Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Merawat Harapan Kemandirian Pangan Lewat Biji Hanjeli

Bagi Asep, menemukan potensi tanaman tumbuhan biji-bijian (serelia) tropika dari suku padi-padian atau poaceae ini adalah perjalanan panjang.
Desa Wisata Hanjeli
Desa Wisata Hanjeli

Bisnis.com, BANDUNG -- Sudah 10 tahun Asep Hidayat Mustopa merawat eksistensi hanjeli dari kepunahan. Tanaman dengan nama latin Coix Lacryma-jobi ini kini ia jadikan sumber penghidupan bagi masyarakat Kampung Waluran, Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi

Bagi Asep, menemukan potensi tanaman tumbuhan biji-bijian (serelia) tropika dari suku padi-padian atau poaceae ini adalah perjalanan panjang. 

Sebelum ia menemukannya di 2010, sejak 2008 ia berkelana hingga ke 47 kecamatan di Sukabumi. Beras merah, beras biasa hingga komoditas lain pernah ia jajaki. Namun, tidak ada yang lebih menarik dari fakta yang ia temukan dalam sebiji hanjeli. 

Fakta-fakta menarik ia temukan kala melakukan percobaan dan penelitian terhadap kandungan yang ada di dalam biji hanjeli. Setelah 3 tahun lamanya mencari dan mencoba, di 2013 Asep memutuskan untuk serius menggarap hanjeli, yang kini tanamannya langka ditemui. 

"Penelitian dulu dari 2010, nah 2013 ini saya putuskan untuk serius," jelasnya kepada Bisnis, Senin (30/10/2023). 

Ia menjelaskan, sudah 1 dekade lalu ia mengetahui kandungan hanjeli lebih baik dari yang ada pada padi. Artinya, sebenarnya tanaman ini kata dia sangat berpotensi untuk menjadi sumber pangan alternatif di tengah mahalnya beras di pasaran. 

"Proteinnya dua kali lipat daripada beras biasa, kalsium tiga kali lipat dari beras biasa, dan banyak lagi yang menjadikan kandungan gizi di hanjeli ini lebih dari padi," ungkap dia. 

Jika dibandingkan, ia menyebutkan 1 kilogram hanjeli setara dengan 10 piring nasi. Berbeda dengan padi, yang hanya bisa menjadi 3-4 porsi. 

"Karena hanjeli kan lebih padat, dan merekah, jadi lebih banyak dari padi," ungkapnya. 

Saat ini, ia berkolaborasi dengan banyak petani di kecamatan lain yang sudah tertarik menanam hanjeli. Padahal sebelumnya, para petani di desanya menjadikan hanjeli bak pagar pembatas antara satu kebun, dengan kebun lainnya. 

"Total ada beberapa kecamatan penghasil hanjeli, yaitu Waluran, Jampang Tengah, Lengkong, Ciemas, Kalibunder dan Purabaya," ungkapnya. 

Dalam sekali masa panen, petani di enam kecamatan tersebut bisa menghasilkan 70-100 ton hanjeli. Untuk setiap kilogramnya, saat ini hanjeli dibanderol dengan harga Rp30.000.

Dalam perjalanan mengembangkan hanjeli sebagai sumber pangan alternatif dari padi, Asep menghadapi banyak tantangan. Tidak sedikit cemoohan harus diterima Asep yang pada 2010 lalu mulai memberanikan diri menanam hanjeli. 

"Banyak yang ngetawain dulu, mana bisa tanaman pagar menjadi uang," seloroh dia mengingat cemoohan pada saat itu.

Namun, seiring berjalannya waktu, melihat kesuksesan Asep dalam memonetisasi hanjeli, masyarakat sekitar mulai tertarik menanam apa yang dulu dicemooh.

Mengusung kolaborasi bersama, ia mulai merangkul pekerja migran Indonesia (PMI) yang mayoritas kaum hawa untuk bersama dirinya untuk mengembangkan hanjeli. Para pemuda pun ia berdayakan untuk membangun generasi optimis untuk bertani.

Asep yang juga pernah 2 tahun menjadi PMI di Arab Saudi, kini menyebarkan semangatnya hingga ke penjuru Sukabumi bahwa dengan cinta, perjalanan mengejar misi lebih berarti.

"Sekarang Alhamdulillah mereka bisa mendapatkan penghasilan tanpa harus kembali menjadi PMI," jelas dia.

Sukses Kembangkan Desa Wisata Hanjeli

Asep terus memutar otak, bagaimana hanjeli yang sudah ia tekuni bisa menghidupi banyak masyarakat di daerahnya. Dari lamunannya tersebut, kemudian tercetus ide untuk membuat kampung wisata yang ia labeli Desa Wisata Hanjeli.

Di Desa Wisata Hanjeli ini Asep menyuguhkan atraksi panen hanjeli hingga mengolah hanjeli jadi beragam kudapan, minuman hingga perhiasan, mulai dari rengginang, dodol, liwet, minuman, tepung hingga sabun.

Lewat wisata edukasi berbasis pangan lokal ini Asep terus menapaki mimpi untuk menjadikan hanjeli sebagai pangan lokal khas Sukabumi.

Ribuan wisatawan, baik pelajar, peneliti, masyarakat hingga wisata mancanegara datang ke Desa Wisata Hanjeli tersebut. Hal ini menjadi capaian positif dari Asep yang merupakan sarjana pendidikan ini dalam memperkenalkan kembali hanjeli.

"Dalam satu bulan perputaran uangnya bisa lebih dari Rp40 juta," jelasnya.

Ke depan, ia berharap pemerintah dan instansi terkait bisa melihat potensi hanjeli sebagai sumber pangan alternatif. Terlebih, saat ini harga padi terus fluktuatif.

Namun, saat produksi hanjeli ini bisa dimasifkan, ia menilai hal ini akan menjadi langkah diversifikasi pangan yang nyata dari pemerintah untuk merespons permasalahan harga padi saat ini.

Ia pun berterima kasih kepada Bank Indonesia yang sudah terlibat aktif dengan pihaknya dalam menjadikan potensi hanjeli bisa diketahui publik.

"Alhamdulillah, Bank Indonesia membuatkan kami aula. Semoga ke depan bisa melanjutkan bantuannya untuk mendorong produksi hanjeli," jelasnya.

Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Bambang Pramono menjelaskan hanjeli memang menjadi alternatif pangan yang potensial.

Namun, memang soal literasi diversifikasi pangan masih menjadi pekerjaan rumah bagi banyak pihak untuk menjadikan sumber pangan lain sebagai kebutuhan pokok.

"Hanya saja hanjeli harus disosialisasikan, karena dari segi kandungannya itu sangat baik dari pada beras," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dea Andriyawan
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper