Bisnis.com, BANDUNG - Founder dan Owner Amygdala Bamboo Harry Mawardi mengungkapkan dalam menjalani bisnis produk dekorasi rumah berbahan dasar bambu ini, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi termasuk dari sumber daya manusia dimana kekuatan utama Amygdala adalah keahlian tangan pengrajin.
“Amygdala dikerjakan dengan 80% merupakan tenaga orang dan 20% mesin. Pengrajin memiliki keterbatasan sendiri, tantangannya di pengetahuan klien atau konsumen yang mungkin masih mengira bambu ini semudah kayu, sementara bambu itu berliku-liku, organic, dan sebagainya,” ujarnya.
Harry menambahkan dari lini produksi, banyak mesin atau alat untuk bambu itu tidak dijual di pasaran Indonesia, sehingga pihaknya banyak melakukan modifikasi alat untuk menunjang proses produksi.
Selain itu, permasalahan utama bambu di Indonesia yaitu berbeda dengan Asia Timur lainnya seperti Jepang yang tumbuh satu-satu, di Indonesia, bamboo tumbuh secara rumpun sehingga tidak 100% bagus dan ukuran diameter bambu tidak semuanya sama.
“Agak sulit, apalagi untuk yang startup, apalagi pengrajin, karena mereka tidak memiliki resources untuk melakukan itu,” ujarnya.
Harry mengungkapkan tantangan juga datang dari lamanya waktu produksi, Amygdala menggunakan dua teknik yaitu teknik sangkar burung dan coiling.
“Untuk sangkar burung ini lumayan cepat, mungkin kalau 1 hari bisa 10 produk oleh satu orang sedangkan yang coiling tergantung ukurannya, kalau kemarin kami bikin di Italia, 2 minggu bikin 3 lusin oleh 5 orang karena lebih rumit,” ujarnya.
Tergait logistik barang juga menurut Harry masih terdapat tantangan untuk mengirim barang produksinya keluar, beberapa kejadian barang pameran di Amygdala sulit untuk kembali lagi dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk kembali.
Untuk pesaing atau kompetitor dari bamboo, menurut Harry belum terlalu banyak yang mengambil segmen dari Amygdala, kalaupun ada berasal dari wadah yang sama, seperti FSRD ITB dan persaingannya cukup sehat.
“Biasanya produk kami memiliki ciri khas sendiri-sendiri, jadi kadang-kadang saling share kerjaan. Ke depannya ada pemikiran akan semakin banyak kompetisi, luar belum masuk pun, di dalam negeri cukup bayak kompetisi, kami tetap berjuang semaksimal mungkin,” ujarnya.
Untuk ke depannya, Amygdala akan melakukan revitalisasi campaign, dibantu dengan brand consultant untuk mengembangkan brand Amygdala.
“Basic saya akademisi, inginnya bisa ada yang di-share ke masyarakat soal bambu ini, tidak cuma sekadar secara visual dan fungsi, tetapi ada nilai-nilai yang diberikan,” ujarnya. (k5)