Bisnis.com, BANDUNG - Masyarakat petani tembakau yang tergabung dalam Asosisi Petani Tembakau Indonesia (APTI), mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menolak rencana pemerintah khususnya Kementerian Keuangan yang akan menaikkan dan melakukan simplifikasi pemungutan cukai rokok pada 2021.
Ketua APTI Jawa Barat Suryana, menjelaskan kebijakan kenaikan dan simplifikasi (penyederhanaan) cukai hanya akan berdampak pada turunnya harga tembakau di tanah air yang merugikan masyarakat petani tembakau. Selain itu kalau sampai diberlakukan simplifikasi cukai rokok, hanya akan menguntungkan satu perusahaan besar asing dan tentunya sangat merugikan para petani tembakau di Indonesia.
"Kenaikan cukai tembakau itu efek yang dirasakan petani sangat terasa karena harga tembakau anjlok dengan turunnya permintaan pabrikan. Bahkan, pengusaha cenderung tidak mau membeli tembakau yang dihasilkan petani lokal," kata Suryana, dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Rabu (8/7/2020).
Baca Juga : Pemerintah Diminta Perhatikan Petani Tembakau |
---|
Dia berharap pengusaha besar mengerti dengan para petani di mana pengusaha besar tidak akan bisa berjalan kalau tidak ada bahan baku dari petani.
"Petani juga mengharapkan para pengusaha besar lebih maju karena otomatis akan berpengaruh terhadap penjualan tembakau dari petani lokal," tambahnya.
Suryana menjelaskan, berdasarkan pengalaman 2019 lalu, pemerintah menaikkan cukai dan harga jual eceran (HJE) tembakau masing-masing sebesar 23 persen dan 35 persen telah membuat hasil panen petani temabaku selama 6 bulan tidak ada yang membeli. Dari kasus tersebut, pihaknya mengambil kesimpulan pertama ada penuruna harga jual tembakau dari petani, kedua adanya penurunan produksi dan ketiga adanya penuruna volume.
"Kami sampaikan kepada (Fraksi PKB DPR RI) yang pertama kami menolak terhadap kenaikan cukai tahun 2021, karena dengan kenaikan cukai 23% & HJE 35% sangat memberatkan bagi para petani tembakau karena berimbas kepada penurunan harga jual tembakau," tegas Suryana.
Sedangkan penolakan terhadap rencana simplifikasi pemungutan cukai, menurut Suryana, dikarenakan kebijakan tersebut direncanakan dan hanya menguntungkan satu pabrikan atau perusahaan rokok besar asing yang ada di Indonesia. Hal tersebut pada akhirnya akan sangat merugikan para petani tembakau dan juga pabrik rokok lainnya.
"Perusahaan besar tersebut merasa takut tersaingi. Bisa dibilang itu salah satu strategi perang dagang," tambahnya.
Apabila pemerintah mengikuti keinginan satu perusahaan rokok besar asing, melakukan simplifikasi penerapan cukai, salah satu konsekuensinya adalah akan banyak bermunculan pengusaha rokok ilegal.
APTI juga meminta DPR untuk mendorong pemerintah mengenai pengalokasian dana bagi hasil cukai hasil tembakau atau DBHCHT yang minimal 50 persen untuk kesehatan dikembalikan untuk 5 bidang kegiatan.
"Dengan adanya pandemi Covid-19 dana tersebut itu dialihkan untuk penanggulangan Covid, kami setuju tapi tentu saja jangan dihabiskan disana karena para petani juga memiliki hak untuk alokasi dana tersebut," papar Suryana.