Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adopsi Digital di Indonesia Masih Rendah, Namun Tetap Optimis

Perusahaan teknologi Cisco menyebutkan tingkat adopsi digital di Indonesia masih tergolong rendah dan tertinggal bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina.
Naveen Menon, Presiden Cisco ASEAN (kedua kiri)/Bisnis
Naveen Menon, Presiden Cisco ASEAN (kedua kiri)/Bisnis

Bisnis.com, SINGAPURA - Perusahaan teknologi Cisco menyebutkan tingkat adopsi digital di Indonesia masih tergolong rendah dan tertinggal bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina.

Ini terungkap dalam studi terbaru yang dirilis Cisco yang bertajuk "Sebuah Perspektif Teknologi Menuju Kesiapan Digital di Kawasan Asia Pasifik" pada 25 Oktober, di Singapura.

Disebutkan, adopsi enam jenis teknologi di kawasan ASEAN masih di bawah 60%, yaitu Artificial Intelligence (38%), Automation (48%), Big Data and Analytics (55%), Cloud (60%), Cybersecurity (59%), dan Internet of Things (28%).

Indonesia sendiri, untuk penerapan Artificial Intelligence baru sekitar 42%, di bawah Thailand (49%), Vietnam (45%) dan Singapura (41%).

Untuk adopsi Automation, Indonesia masih jauh kalah di bawah Vietnam. Indonesia baru mencapai 41%, sementara Vietnam sudah 63%, disusul Thailand (59%) dan Filipina (49%).

Jenis teknologi lainnya, yaitu Big Data and Analytics, adopsi di Indonesia baru mencapai 49%, jauh tertinggal dari Singapura yang sudah mencapai 65%.

Dalam hal adopsi Cloud, Indonesia berada di angka 63%, di bawah Vietnam (77%) dan Singapura (64%).

Sementara untuk adopsi Cybersecurity, Indonesia masih di kisaran 53%. Bandingkan dengan Vietnam yang sudah mencapai 88%, Indonesia masih tertinggal jauh.

"Padahal, cybersecurity ini memegang peranan sangat penting dan kritis dalam kesuksesan transformasi digital. Perusahaan baru memikirkan soal cybersecurity ini setelah mereka mengalami serangan," kata Vish Iyer selaku Vice President of Architectures Cisco Asia-Pacific, Japan and China.

Sama halnya dengan adopsi bidang Internet of Things (IoT), Indonesia lumayan tertinggal dari Vietnam dan Singapura (36%), Thailand (32%), atau Malaysia (27%). Tercatat, untuk adopsi IoT ini, Indonesia masih berkutat di angka 25%.

Vish Iyer menjelaskan, rendahnya tingkat adopsi ini sangat berkaitan dengan bujet, kurangnya sumber daya dan tentunya ketidaksiapan infrastrukstur TI.

"Tingkat adopsi digital di kawasan ini memang masih rendah. 15 tahun lalu, tidak terfikirkan bahwa kita mampu mengendalikan segala hal dari telpon secara otomatis. Namun Cisco telah berinovasi dan mampu memberikan aspek mendasar."

Namun, kendati adopsi masih rendah, Indonesia termasuk negara yang optimistis dengan kesiapan digitalnya.

Studi Cisco menyebutkan mayoritas perusahaan di enam kawasan ekonomi ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam) sangat percaya diri bahwa strategi transformasi digital yang dilakukan mereka saat ini sangat membantu perusahaan untuk terus kompetitif.

Perusahaan-perusahaan tersebut juga sangat siap untuk mengadopsi teknologi yang relevan untuk mempercepat proses Transformasi Digital (93%). Tingkat kepercayaan diri di antara perusahaan di ASEAN ini lebih tinggi ketimbang negara lainnya di Asia Pasifik (84%).

"Sekarang, 95% operasional TI masih dilakukan manual, yang berarti ini sangat sulit. Cisco membantu perusahaan untuk membuat aspek fondasi, seperti mulai dari jaringan, cloud privat dan publik, juga keamanan digital," kata Vish.

Dengan begitu, Cisco mampu membantu perusahaan mengalihkan fokusnya dari manajemen TI ke nilai-nilai yang baru, seperti inovasi dan model bisnis terbaru.

Naveen Menon, Presiden Cisco ASEAN mengatakan, perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan ASEAN memiliki kesempatan untuk melakukan lompatan dalam hal inovasi teknologi.

Namun, tanpa sumber daya yang tepat, khususnya terkait bujet dan bakat, perusahaan-perusahaan malah akan mengalami kesulitan dalam mengadopsi perubahan teknologi ini.

"Ini adalah kesempatan yang tepat bagi para pembuat kebijakan, akademisi, dan pebisnis untuk melakukan kolaborasi kerja sama untuk membangun talent masa depan yang bisa mengubah seluruh perekonomian," kata Naveen, Kamis (25/10/2018).

Cisco, katanya, bangga karena telah ikut berperan dalam hal perubahan teknologi melalui Jaringan Akademisi yang dimilikinya. Jaringan Akademisi yang dimiliki Cisco saat ini telah membina lebih dari 885.000 profesional di seluruh ASEAN.

Naveen menggarisbawahi, studi yang dikeluarkan Cisco ini ikut memberikan rekomendasi termasuk dalam hal adopsi keamaan siber terintegasi, optimasi jaringan untuk awan dan sistem otomasi.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper