Bisnis.com, BANDUNG -- Era revolusi industri tahap empat (4.0) menyuguhkan sejumlah tantangan. Kesiapan masyarakat untuk berubah adalah salah satu tantangan terbesar yang memerlukan dukungan sejumlah pihak.
Wakil Rektor Bidang Riset, Pengabdian pada Masyarakat, Kerja Sama, dan Korporasi Akademik Universitas Padjadjaran Keri Lestari mengatakan, Indonesia kini dihadapkan pada sejumlah tantangan untuk mengadaptasikan “smart society” sebagai perwujudan dari revolusi industri 4.0.
“Menjelang era 4.0, ada era agrarian society pada abad 18, industrial society abad 19, dan information society pada awal abad 20. Indonesia masih memiliki empat era tersebut,” ujar Keri dalam rilis yang diterima Bisnis, Jumat (16/11).
Ia menjelaskan, sejumlah kota besar di Indonesia mungkin sudah memasuki era “smart society”. Namun, di beberapa daerah bisa saja masih berada di era “agrarian society”.
Kondisi ini berbeda dengan kondisi di sejumlah negara. Keri mengambil contoh bagaimana homogennya penerapan teknologi dalam pertanian di Amerika Serikat. Sementara di Indonesia, penerapan teknologi di pertanian belum merata dilakukan.
“Dengan demikian, jika bercerita tentang digital bisnis, jangan lupakan masyarakat kita yang masih berada di era ‘agrarian society’,” ujarnya.
Keri mengatakan, akademisi diharapkan dapat berkontribusi untuk menjembatani antara kemajuan teknologi dan masyarakat. Proses ini diwujudkan melalui implementasi keilmuan yang dimiliki para akademisi.
Untuk itu, Keri mengharapkan akademisi maupun pebisnis dan pemangku kepentingan lainnya untuk mampu mengembangkan model blockchain digital bisnis yang menghubungkan seluruh struktur masyarakat Indonesia, mulai dari “agrarian society” hingga “smart society”.
Model ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya “smart society” melalui penggunaan teknologi yang tepat untuk setiap wilayah.
“Indonesia ini adalah negara beragam, sehingga butuh teori tersendiri,” kata Keri.