Bisnis.com, BANDUNG—Bupati Indramayu Lucky Hakim berdalih liburannya ke Jepang untuk memenuhi janjinya pada anak-anaknya, meski pada akhirnya urusan melancong tersebut dilakukan tanpa mengantongi izin.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan upaya Lucky memenuhi keinginan anak-anaknya bisa dipahami mengingat hak anak-anak mendapatkan kebahagiaan dari orang tua mereka. “Tapi kan bahagia tidak mesti ke Jepang,” katanya di Gedung Sate, Bandung, Selasa (8/4/2025).
Dia menilai sebagai kepala daerah, anak-anak mereka harusnya lebih bahagia berada di kabupaten yang dipimpin. Jika Indramayu dikatakan tidak seimbang dengan Jepang, Lucky menurutnya harus bisa membuat kondisi Indramayu seindah Jepang atau daerah wisata yang lain.
“Kalau mengatakan bahwa oh kotanya tidak seimbang Jepang, bikin dong seimbang Jepang. Kotanya tidak seindah Labuhan Bajo misalnya. Bikin seindah Labuhan Bajo karena itu tugas pemimpin. Jadi ini penting,” tuturnya.
Berangkat dari kasus yang menimpa Lucky, pihaknya meminta agar kepala daerah di Jabar bisa menciptakan tempat-tempat rekreasi yang indah agar bisa tetap berliburan di wilayah kerja masing-masing, tidak keluar negeri.
KDM, panggilan akrabnya, menilai Indramayu sejauh ini masih memiliki banyak persoalan mendasar seperti kemiskinan dan pengangguran selain infrastruktur yang harus dibenahi. KDM menunjuk fenomena penyapu koin di jalur pantura yang belum selesai sampai saat ini.
Baca Juga
“Apa sih di Indramayu yang selain infrastruktur yang perlu waktu untuk dibenahi adalah yang nyapu koin? Itu saya sudah berkunjung ke situ jauh sebelum jadi gubernur. Nah, ini kan kita harus cari rumusan bagaimana mereka berhenti nyapu koin. Kenapa? Karena dibubarin ada lagi, dibubarin ada lagi. Artinya dia harus ada pekerjaan. Kira-kira pekerjaan apa sih di situ yang akan membuat mereka tidak nyapu koin lagi?” tuturnya.
Menurutnya urusan ini harusnya dirumuskan oleh Lucky Hakim sebagai karena penyapu koin dinilai oleh para penduduk sebagai kebudayaan yang minim edukasi sehingga harus ditertibkan.
“Kan ini harus dirumuskan karena itu sesuatu yang menurut saya kebudayaan tapi tidak ada unsur edukasi yang harus segera dibenarkan,” katanya.