Bisnis.com, BANDUNG — Tumbuh sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD) terbesar di Indonesia, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau Bank BJB ibarat barometer bagi BPD lain di Indonesia.
Terus bertumbuh, aset Bank BJB kini sudah mencapai Rp159,3 triliun. Bandingkan dengan aset BPD lain seperti Jawa Tengah maupun DKI Jakarta yang berkisar di angka Rp65 triliun sampai Rp75,9 triliun. Belum dari sisi kinerja yang terus moncer setiap tahun, membuat BJB jadi benchmark terutama untuk urusan pengalaman go public.
Wakil Gubernur (Wagub) Sumut Musa Rajekshah bersama direksi Bank Sumut saat melakukan kunjungan kerja ke Bank BJB awal Februari lalu mengatakan pihaknya harus belajar banyak dari BJB mengingat Bank Sumut sudah direncanakan untuk menggelar Initial Public Offering (IPO).
"Saya lihat Bank BJB meski punya pemerintah daerah, tapi keberadaannya diterima masyarakat di wilayah atau provinsi lainnya. Bahkan, beberapa ASN kita juga ada yang menjadi nasabah Bank BJB. Ini kami evaluasi kenapa kepercayaan masyarakat bisa timbul. Dengan ini kami berkeinginan Bank Sumut juga bisa melakukan hal yang sama," ujarnya.
Sebagai Bank Pembangunan Daerah (BPD) pertama yang menggelar IPO di tahun 2010, dan menjadi BPD terbesar di Indonesia dengan kepemilikan aset dalam jumlah besar dan infrastruktur yang kuat, Bank Sumut harus bisa mencontoh.
“Saya juga berharap setelah IPO ini, Bank Sumut sebagai BUMD yang menjadi sumber PAD terbesar di Sumut ini bisa lebih profesional. Semoga berkah untuk Bank BJB yang tidak pelit ilmu," ujarnya.
Direktur Operasional Bank Sumut Rahmat Fadilah Pohan menambahkan posisi aset Bank Sumut saat ini mencapai Rp38 triliun dengan perolehan laba sebesar Rp614 miliar per 31 Desember 2021. Bank Sumut direncanakan melantai di bursa pada Juni 2022 mendatang.
Baca Juga
"Saat ini Penjamin Emisi Efek, konsultan dan profesional pendukung sudah ada. Insya Allah, kalau tak ada halangan kami melantai di pasar sekunder di bulan enam paling cepat atau selambatnya di bulan September. Kami berharap masukan dari Bank BJB untuk kesiapan ini," katanya.
Tak jauh dengan urusan melantai, DPRD Jawa Tengah misalnya, pada medio 2021 lalu secara khusus melakukan studi guna mempelajari kinerja BJB yang sudah menjadi perusahaan terbuka. Ketua Komisi C DPRD Jawa Tengah Bambang Hariyanto mengatakan setidaknya ada dua hal pihaknya harus belajar banyak pada BJB.
“Pertama, kaitanya bagaimana kami bisa membuat ekosistem BUMD di jasa keuangan kita tetap dalam spirit kebersamaan dan kolaborasi. Kedua, BJB yang sudah go public menjadi pembelajaran untuk Jawa Tengah,” tuturnya dilansir dari situs resmi DPRD Jawa Tengah.
Menurutnya pengalaman BJB melantai akan menjadi masukan penting dalam rencana BPD Jawa Tengah go public yang akan dirumuskan pada Perda yang akan dibahas 2022 ini. “Dalam konteks ini, meskipun kita go public artinya masyarakat memiliki kontribusi hak kepemilikan saham, tapi tetap pemda tetap menjadi pengendali secara mayoritas,” tuturnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Menurutnya dalam nota kesepahaman antara Pemprov Aceh dengan Pemprov Jawa Barat dimungkinkan BUMD Aceh untuk belajar banyak ke Jawa Barat, terutama ke BJB. Bank daerah milik Pemda Provinsi Aceh yakni Bank Syariah Aceh akan belajar manajemen keuangan dan SDM ke Bank BJB.
Nova mengatakan, Bank BJB merupakan bank daerah terbesar di Indonesia yang memiliki aset lebih dari Rp100 triliun. "Bank Syariah Aceh akan belajar banyak kepada Bank BJB sebagai bank daerah terbesar di Indonesia yang jumlahnya asetnya berbeda jauh dengan Aceh," ujarnya.
Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi memastikan sebagai BPD yang memiliki jaringan terbesar di Indonesia, pihaknya tidak akan pelit ilmu. Bank BJB siap bersinergi dan kolaborasi dengan BPD lain di Indonesia dengan semangat meningkatkan pelayanan kepada nasabah dan pemerintah daerah.
Pihaknya juga memastikan kolaborasi Bank BJB dengan BPD lain di Indonesia bertujuan untuk kemajuan bersama serta saling menguntungkan. “Kolaborasi adalah hal paling penting yang harus dilakukan BPD serta melakukan inovasi dan bertransformasi agar bisa bersaing di industri perbankan” katanya.
Terkait rencana BPD lain untuk IPO, pihaknya menyambut baik. Menurutnya sejak awal berdiri di tahun 1961, BJB terus berinovasi dalam berbagai aksi korporasi untuk menunjang pertumbuhan bisnis.
“Tahun 1991, kami menerbitkan obligasi untuk pertama kalinya. Tahun 2000, kami menjadi BPD pertama yang menjalankan sistem dual banking konvensional dan syariah dan BPD pertama yang menggelar IPO pada 2010,” katanya.
Dengan IPO tersebut, Bank BJB mampu berkembang hingga saat ini memiliki aset Rp160 triliun. Maret 2022 mendatang, BJB bahkan berencana kembali menerbitkan 925 juta lembar saham baru melalui skema rights issue.