Bisnis.com, BANDUNG - Penyidik dari Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kanwil DJP Jawa Barat I melaksanakan penyerahan tahap dua (tersangka dan barang bukti) terkait proses penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dengan tersangka berinisial S, Kamis (5/3/2020).
Berkas perkara atas tersangka S tersebut telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum.
Tersangka S, selama kurun waktu masa pajak Januari 2011 sampai dengan Desember 2011 diduga telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan menggunakan Wajib Pajak CV SU.
"Akibat perbuatan tersangka tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dari sektor perpajakan sekurang-kurangnya sebesar Rp3.312.538.512," kata Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Neilmaldrin Noor, dalam keterangan tertulisnya kepada Bisnis, Kamis (5/3/2020).
Adapun rincian kerugian negara yaitu akibat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Badan tahun 2011 yang isinya tidak benar atau tidak lengkap menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berupa Pajak Penghasilan (PPh) sekurang-kurangnya sebesar Rp1.315.807.806.
Serta menyampaikan SPT Masa PPN masa Januari 2011 s.d Desember 2011 yang isinya tidak benar atau tidak lengkap menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekurang-kurangnya sebesar Rp1.996.730.706.
Terkait perkara pidana ini, telah disita sejumlah barang bukti yang turut diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Modus Operandi yang dilakukan tersangka adalah bahwa tersangka S melalui CV SU diduga dengan sengaja telah menyampaikan SPT yang isinya tidak benar.
"Tujuan tersangka S menyampaikan SPT yang isinya tidak benar adalah untuk mengecilkan jumlah pajak yang harus dibayar," kata Neil.
Perbuatan tersangka S tersebut adalah perbuatan pidana di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kalo diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 jo. 64 KUHP untuk tahun pajak 2018 s.d Tahun 2019 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang dibayar.
"Penyidikan tindak pidana perpajakan ini merupakan bentuk penegakan hukum terhadap Wajib Pajak yang tidak patuh dan diharapkan akan memberikan efek jera baik kepada pelaku tindak pidana atau Wajib Pajak lainnya yang akan mencoba-coba melakukan tindak pidana perpajakan."
DJP mengimbau Wajib Pajak untuk menghindari praktik curang dan penggelapan pajak. DJP dengan dukungan penuh aparat penegak hukum akan menindak tegas segala bentuk penghindaran pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Daftarkan diri, hitung, bayar, dan laporkan pajak dengan benar, jujur, tepat waktu, dan tepat jumlah," tegas Neil.