Bisnis.com, BANDUNG— Limbah dari TPA Sarimukti diduga telah mencemari air permukaan seperti Sungai Citarum dan Waduk Cirata hingga akibatkan sejumlah ikan alami mutasi genetika.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Pengolah Sampah dan Bank Sampah Nusantara (Perbanus) Kota Cimahi Wahyu Darmawan pada acara Mengungkap Fakta Pengelolaan TPA Sarimukti di Kota Bandung, Rabu (21/2/2024).
“Berdasarkan data dan fakta yang didapat, ada satu jalur sungai bahkan sudah tercemar oleh air lindi. Apalagi jalur sungai itu sudah tertutup oleh sampah. Dan itu bakteri e-colinya sangat luar biasa,” kata dia.
Menurut dia, sejak 2019 pihaknya sudah mencatat lebih dari satu juta kubik limbah B3 masuk ke Cirata. Limbah tersebut mengalir ke Sungai Cilimus dan masuk ke Waduk Cirata. Sayangnya, disana air tersebut menjadi tambak ikan, dan kemudian mengalir menjadi sumber air baku untuk sejumlah daerah.
Wahyu menjelaskan efek dari pencemaran tersebut sudah dialami oleh hewan yang ada di air. Hewan tersebut mengalami mutasi gen.
"Misalnya, hewan tersebut mestinya jari-jarinya ada lima tapi tinggal dua, bahkan tinggal satu. Ikan pun ginjalnya rusak. Ini berarti efeknya sudah sampai sedemikian rupa dahsyat,” jelas dia.
Hasil riset juga menunjukkan, imbas sungai yang tercemar tersebut, ikan yang dihasilkan dari Cirata tidak boleh dikonsumsi oleh anak lebih dari 1 ons dalam satu pekan. Jika lebih, maka akan terjadi dampak kesehatan.
Dia mengatakan, harus ada tindakan ekstra untuk melakukan percepatan penanganan oleh Satgas Citarum Harum, Pj gubernur Jabar, dan pihak lainnya.
Pasalnya, TPA tersebut disebutnya menjadi silent killer akibat limbah dan bakteri yang diduga telah mencemari lingkungan sekitar.
Kendati begitu, dia paham jika masalah limbah TPA Sarimukti ini tidak hanya terjadi tahun ini saja. Bisa jadi telah lama, namun ada pembiaran. Hal itu terlihat dengan adanya belasan indikator yang berada di bawah ambang batas. Artinya, indikator tersebut mestinya dicarikan solusinya sejak lama.
Namun, ia menyadari permasalahan TPA Sarimukti bukan hanya ada di pundak Gubernur saja tetapi melibatkan banyak pihak.
“Nah apa yang menjadi krusial bagi kami adalah konteksnya bukan soal benar atau salah tapi legal atau tidak legal. Ada 35 indikator lebih dari belasan yang melewati ambang batas. Ya jadi dampak yang berbahaya adalah ini ada silent killer,” ujar dia.
Menurut dia, masalah terbesar dari limbah sampah ini harus ditangani. Karena yang terdampak adalah keluarga masyarakat yang berada di Purwakarta, Karawang, Bekasi dan sedikitnya sebagian Jakarta.