Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cerita Tukang Las di Cirebon yang Koleksi Ribuan Koran dan Majalah

Engkos bercerita, pada tahun 1980-an, situasi sosial dan politik sangat memanas. Sebagai pembaca, ia pun tidak rela kehilangan informasi terkini. Utang kepada agen koran hingga memungut koran, pernah ia lakoni demi membaca sebuah berita.
Engkos Kosasih saat memamerkan koleksi surat kabar tempo dulu miliknya/Bisnis-Hakim Baihaqi
Engkos Kosasih saat memamerkan koleksi surat kabar tempo dulu miliknya/Bisnis-Hakim Baihaqi

Sejumlah peristiwa pada zaman orde baru hingga babak anyar reformasi yang dicatatkan para pewarta berbagai media cetak nasional masa itu, disimpan baik oleh Engkos Kosasih, 58, warga Blok Royom, Kelurahan Babakan, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon.

Engkos yang bekerja sebagai tukang las ini, memiliki hobi unik, yaitu mengoleksi koran serta majalah terbitan lama. Di rumah kecilnya itu, sebanyak 3.000 lebih eksemplar karya jurnalistik disimpan di dalam rak kecil yang bersebelahan dengan dapur serta kamar kecil.

Koleksi ribuan majalah serta korannya itu, sebagian besar dalam kondisi menguning dan menempel antara lembar satu dengan lembar lainnya. Beberapa koleksi yang sudah mengalami kerusakan, kemudian dipindahkan ke dalam buku kliping.

Perkenalannya dengan surat kabar dimulai pada 1976 di Kabupaten Karawang, saat baru saja lulus di bangku sekolah dasar. Saat itu, ia membaca sebuah buletin islami yang didapatkan di salah satu masjid, seluruh sajian dalam buletin tersebut dibaca tuntas oleh Engkos.

Bahkan, ia pun sempat melakukan pencarian buletin serupa ke berbagai tempat di wilayah Karawang untuk menjadi koleksi atau juga dibaca untuk menghilangkan suntuk selepas belajar di sekolah.

"Dari kecil memang hobi baca, apapun yang ada tulisannya selalu saya baca," ujar Engkos kepada Bisnis.com di kediamannya yang berjarak dua kilometer dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Cirebon, belum lama ini.

Tidak berhenti di situ, selepas menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat akhir (SLTA) pada 1983, Engkos mulai sering merogoh koceknya untuk membeli surat kabar harian. Berita politik serta sosial, menjadi alasan pria beranak empat tersebut untuk terus membaca karya jurnalistik.

Engkos pun bercerita, pada tahun 1980-an, situasi sosial dan politik sangat memanas. Sebagai pembaca, ia pun tidak rela kehilangan informasi terkini. Utang kepada agen koran hingga memungut koran, pernah ia lakoni demi membaca sebuah berita.

"Dari situ, saya tidak pernah membuang koran yang sudah dibaca. Koran dan majalah yang selalu saya baca mulai dari Pikiran Rakyat, Tempo hingga Kompas," kata Engkos.

Engkos bercerita, kalau hobi mengkoleksi surat kabar itu dilakukan pula oleh ia sebagai pembelajaran, lantaran pada awal 1990 Engkos tergabung ke dalam organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) mewakili buruh industri manufaktur di Cakung, Jakarta.

Beberapa narasi pers dalam surat kabar tersebut, sering ia didiskusikan dan diaplikasikan bersama rekan-rekan buruh. Berita dalam salah satu terbitan menurutnya, mengajak masyarakat untuk menggali potensi bidang lain tidak dan tidak terpaku dengan masing-masing bidang ilmu (linier).

"Selain informasi, berita di koran juga mampu mencerdaskan pembacannya. Saya putuskan untuk mengoleksi semua bacaan surat kabar ini," katanya.

Namun sayang, ribuan eksemplar koleksinya itu sebagian di antaranya sudah mengalami kerusakan, mulai dari menguning hingga hancur akibat lembap. Setiap harinya, ia selalu menyempatkan untuk menjemur koleksi antiknya tersebut di bawah sinar matahari.

Engkos bercerita, beberapa majalah serta koran tempo dulu itu masih sering ia baca. Selain untuk mengobati kerinduan, digunakan pula sebagai bahan diskusi dengan orang terdekat, mulai dari keluarga, sanak famili, hingga tetangga.

Sebelum pandemi, rumahnya itu sering dikunjungi oleh kelompok mahasiswa hingga pelajar SMA. Tujuan dari kelompok itu yakni, melihat secara langsung ribuan koleksi milik Engkos. Beberapa kali, barang kesayangannya ditawar untuk dibeli, namun tidak diberikan.

Engkos pun mengajak kepada seluruh generasi muda, terutama di Kabupaten Cirebon untuk rajin membaca. Menurutnya, aktivitas membaca ini merupakan salah satu metode untuk merawat ingatan.

"Di umur yang sudah tidak muda lagi ini, saya belum mengalami gangguan kesehatan, terutama ingatan. Saya juga masih ingat berita di koran tahun sekian," katanya.

Okri Riyana, 29, pewarta foto di Kabupaten Cirebon mengaku kaget dengan saat melihat jumlah koleksi surat kabar tersebut. Menurutnya, bukti sejarah perkembangan pers di Indonesia sebagian kecilnya disimpan baik oleh Engkos di dalam rumahnya.

"Saya sebagai wartawan pun tidak punya koleksi macam itu. Ini menunjukkan, hasil karya dari wartawan tempo dulu itu sangat membekas di hati para pembaca," kata Okri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper