Bisnis.com, CIREBON - Sejumlah sekolah swasta di Kota Cirebon, Jawa Barat, mengeluhkan minimnya jumlah peserta didik baru dalam proses penerimaan siswa tahun ajaran 2025/2026.
Pihak sekolah menuding kebijakan pembatasan jumlah siswa per kelas di sekolah negeri sebagai penyebab utama sepinya peminat di sekolah-sekolah swasta.
Salah satu sekolah yang merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut adalah SMK Veteran, Kota Cirebon.
Hingga Jumat (11/7/2025), pihak sekolah mencatat hanya 9 hingga 11 calon siswa yang mendaftar untuk tahun ajaran baru.
Jumlah ini menjadi pukulan telak bagi sekolah yang pernah berjaya di era 1990-an dengan jumlah siswa mencapai lebih dari 1.000 orang.
Kepala SMK Veteran, Wahyu Hidayat, mengaku prihatin dengan situasi yang terjadi. Menurutnya, kondisi ini menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan sekolah-sekolah swasta yang sebagian besar bergantung pada dana operasional dari siswa.
Baca Juga
"Di Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ini, baru ada sekitar 9 sampai 11 siswa yang mendaftar. Ini tentu memprihatinkan," ucap Wahyu, Jumat (11/7/2025).
Wahyu menilai kebijakan pemerintah mengenai pembatasan maksimal 50 siswa per rombongan belajar di sekolah negeri telah memicu ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta.
Dengan daya tampung yang besar, sekolah negeri lebih cepat memenuhi kuota, sementara sekolah swasta harus bersaing memperebutkan sisa-sisa pendaftar yang belum tertampung.
Dia menambahkan, keberadaan sekolah swasta seharusnya menjadi mitra strategis pemerintah dalam menyukseskan pendidikan nasional.
Namun tanpa adanya regulasi yang mendukung keseimbangan distribusi siswa, sekolah swasta justru seperti diabaikan.
Pemerataan siswa, menurut Wahyu, bisa menjadi salah satu solusi yang meringankan beban sekolah swasta. Misalnya dengan menerapkan sistem zonasi yang tidak hanya mempertimbangkan jarak, tetapi juga kapasitas sekolah negeri dan swasta secara adil.
Dengan begitu, siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri dapat diarahkan ke sekolah swasta terdekat.
"Selama ini tidak ada afirmasi terhadap sekolah swasta. Kami dibiarkan bertarung sendiri di tengah sistem yang lebih menguntungkan sekolah negeri," ujarnya.
Selain masalah kuota dan kebijakan PPDB, Wahyu juga menyebut tantangan lain yang dihadapi sekolah swasta, yaitu persepsi masyarakat.
Banyak orang tua yang masih memandang sekolah negeri sebagai pilihan utama, meskipun dalam praktiknya sekolah swasta juga memiliki fasilitas dan tenaga pendidik yang mumpuni.
Dia pun berharap agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan dapat turun tangan menyikapi situasi ini.
Apalagi, di banyak daerah, sekolah swasta menjadi ujung tombak pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu bersaing di sekolah negeri.
"Kami ini sekolah rakyat, banyak menerima siswa yang berasal dari keluarga sederhana. Kalau sekolah seperti kami tidak diperhatikan, maka akses pendidikan untuk kelompok rentan juga terancam," tutur Wahyu.
Wahyu menekankan, sekolah swasta bukan pesaing sekolah negeri, melainkan pelengkap dalam ekosistem pendidikan nasional.
Dalam banyak kasus, sekolah swasta bahkan menjadi tempat terakhir bagi anak-anak yang terancam putus sekolah karena tidak lolos seleksi negeri atau kendala ekonomi.
"Kami siap membantu mendidik anak-anak bangsa, termasuk mereka yang putus sekolah. Tapi tentu butuh dukungan kebijakan yang berpihak," pungkasnya.