Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Nataru, Harga Pangan di Kabupaten Cirebon Terus Melonjak

Menjelang Natal dan Tahun Baru 2024, harga sejumlah kebutuhan pangan terus mengalami kenaikan.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, CIREBON - Menjelang Natal dan Tahun Baru 2024, harga sejumlah kebutuhan pangan terus mengalami kenaikan.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, Rabu (13/12/2023), beragam jenis pangan yang terus mengalami lonjakan harga mulai dari beras hingga cabai rawit merah.

Untuk beras kualitas medium yang dijual di pasar tradisional Kabupaten Cirebon seharga Rp14.000 per kilogram. Harga tersebut masih tinggi sejak tiga bulan terakhir.

Kemudian, komoditas lainnya yang belum menunjukkan penurunan harga terjadi pada gula pasir lokal. Harga gula pasir lokal naik dari angka Rp16.000 menjadi Rp18.000 per kilogram.

Selain beras kualitas medium dan gula pasir lokal, komoditas pangan masyarakat yang juga mengalami kenaikan harga yakni cabai rawit merah. Barang tersebut kini dijual dengan harga Rp100.000 perkilogram, dari sebelumnya hanya Rp51.000.

Bupati Cirebon Imron Rosyadi menyebutkan pemerintah daerah mengaku kesulitan mengendalikan harga salah satu pangan masyarakat itu.

Kenaikan harga tersebut terjadi karena dampak kejadian el nino dan perubahan cuaca ekstrem yang terjadi pada Desember 2023.

“Adanya kenaikan tersebut berdampak menguntungkan bagi petani. Tetapi, ini berdampak terjadi kenaikan harga beras yang cukup siginifikan dan menurunnya daya beli masyarakat,” kata Imron di Kabupaten Cirebon, Rabu (13/12/2023).

Dalam upaya pengendalian harga, pemerintah Kabupaten Cirebon saat ini mulai melakukan gerakan pangan murah (GPM).

Menurut Imron, GPM dilakukan sebagai upaya pengendalian inflasi, meningkatkan keterjangkauan dan daya beli pangan masyarakat serta strategis bagi masyarakat. 

“Salah satu indikator yang mempengaruhi stabilisasi harga pangan yang berakibat pada gejolak harga adalah terganggunya distribusi pangan, tidak meratanya distribusi bahan pangan antar wilayah, yang mungkin disebabkan oleh rendahnya produksi dan gangguan pada proses distribusi,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper