Bisnis.com, CIREBON - Bank Indonesia Perwakilan Jawa Barat mencatat empat wilayah di Ciayumajakuning masuk daerah termiskin di Jawa Barat, yang semuanya merupakan bagian dari Metropolitan Rebana.
Empat wilayah tersebut yakni, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Majalengka.
Berdasarkan catatan tersebut, secara spasial, angka kemiskinan tertinggi diduduki oleh Kabupaten Indramayu dengan jumlah 12,77% dari total 1.871.832 jumlah penduduk. Sementara, angka kemiskinan kedua ada di Kabupaten Kuningan sebesar 12,76% dari jumlah penduduk sebanyak 1.196.017.
Kemudian, dalam lima besar predikat tersebut ada Kabupaten Cirebon dengan jumlah warga miskinnya sebanyak 12,01% dari 2.1315.417 jiwa. Lalu, Kabupaten Majalengka dari 1.328.894 jiwa, sebanyak 11,94% di antaranya merupakan warga kategori miskin.
Tingkat kemiskinan tinggi terjadi di wilayah yang didominasi oleh sektor pertanian. Sementara, cenderung lebih rendah pada wilayah dengan sektor utama industri atau perdagangan dan jasa.
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah tinggi masih perlu dikembangkan di kabupaten dengan tingkat kemiskinan relatif tinggi.
Baca Juga
Garis Kemiskinan (GK) di Jawa Barat pada periode Maret 2023 tercatat sebesar Rp495.229 per kapita per bulan. Hal itu meningkat dari periode September 2022 sebesar Rp480.350 per kapita per bulan.
Peningkatan GK pada Maret 2023 terhadap periode Maret 2022 tercatat sebesar 9,42% dan 3,10% terhadap September 2022 dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan menjadi komponen utama dalam pembentukan GK tercatat sebesar Rp367.040 atau 74,12% dan sisanya Garis Kemiskinan Non Makanan sebesar Rp128.189 atau 25,88%.
Hal ini menunjukan kalau pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih didominasi oleh pengeluaran kebutuhan makanan daripada nonmakanan. Lima Komoditas andil Garis Kemiskinan baik di perkotaan dan perdesaan yaitu beras, rokok filter, telur ayam ras, daging ayam ras serta kopi bubuk dan instan.
Sedangkan pada komoditas nonmakanan, penyumbang GK didominasi oleh pengeluaran perumahan, bensin, dan listrik.
Berdasarkan data tersebut, perlu adanya program pengendalian inflasi guna menjaga keterjangkauan harga komoditas pangan dan ketersediaan pasokan dalam rangka menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah.
Deputi Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat,Bambang Pramono menyebutkan empat faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Ciayumajakuning yaitu, pembangunan proyek pipa gas Cirebon-Semarang dan proyek bendungan.
Kemudian, investasi korporasi multiyears berupa pembangunan pabrik tekstil dan pengembangan kawasan industri.
“Terakhir, pengembangan sentra ekonomi garam rakyat di lahan seluas 600 hektare akan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Bambang, beberapa waktu lalu.
Menurut Bambang, meredanya dampak el nino di tahun 2024 serta sinergi dan kolaborasi yang terus dilakukan dalam pengendalian inflasi akan berjalan baik bila dilakukan secara seasonal maupun struktural.
“Kami optimis kalau inflasi di jawa Barat akan berada dalam rentang sasaran nasional sebesar 2,5%. Kami juga mendorong pemerintah daerah di Ciayumajakuning untuk meningkatkan akselerasi,” kata Bambang.