Bisnis.com, CIREBON - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon menyatakan sejumlah risiko pemicu inflasi harus diwaspadai masyarakat Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) pada 2023 ini.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Cirebon Hestu Wibowo menyebutkan, risiko yang pertama adalah peningkatan mobilitas masyarakat.
Menurutnya, peningkatan tersebut terjadi akibat dicabut status pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Selain itu, sudah mulai banyak berbagai event yang diselenggarakan di wilayah Ciayumajakuning, di antaranya, konser musik, acara budaya, dan lain sebagainya.
“Hal ini berpotensi meningkatkan permintaan terhadap pasokan bahan pangan maupun transportasi,” kata Hestu saat ditemui di Kawasan Gronggong, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (27/6/2023).
Risiko selanjutnya, lanjut Hestu, pemberian bantuan sosial yang tidak diimbangi oleh ketersediaannya pasokan.
Bantuan sosial yang diberikan pemerintah di antaranya, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan bansos yatim piatu.
“Apabila penyaluran bansos yang tidak diimbangi peningkatan sisi hulu juga berisiko meningkatkan harga pangan di pasar,” ujar Hestu.
Dalam catatan Bank Indonesia, risiko lain mengancam inflasi terkerek adalah, hari libur nasional. Sepanjang 2023, jumlah hari libur tersebut sebanyak 24 kali.
Hestu mengatakan, masuknya wisatawan domestik dari wilayah sekitar Ciayumajakuning juga menjadi faktor meningkatnya permintaan berbagai komoditas inflasi.
“Jumlah libur pada 2023 ini lebih banyak dibandingkan dengan 2022 yang hanya 16 hari,” kata Hestu.
Faktor terakhir yaitu, gangguan cuaca, di mana La Nina mulai melemah dan bergerak ke El Nino.
Kondisi tersebut berdampak pada perekonomian nasional yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku yang tinggi dan berimplikasi pada meningkatnya tekanan inflasi.
"Selain berdampak pada perekonomian nasional, dinamika global tersebut juga turut berdampak pada perekonomian Jawa Barat dan Ciayumajakuning,” kata Hestu.