Bisnis.com, BANDUNG--Industri hotel dan restoran di Jawa Barat terancam paling terdampak oleh efisiensi anggaran APBD dan APBN yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jabar menyatakan ada sekitar 40.000 karyawan berpotensi dirumahkan akibat kebijakan tersebut.
Ketua PHRI Jawa Barat Dodi Ahmad Sofiandi menjelaskan efisiensi ini sudah terasa sejak Januari 2025 lalu di mana hotel-hotel di Jawa Barat khususnya di Kota Bandung okupansinya hanya 30-35%.
"Kalau ini berkepanjangan bisa mengakibatkan kemungkinan besar usaha dari hotel dan pariwisata khususnya bisa memangkas karyawannya minimal 50% dari jumlah karyawan sekarang," kata Dodi saat dikonfirmasi, Rabu (12/2/2025).
Menurutnya, pada bulan Januari, kementerian maupun perangkat daerah di tingkat provinsi sudah banyak membatalkan pesanan untuk berbagai kegiatan.
Pembatalan ini berpengaruh, mengingat okupansi dari kegiatan-kegiatan tersebut menambah income besar di sektor perhotelan.
Baca Juga
Dodi menghitung, untuk memenuhi break even point (BEP) atau titik keseimbangan, okupansi hotel harusnya 50-55%. Dengan kondisi 30%, otomatis ada defisit 20-25%.
"Nah, defisit 25% kalau selama sebulan dua bulan masih bisa kita tanggulangi. tapi kalau sampai sampai akhir lebaran nanti April masih begini, semua hotel yang okupansinya kurang, sudah sepakat akan melaksanakan efisiensi dari semua kegiatan. Salah satunya yang paling besar (pengurangan) karyawan," jelasnya.
Jika semua hotel turut melakukan efisiensi kegiatan, Dodi menuturkan, akan banyak karyawan hotel dan restoran yang kemungkinan di PHK.
Ia mencontohkan, dari sekian banyak hotel di Kota Bandung baik dari bintang tiga hingga lima, potensi karyawan yang akan dirumahkan ada 10 ribu orang.
"Pengurangannya itu mencapai 50%. Jadi asumsinya kalau seluruh Jawa Barat antara 40 sampai 50 ribu yah. Tapi itu perkiraan, dan masih menghitung pastinya nanti," katanya.
Saat ini, sejumlah hotel di Kota Bandung juga sudah mencatat adanya kerugian miliaran rupiah dari efisiensi anggaran tersebut. Hal ini tercatat sejak awal Februari ini.
"Ini jumlah jumlah pembatalan pesanan hotel yang di Kota Bandung sudah kurang lebih Rp12,8 miliar. Sampai hari ini ya dan bisa bertambah terus, usaha enggak punya uang, pinjam dari bank harus nyicil," katanya.
Di sisi lain, efisiensi ini juga akan memberikan efek pengganda kepada beberapa UMKM yang memang telah bekerja sama dengan sektor perhotelan dan restoran. Sehingga, ia meminta pemerintah pusat mengkaji lebih dalam kebijakan efisiensi ini.
"Karena di hotel kan ada distributor makanannya, ada dari UMKM-nya, berarti kan berurutan semua. Kalau pesannya berkurang, berarti kurang, mereka juga sama mau memagkas karawanya. Jadi multi efeknya bukan di hotel saja karyawan di sub kontraktor di hotel-hotel juga sama," katanya.
Pernyataan PHRI Jabar ini sesuai dengan analisa dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat. lembaga pemerintah non kementerian itu menyatakan efisiensi akan sangat terdampak pada sektor restoran dan perhotelan.
"Pasti akan ada dampaknya kebijakan efisiensi itu. Efisiensi kan tidak hanya perjalanan dinas. Tapi kegiatan seperti seminar, FGD juga dibatasi. Itu bakal berdampak pada hotel dan resto," ujar Kepala BPS Jabar, Darwis Sitorus, dikutip Kamis (6/2/2025).
Darwis menerangkan, perhotelan ini okupansi akan meningkatkan saat masa libur panjang atau hari-hari tertentu. Sementara, selama hari biasa mereka masih mengandalkan penyewaan untuk ruang rapat dan juga seminar-seminar dari pemerintah.
"Sebagian besar ya pendapatan dari hotel saat weekday itu sekitar 60% berasal dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah," jelasnya.