Bisnis.com, BANDUNG - Pengusaha dan petani kopi di Jawa Barat mendesak pemerintah provinsi agar segera mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai Tata Niaga Kopi. Dengan cara seperti itu, petani dan pengusaha kopi lebih bankable ketika membutuhkan permodalan.
Thio Setioweti Ketua Gabungan Petani Kopi Kebun dan Hutan Indonesia (Gapekhi) menyatakan, pada awal tahun 2017 sebenarnya Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sempat mewacanakan untuk membuat Pergub yang mengatur Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kopi. Tapi, rencana tersebut hingga kini tak kunjung terealisasi.
“Dengan adanya HPP kopi supaya kami sebagai petani bisa mendapatkan untung. Karena dengan kondisi saat ini harga ditentukan tengkulak dan nyaris tidak bisa menikmati hasil jerih payah. Bisa dibilang kami kerja rodi,” katanya, kepada Bisnis, Rabu (19/7/2017).
HPP akan menjadi acuan bagi lembaga pembiayaan atau perbankan untuk menyalurkan permodalan. Karena selama ini, petani dan pengusaha kopi sulit mendapatkan permodalan karena terbentur syarat formal yang menjadi acuan bank.
Idealnya, HPP ditetapkan pemerintah sebesar Rp10.000 per kg untuk buah ceri petik merah. Lebih lanjut dia mencontohkan, kemajuan pembudidayaan kopi Kintamani karena harga pembeliannya tinggi dan stabil tidak terpotong trader dan tengkulak.
“Bulog pun sebetulnya bisa mengambil peran dengan membeli kopi petani saat produksi melimpah. Kopi juga kan komoditas ekspor dan menjadi tulang punggung petani,” ucapnya.
Ketua Asosiasi Petani dan Pengusaha Kopi Jabar Enjang Rukmana mengatakan, selama ini petani dan pengusaha kopi sangat bergantung pada harga pembelian tengkulak. Akibatnya, mereka tidak berdaya dalam menentukan harga.
“Karena saat membutuhkan modal, tengkulak berani membiayai dan mereka dengan bebas mempermainkannya,” ucapnya.