Bisnis.com, GARUT - Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah pusat mulai berdampak signifikan pada sektor usaha perhotelan dan restoran di Kabupaten Garut.
Sejumlah pelaku usaha mengeluhkan pembatalan reservasi oleh instansi pemerintah, yang berimbas pada menurunnya tingkat hunian hotel dan omzet restoran.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Garut Deden Rochim mengatakan kondisi ini telah dirasakan dalam beberapa pekan terakhir. Sejumlah hotel dan restoran yang selama ini mengandalkan kunjungan dari acara-acara pemerintah mengalami pembatalan pesanan secara mendadak.
"Dampaknya sudah jelas terasa. Ada banyak pembatalan reservasi dari berbagai instansi, mulai dari kementerian hingga dinas di tingkat kabupaten," ujar Deden, Selasa (25/2/2025).
Berdasarkan data sementara yang dihimpun PHRI Garut, setidaknya ada 13 pembatalan reservasi di empat hotel dalam beberapa minggu terakhir. Pembatalan ini datang dari berbagai instansi pemerintah yang sebelumnya telah memesan kamar dan fasilitas pertemuan untuk berbagai kegiatan.
Bukan hanya para pemilik usaha yang merasakan imbas dari kebijakan ini, tetapi juga ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor perhotelan dan restoran. Data PHRI menyebutkan bahwa lebih dari 7.000 orang di Kabupaten Garut bekerja di industri ini.
Baca Juga
Deden menjelaskan, jika situasi ini terus berlanjut, banyak hotel dan restoran yang terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja atau bahkan menutup usahanya.
"Kami tidak hanya bicara soal bisnis besar. Ada banyak karyawan yang bergantung pada sektor ini. Jika hotel dan restoran sepi, mereka yang pertama kali terkena dampaknya," ujarnya.
Kondisi ini membuat pelaku usaha semakin waspada dan mulai mencari strategi alternatif agar industri tetap berjalan meski tanpa dukungan dari acara-acara pemerintahan.
Selain mencari solusi, pelaku usaha juga berharap ada kebijakan yang lebih bijak dari pemerintah pusat dalam menerapkan efisiensi anggaran. Menurut Deden, efisiensi anggaran memang penting, tetapi harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor ekonomi lokal.
Ia menyoroti fakta pemerintah pusat masih memiliki susunan kabinet yang besar dan anggaran yang tidak sedikit untuk operasional birokrasi. Sementara itu, kebijakan efisiensi justru memukul sektor usaha kecil yang bergantung pada perputaran ekonomi lokal.
"Efisiensi anggaran seharusnya dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya di sektor yang langsung berdampak pada perekonomian masyarakat kecil. Jangan sampai yang dikorbankan justru pekerja hotel dan restoran yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini," tegasnya.
Deden berharap pemerintah daerah bisa turun tangan untuk mencari solusi agar industri perhotelan dan restoran tetap bisa bertahan. Selain pengembangan sport tourism, ia juga mengusulkan agar ada lebih banyak promosi wisata dan insentif bagi pelaku usaha yang terdampak kebijakan efisiensi anggaran.
Sejauh ini, PHRI Garut mengaku belum mendapatkan langkah konkret dari pemerintah daerah dalam menghadapi situasi ini. Namun, mereka tetap optimis bahwa jika ada sinergi yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, dan organisasi terkait, maka sektor perhotelan dan restoran bisa bertahan di tengah tantangan yang ada.
Deden mengingatkan, pariwisata adalah salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap perekonomian daerah. Jika industri ini terpuruk, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pemilik usaha, tetapi juga oleh masyarakat luas yang menggantungkan hidup pada sektor ini.
"Kami berharap pemerintah daerah bisa lebih aktif dalam mencari solusi. Sport tourism hanya salah satu alternatif, masih banyak langkah lain yang bisa diambil agar sektor ini tidak mati," pungkasnya.