Bisnis.com, BANDUNG - Jembatan Cirahong yang terletak di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, menjadi daya tarik tersendiri lantaran menjadi satu-satunya jembatan dengan fungsi ganda di Indonesia. Bagian atas rel kereta api dan bagian bawahnya digunakan oleh kendaraan bermotor.
Fungsi ini disebut juga double deck atau geladak ganda yang memiliki fungsi bisa digunakan mode alias 2 in 1 (two in one). Bila diamati, model Jembatan Cirahong mirip dengan Jembatan Brooklyn di Amerika Serikat. Keduanya memiliki fungsi serupa. Bagian atas jembatan dipergunakan untuk jalur kereta api, sedangkan jalur di bawahnya dimanfaatkan buat lalu lintas kendaraan bermotor serta tempat lalu lalang para pejalan kaki.
Perbedaannya, Jembatan Brooklyn yang merupakan jembatan dengan suspensi kabel baja pertama di dunia dan dibangun 10 tahun sebelum pembangunan Jembatan Cirahong memiliki dua jalur untuk kereta api di bagian atas dan dua jalur untuk kendaraan lain di bawahnya. Sementara Jembatan Cirahong cuma memiliki satu jalur kereta api di atas dan satu jalur sempit buat kendaraan lain di sebelah bawah.
Lantaran memiliki luas yang tidak terlalu lebar, alhasil kendaraan dari dua arah harus bergantian untuk melintasi jembatan ini. Sensasi yang bisa dirasakan saat memasuki jembatan ini menggunakan kendaraan bermotor ataupun berjalan kaki adalah unik, menarik dan menggetarkan nyalin seakan tengah melakukan perjalanan antar lorong waktu.
Jembatan Cirahong adalah jembatan kereta api yang terletak di perbatasan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis yang menghubungkan wilayah Desa Panyingkiran di Kabupaten Ciamis dengan Kecamatan Manonjaya di Kabupaten Tasikmalaya.
Jembatan ini melintas tepat di atas aliran Sungai Citanduy yang merupakan perbatasan kedua kabupaten di Jawa Barat itu. Jembatan Cirahong adalah jalur alternatif dari Tasikmalaya menuju Ciamis lewat Manonjaya dan sebaliknya.
Beralamat di Jl. Raya Cirahong, Margaluyu, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat 46197, Jembatan Cirahong memiliki bentang panjang total 202 meter dan berada di ketinggian 66 meter di atas Sungai Citanduy yang bermuara ke Laut Kidul, serta ditopang penyangga beton setinggi 46 meter.
Jembatan dengan nomor registrasi BH 1290 ini berada di sebelah timur Stasiun Manonjaya yang berada di wilayah kerja PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung.
Jembatan ini dibangun menggunakan konstruksi baja yang banyak dan cukup rapat, Cirahong menjadi satu-satunya jembatan kereta api peninggalan Belanda di Kabupaten Ciamis.
Dikutip dalam laman Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang, Jembatan ini mulai dibangun tahun 1893 oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatspoorwegen, Jembatan Cirahong merupakan bagian dari pembangunan rel kereta api jalur selatan di Pulau Jawa oleh pemerintah kolonial Belanda.
Gaya arsitektur yang diterapkan pada jembatan ini pun sangat unik. Konstruksinya berupa besi baja yang disusun bertingkat dengan rusuk pelat untuk menampung lalu lintas mobil, motor, sepeda hingga pejalan kaki di sebelah bawah serta rusuk kontinu untuk keperluan jalur kereta api di bagian atas. Jembatan ini diketahui diperkuat kembali pada 1934 silam.
Tidak ada angkutan umum roda empat resmi yang melewati jalur Jembatan Cirahong. Kendaraan yang melintas umumnya angkutan pribadi. Karena lebar badan jembatan hanya cukup untuk satu mobil atau sekitar 2 meter, kendaraan yang melintas harus bergantian. Biasanya ada beberapa warga yang bertugas mengatur lalu lintas di kedua ujung pintu jembatan.
Warga dari daerah Manonjaya mengatur arus masuk kendaraan dari pintu jembatan sebelah selatan atau pintu dari arah Manonjaya. Sedangkan warga Ciamis mengatur lalu lintas dari arah utara. Bergantian berjaga selama 24 jam, mereka hanya mendapatkan upah alakadarnya dari sopir atau warga yang melintas di Jembatan Cirahong.
Pembangunan Jembatan Cirahong ini tidak lepas dari peran R.A.A. Kusumadiningrat atau biasa disapa Kangjeng Prebu, Bupati Galuh Ciamis tahun 1839 – 1886.
Kala itu pemerintah kolonial Belanda sedang membangun jalan kereta api jalur selatan yang melewati Bandung, Garut, Tasikmalaya, dan Banjar, selanjutnya menyambung ke Jawa Tengah.
Selain untuk angkutan massal, pembangunan jalur kereta api tersebut juga untuk mengangkut hasil bumi dari tatar Priangan, seperti kapas, kopi, kapol, dan lainnya ke Jakarta.
Saat itu, memang banyak perkebunan baru dibangun di daerah Galuh, seperti perkebunan Lemah Neundeut, Bangkelung, dan lain-lain. Transportasi kereta api diharapkan bisa mempermudah jalur angkutan barang maupun mobilisasi penduduk. Di samping mengangkut hasil perkebunan, dengan jalur kereta api ini Belanda juga sangat efektif mengontrol kawasan jajahannya, terutama wilayah yang berada di pedalaman dan di bagian selatan Pulau Jawa.
Awalnya, Jembatan Cirahong tidak direncanakan dibangun. Dari gambar rencana yang dibuat pemerintah kolonial Belanda, jalur kereta api dari Tasikmalaya tidak melewati Kota Ciamis. Tetapi mengambil jalur ke Cimaragas atau sebelah selatan Sungai Citanduy. Setelah itu, masuk Kota Banjar. Seterusnya, jalur terbagi dua. Menuju Pangandaran dan Cilacap Jawa Tengah.
Pertimbangannya, apabila melintas Kota Ciamis, maka pemerintah Belanda harus membangun dua jembatan melewati Sungai Citanduy. Rencana ini tentu saja bakal memakan biaya yang sangat mahal. Informasi itu akhirnya sampai ke telinga Kangjeng Prebu, yang saat itu sudah pensiun dari jabatan Bupati Galuh Ciamis.
Kangjeng Prabu yang masih memiliki pengaruh ke pemerintah kolonial, kemudian melobi Belanda agar jalur rel kereta yang hendak dibangun tersebut melintasi Kota Ciamis. Ada beberapa pertimbangan yang disampaikan Kangjeng Prebu. Pertama, jumlah penduduk Kota Ciamis sudah lebih besar dibanding Cimaragas, sehingga keberadaan kereta api akan lebih bermanfaat untuk masyarakat. Selain itu, adanya stasiun kereta api akan memperkuat eksistensi Ciamis sebagai ibu kota Kabupaten Galuh.
Setelah melalui lobi panjang, akhirnya pemerintah kolonial menyetujui usulan Kangjeng Prebu. Belanda kemudian membangun dua jembatan di atas Sungai Citanduy. Jembatan Cirahong di Manonjaya dan Jembatan Karangpucung di dekat Kota Banjar. Sudah tentu, biaya yang dihabiskan untuk pembangunannya terbilang mahal. (K34)