Bisnis.com, CIREBON - Perwakilan Bank Indonesia (BI) Cirebon masih memprioritaskan usaha mikro kecil menengah (UMKM) di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) naik kelas.
Langkah ini dilakukan melalui berbagai program pembinaan dan pendampingan yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing UMKM di pasar domestik maupun internasional.
Kepala Perwakilan BI Cirebon Anton Pitono mengatakan penguatan sektor UMKM merupakan salah satu fokus utama BI dalam rangka pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
"UMKM memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, khususnya di wilayah Ciayumajakuning. Oleh karena itu, kami memberikan prioritas penuh untuk membantu UMKM naik kelas melalui akses permodalan, digitalisasi, serta penguatan kapasitas sumber daya manusia," kata Anton, Selasa (10/9/2024).
Program UMKM naik kelas yang diinisiasi oleh BI Cirebon meliputi beberapa aspek penting, antara lain peningkatan kualitas produk, akses pasar, serta peningkatan kapasitas manajerial.
Selain itu, BI juga menggandeng berbagai lembaga keuangan, pemerintah daerah, serta stakeholder terkait untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi pelaku UMKM.
Baca Juga
BI juga memfasilitasi UMKM dalam mengadopsi teknologi digital, sehingga mereka bisa memanfaatkan platform e-commerce untuk memperluas jangkauan pemasaran produk. "Binaan kami saat ini mencapai 350 UMKM," kata Anton.
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kabupaten Cirebon mengeluhkan dukungan pemerintah setempat dalam membantu memasarkan produk mereka.
Meski UMKM dianggap sebagai tulang punggung perekonomian daerah, banyak pengusaha kecil di wilayah tersebut merasa dibiarkan berjuang sendiri dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat.
Salah seorang pelaku UMKM di Kabupaten Cirebon, Dewi Andriani menyebutkan kendati pemerintah telah berulang kali menyatakan komitmen untuk mendukung sektor UMKM, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak pelaku usaha merasa tidak mendapatkan dukungan yang memadai.
Pengelola usaha kerajinan rotan ini mengaku kecewa terhadap minimnya dukungan dari pemerintah daerah.
"Kami kesulitan memasarkan produk kami. Sebenarnya, potensi pasar cukup besar, tetapi tanpa dukungan yang konkret dari pemerintah, kami kesulitan menjangkau konsumen yang lebih luas," kata Dewi.
Dewi menambahkan, berbagai program yang diadakan oleh pemerintah hanya bersifat seremonial dan tidak berdampak langsung pada peningkatan pemasaran produk UMKM.
"Kami sering mendengar ada program pelatihan atau seminar, tapi itu saja tidak cukup. Kami butuh akses ke pasar dan dukungan promosi yang nyata, bukan sekadar acara-acara formalitas," ujar Dewi.
Sulaiman, seorang pengusaha makanan ringan mengatakan salah satu kendala utama yang dihadapi UMKM adalah kurangnya akses ke pasar lebih luas, baik di dalam maupun di luar Cirebon.
"Kami berharap pemerintah bisa membantu membuka akses ke pasar-pasar besar, atau setidaknya memfasilitasi promosi di luar daerah. Tapi sejauh ini, kami masih berjuang sendiri untuk itu," kata Sulaiman.
Beberapa usulan yang disampaikan oleh para pelaku UMKM antara lain, adanya fasilitas pemasaran yang dikelola oleh pemerintah, peningkatan frekuensi pameran produk di luar daerah, serta pendampingan intensif untuk memanfaatkan teknologi digital dalam pemasaran.
Diharapkan mampu memperkuat daya saing pelaku usaha kecil di tengah ketatnya persaingan pasar. Tanpa dukungan yang konkret, UMKM di Cirebon dikhawatirkan akan kesulitan untuk bertahan dan berkembang dalam jangka panjang.