalam rangkaian bertema Peringatan Tutup Taun 1958 Ngemban Taun 1 Sura 1959 Saka Sunda.
Abah Widi, Ais Pangampih yang merupakan salah satu tokoh penting di Kampung Adat Cireundeu menerangkan ritual Tutup Taun Ngemban Taun Saka Sunda menjadi gambaran dari kerukunan berbagai umat beragama dan keyakinan yang bermukim di Kampung Adat Cireundeu. Nilai-nilai toleransi tinggi ini mampu dipertahankan selama bertahun-tahun.
"Kita menjaga tradisi ini bukan cuma ritualnya saja. Bukan cuma buat kami orang Cireundeu. Tapi juga ada keakuran di sini. Akur antara kami di Cireundeu dengan masyarakat agama apapun, suku apapun. Di sini hadir dari Hindu, Budha, Kristen, Islam, semua hadir. Orang Jawa, orang Batak, juga ada di sini. Semua berbaur," jelas Abah Widi.
Salah satu tradisi yang juga menjadi keunggulan Kampung Adat Cireundeu adalah tidak memilih nasi sebagai bahan makanan pokok. Warga di sana lebih memilih olahan singkong sebagai karbohidrat dan hal tersebut telah diterapkan secara turun temurun.
"Cireundeu ingin mengajarkan banyak hal tanpa bermaksud menggurui. Kita tidak ketergantungan dengan nasi, tapi sudah makan singkong sejak lama. Orang yang hadir ke sini, kita suguhkan singkong supaya mereka juga terbiasa. Nantinya tidak ketergantungan dengan nasi. Itu juga salah satu ajaran yang kita ingin sampaikan di tahun baru ini," ujar Abah Widi.
Baca Juga
Pada peringatan ini, singkong serta hasil bumi lainnya dibawa ke area Bale Warga. Selain itu juga ada buah-buahan yang dihias sedemikian rupa untuk nantinya dinikmati bersama-sama.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Iendra Sofyan yang hadir di Peringatan Tutup Taun 1958 Ngemban Taun 1 Sura 1959 Saka Sunda mengaku terkesan dengan kebiasaan masyarakat Kampung Adat Cireundeu. Kadisparbud Jabar berharap tradisi ini dapat dipertahankan karena memiliki nilai budaya tinggi.
"Acara ini mengingatkan kita semua, bahwa di tengah globalisasi, kita tetap harus mengamanahkan warisan leluhur yaitu hidup rukun repeh rapih," ucapnya.
Triana Santika, tokoh Kampung Adat Cireundeu sekaligus penggerak Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) mengungkapkan berbagai acara kebudayaan dilaksanakan dan puncaknya adalah doa bersama yang dipimpin sesepuh adat, serta wisatawan lokal.
"Hal yang menjadikan Cireundeu unik bila dibandingkan kampung adat lainnya adalah di sini semua sajian makanan serba singkong, mulai dari nasi, kue, hingga cemilan," katanya.
Tradisi tutup taun menjadi puncak acara yang bisa mendatangkan ratusan wisatawan setiap harinya. Tentunya ini berbeda pada saat kondisi biasa seperti akhir pekan.
"Kami mengusung konsep eko-eduwisata, menawarkan kepada pengunjung atau wisatawan sehari menjadi warga Cireundeu. Mereka akan merasakan seperti apa hidup di lingkungan kampung adat, termasuk menginap di rumah warga adat," papar Triana.
Wisatawan akan diberikan pemahaman mengenai filosofi Kampung Adat Cireundeu yang menjadikan kampung ini bisa survived hingga saat ini.
Tak hanya itu, wisatawan juga bisa menikmati hiking ke Puncak Salam dengan bertelanjang kaki. Aturan ini wajib dipatuhi wisatawan sebagai salah satu larangan.
Saat ini pengunjung Kampung Adat Cireundeu setiap akhir pekannya mencapai 150 orang per hari, dengan kapasistas homestay yang dapat menampung 60 orang wisatawan.
Untuk mengenal lebih jauh tentang Kampung Adat Cireundeu, Anda bisa datang ke event Karya Kreatif Jawa Barat (KKJB) 2025 yang digelar di Trans Studio Mall (TSM) Bandung, 17–20 Juli 2025.
Berita ini merupakan bagian dari publikasi program Jelajah Pesona Jabar yang didukung oleh Bank Indonesia Perwaklan Jawa Barat, Bank BJB, dan JNE.