Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aung San Suu Kyi Tak Akan Hadiri Sidang Umum PBB

Eksodus pengungsi akibat respons dahsyat pasukan keamanan terhadap serangkaian serangan militan Rohingya itu menjadi masalah terbesar yang dihadapi Suu Kyi sejak menjadi pemimpin Myanmar tahun lalu.
Aung San Suu Kyi/Reuters
Aung San Suu Kyi/Reuters

Bisnis.com, YANGON - Pemimpin nasional Myanmar Aung San Suu Kyi tidak akan menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendatang di New York menurut kantornya pada Rabu, di tengah tekanan internasional untuk menyelesaikan kekerasan etnis yang memaksa 370.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh.

Eksodus pengungsi akibat respons dahsyat pasukan keamanan terhadap serangkaian serangan militan Rohingya itu menjadi masalah terbesar yang dihadapi Suu Kyi sejak menjadi pemimpin Myanmar tahun lalu.

Banyak pihak yang akhirnya mendesak pencabutan hadiah Nobel Perdamaian untuk Suu Kyi karena dia tidak banyak berbuat mengatasi pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas di negara yang dia pimpin.

Dalam pidato pertamanya di hadapan Sidang Umum PBB sebagai pemimpin nasional pada September tahun lalu, Suu Kyi sempat menyebut upaya pemerintahannya untuk mengatasi diskriminasi terhadap kelompok minoritas Muslim di Myanmar.

Tahun ini, kantor Suu Kyi menyatakan dia tidak akan menghadiri sidang umum karena harus mengatasi ancaman keamanan dari para pemberontak dan berupaya memulihkan perdamaian dan stabilitas. 

"Dia berusaha mengendalikan situasi keamanan, untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas internal, dan mencegah konflik komunal menyebar," kata Zaw Htay, juru bicara kantor Suu Kyi, kepada kantor berita Reuters.

"Dia tidak pernah takut menghadapi kritik dan masalah. Mungkin dia punya masalah yang lebih mendesak untuk diselesaikan di sini," kata Aung Shin, juru bicara partainya, kepada Reuters.

Tekanan internasional terus membesar terhadap Myanmar untuk mengakhiri kekerasan  di negara bagian Rakhine yang bermula pada 25 Agustus, ketika sekelompok militan Rohingya menyerang sekitar 30 pos polisi dan satu pangkalan militer.

Serangan itu kemudian dibalas operasi militer, yang menurut para pengungsi ditujukan untuk mengusir Rohingya dari Myanmar.

Para pengungsi, dan kelompok-kelompok hak asasi manusia, menggambarkan meluasnya serangan di desa-desa Rohingya di Rakhine State oleh pasukan keamanan dan etnis Buddha di Rakhine, yang membakar desa-desa Muslim.

Namun pihak berwenang membantah bahwa pasukan keamanan atau warga pengikut Buddha melakukan pembakaran, dan menyalahkan para pemberontak. Hampir 30.000 warga Buddha juga mengungsi menurut mereka.

Terlepas dari meningkatnya kekhawatiran mengenai krisis kemanusiaan, Myanmar menolak gencatan senjata yang dideklarasikan oleh kelompok gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army untuk memungkinkan pengiriman bantuan, menyatakan mereka tidak berunding dengan teroris.

Pemerintah Amerika Serikat mendesak Myanmar untuk melindungi warga sipil. Sementara Bangladesh meminta Myanmar memulangkan para pengungsi.

Namun China, yang merupakan pesaing Amerika Serikat untuk mendapatkan pengaruh di kawasan Asia Tenggara, mengatakan pada Selasa bahwa mereka mendukung upaya Myanmar untuk melindungi "pembangunan dan stabilitas."

Dewan Keamanan PBB akan bertemu di ruang tertutup pada Rabu ini untuk membahas situasi krisis Rohingya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Ajijah
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper