Bisnis.com,CIREBON--Calon Wakil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memiliki proyeksi tersendiri terhadap pembangunan wilayah Cirebon.
Menurutnya, daerah di pesisir pantai utara Jawa Barat tersebut dapat menjadi pusat peradaban.
Mantan Bupati Purwakarta tersebut hadir atas undangan keluarga pesantren dalam peringatan Isra’ Mi’raj dan khitanan putera salah satu pengasuh pesantren.
Dedi Mulyadi menuturkan, Cirebon sudah memenuhi kualifikasi sebagai pusat peradaban. Hal ini terlihat dari narasi ajaran peninggalan Sunan Gunung Jati di daerah tersebut.
Bahkan ajaran tersebut telah ada sejak Pangeran Cakrabuana atau Ki Shamadullah yang bergelar Sri Mangara Cakrabuana menjadi penguasa daerah itu.
“Nah, narasi-narasi itu bukan hanya berisi ajaran. Tetapi, di dalamnya juga ada tentang arsitektur bangunan, tata pemerintahan, makanan dan pakaian. Sehingga, seluruh kekayaan ini harus dikapitalisasi dan dieksplorasi,” katanya, Senin (2/4/2018).
Eksplorasi yang dimaksud oleh salah satu kader terbaik Nahdlatul Ulama tersebut dapat berupa penelitian sejarah. Hasilnya, menurut dia, harus diartikulasikan ke dalam strategi pembangunan di wilayah tersebut.
“Kita harus berangkat dari sejarah dulu, kemudian dari sana ada kesimpulan. Hasil penelitian itulah kita masukan ke dalam langkah-langkah pembangunan,” ujarnya.
Saingi Yogyakarta
Eksplorasi dan pemeliharaan terhadap kultur Cirebon menurut Dedi Mulyadi memiliki implikasi besar. Diantaranya, Cirebon yang secara geografis termasuk ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat ia nilai dapat menyaingi Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Batik trusminya kan sekarang sudah berjalan dengan pesat. Pengelolaannya nanti lebih dimaksimalkan dalam seluruh aspek, makanan, kesenian, dan seluruhnya. Kalau ini kita lakukan, kita bisa menyaingi Yogya,” ucapnya.
Dedi menegaskan, aspek pariwisata dapat mendatangkan nilai tambah yang besar bagi sebuah daerah. Karena itu, situs religi seperti makam Sunan Gunung Jati, makam Syaikh Datuk Kahfi harus tetap terjaga dengan baik.
Selain itu, keberadaan Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman juga tidak luput dari pemikiran budayawan Jawa Barat tersebut. Keduanya, kata dia, memberikan ruh bagi kehidupan warga Cirebon.
“Seluruh sakralitas ini adalah modal kepariwisataan. Tentu, harus terkelola dengan manajemen kekinian,” pungkasnya.