Bisnis.com, CIREBON - Ketua Yayasan Guyub Berkah Sejahtera Cirebon, Deddy Sumedi diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari Bank Indonesia (BI).
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, Deddy merupakan seorang staf di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon Hilmy Rivai akan memastikan kalau Deddy adalah seorang staf di Bapenda Kabupaten Cirebon. "Kami akan pastikan yang bersangkutan adalah staf di Bapenda. Kami belum tahu," kata Hilmi, Rabu (12/2/2025).
Penyidik KPK memeriksa lima ketua yayasan sebagai saksi dalam penyelidikan dugaan korupsi terkait penyaluran dana CSR dari BI. Pemeriksaan berlangsung di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, pada Selasa (11/2/2025).
Berdasarkan informasi yang diperoleh, selain Deddy, KPK pun memeriksa Sudiono, yang menjabat sebagai Anggota KPU Kabupaten Cirebon sekaligus Ketua Yayasan Al-Kamali Arya Salingsingan Cirebon; Abdul Mukti, Ketua Pengurus Yayasan Al Firdaus Warujaya Cirebon; serta Ali Jahidin, Ketua Pengurus Yayasan As-Sukiny sekaligus guru di SMPN 2 Palimanan, Kabupaten Cirebon.
Selain itu, diperiksa pula Ida Khaerunnisah, yang sejak Ketua Yayasan Al-Fairuz Panongan Palimanan.
Baca Juga
Kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) memasuki babak baru setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan.
Dugaan penyalahgunaan dana ini pertama kali terungkap pada Agustus 2024, ketika muncul indikasi bahwa sebagian anggaran CSR BI tidak disalurkan sesuai peruntukannya.
Program CSR BI dirancang untuk mendukung berbagai inisiatif sosial, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Namun, pada pertengahan 2024, KPK mulai mencurigai adanya penyelewengan dalam alokasi dana tersebut.
Investigasi awal menunjukkan adanya indikasi sebagian dana justru digunakan untuk kepentingan pribadi oleh oknum tertentu.
Pada September 2024, dugaan tersebut semakin kuat setelah tim penyidik menemukan adanya aliran dana yang tidak sesuai dengan laporan pertanggungjawaban resmi. Sejumlah pihak yang terlibat dalam pengelolaan CSR mulai dipantau lebih ketat, sementara audit internal dilakukan untuk menelusuri transaksi keuangan terkait.
Pada Desember 2024, KPK mengambil langkah tegas dengan menggeledah kantor pusat BI di Jakarta. Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita berbagai dokumen serta barang elektronik yang diduga berkaitan dengan kasus ini.
Penggeledahan juga mencakup ruang kerja pejabat tinggi BI untuk mencari bukti tambahan. Tak lama setelah penggeledahan, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Meski identitas mereka belum diungkap secara resmi, keduanya diduga memiliki peran penting dalam pengelolaan dana CSR yang bermasalah.
Hingga awal 2025, penyidikan terus berlanjut dengan pemanggilan sejumlah saksi, termasuk pejabat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan tenaga ahli dari instansi terkait. Tim penyidik fokus mengungkap bagaimana mekanisme penyelewengan dana terjadi dan pihak mana saja yang turut terlibat dalam skandal ini.
Bank Indonesia sendiri menyatakan siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan menegaskan komitmennya untuk menjaga transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan dana CSR. Sementara itu, publik menanti hasil penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana kasus ini berdampak terhadap kepercayaan terhadap institusi keuangan negara.
Kasus ini menjadi perhatian luas, mengingat CSR seharusnya menjadi instrumen untuk membantu masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi segelintir pihak. Dengan terus berjalannya penyidikan, harapan besar tertuju pada penegakan hukum yang tegas dan transparan demi menjaga integritas sektor keuangan Indonesia.