Bisnis.com, CIREBON - Ralisasi belanja daerah Pemerintah Kabupaten Cirebon hingga Jumat (11/7/2025) baru mencapai 39,28% atau sebesar Rp1,825 triliun dari total pagu anggaran sebesar Rp4,646 triliun.
Kinerja ini memunculkan sejumlah catatan kritis, terutama terkait rendahnya serapan anggaran oleh perangkat daerah teknis yang mengelola proyek-proyek fisik besar seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR).
Sekretaris Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Cirebon Yuyun Wardhana menjelaskan meski secara agregat realisasi tersebut masih dianggap tinggi secara nasional, namun secara ideal seharusnya pada pertengahan tahun, penyerapan sudah berada di atas 50%.
“Kalau melihat rata-rata, ya memang mestinya di atas 50% karena kita sudah masuk pertengahan tahun. Tapi kalau kita bandingkan dengan kabupaten/kota lain secara nasional, Cirebon termasuk tinggi,” ujar Yuyun, Jumat (11/7/2025).
Ia menambahkan, beberapa kendala turut memengaruhi lambatnya penyerapan belanja daerah. Di antaranya proses pengadaan barang dan jasa yang masih berjalan, serta adanya perubahan alokasi anggaran akibat revisi APBD 2025 yang baru disetujui dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).
Dari sisi kinerja belanja, sepuluh perangkat daerah mencatatkan serapan tertinggi. Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) menempati peringkat teratas dengan realisasi mencapai 51,79%.
Baca Juga
Diikuti oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebesar 50,42%, dan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) sebesar 49,01%.
"Diskominfo dan DPMPTSP itu kebanyakan belanjanya operasional dan berbasis layanan rutin, jadi lebih cepat dalam realisasi," jelas Yuyun.
Perangkat daerah lain yang mencatatkan realisasi di atas 45% antara lain Dinas Perhubungan (48,38%), Sekretariat DPRD (48,01%), Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (47,10%), Inspektorat (47,05%), Satpol PP (45,01%), Sekretariat Daerah (42,68%), dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (42,58%).
Berbanding terbalik dengan capaian tertinggi, Dinas PUTR justru menjadi perangkat daerah dengan serapan anggaran terendah yakni baru 16,93%. Anggaran dinas ini mayoritas terserap melalui proyek-proyek fisik seperti pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya.
“Kalau Dinas PUTR itu sebagian besar belanja fisik. Artinya, prosesnya panjang, mulai dari perencanaan, tender, sampai eksekusi. Biasanya memang baru berjalan pada semester kedua,” ujar Yuyun.
Sementara itu, perangkat daerah lainnya yang juga menunjukkan kinerja rendah antara lain Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dengan 20,69%, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPKP) 21,95%, Dinas Ketahanan Pangan 30,69%, Dinas Koperasi dan UKM 30,89%, Dinas Dukcapil 31,08%, Dinas Sosial 31,47%, Dinas Pengendalian Penduduk dan KB 31,64%, serta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) 33,49%.
“Beberapa perangkat daerah tersebut mengalami penyesuaian program belanja pasca perubahan APBD. Jadi wajar kalau progresnya masih rendah,” imbuhnya.
Menurut Yuyun, keterlambatan sebagian dinas juga disebabkan oleh adanya pergeseran prioritas dalam dokumen anggaran akibat perubahan APBD 2025.
Salah satu pemicunya adalah penyesuaian Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat, yang ditarik kembali sebesar Rp62 miliar.
“Kita harus menyesuaikan. Anggaran yang semula sudah dialokasikan untuk kegiatan tertentu, setelah ada pengurangan dari pusat, perlu kita revisi dan realokasi. Ini tentu membutuhkan waktu dan proses,” jelasnya.
Demi menjaga prioritas pembangunan, Pemkab Cirebon dalam perubahan anggaran tersebut memutuskan untuk mengalihkan sebagian besar belanja ke sektor infrastruktur, khususnya jalan.
Meski demikian, waktu pelaksanaan kegiatan infrastruktur menjadi lebih terbatas, mengingat proses administrasi baru selesai di pertengahan tahun.
Kondisi ini, kata Yuyun, perlu segera direspons dengan percepatan pelaksanaan kegiatan, terutama oleh perangkat daerah yang serapan anggarannya masih rendah.
BKAD sendiri telah memberikan imbauan kepada semua kepala OPD untuk melakukan percepatan penyerapan belanja, termasuk menyederhanakan proses administrasi tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian.
“Kalau tidak dikejar dari sekarang, ada risiko penumpukan kegiatan di akhir tahun. Ini yang harus kita hindari, karena bukan hanya rawan administrasi, tapi juga berdampak pada efektivitas pembangunan,” tutup Yuyun.