Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Garam, Jagung dan Beras Pun Terindikasi Kartel

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU RI) mengungkapkan permasalahan kartel pangan menjadi salah satu fokus pengawasan yang dilakukan KPPU.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, BANDUNG - Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU RI) mengungkapkan permasalahan kartel pangan menjadi salah satu fokus pengawasan yang dilakukan KPPU.

“KPPU mempertajam ke beberapa isu, termasuk fokus di pangan seperti daging sapi, daging ayam, garam, dan komoditas lain seperti jagung, kedelai dan beras. Fokus untuk mengawasi permasalahan kartel pangan,” ujar Ketua KPPU RI Muhammad Syarkawi Rauf di Bandung pada Senin (31/8/2015).

Untuk garam, KPPU menduga adanya kartel di garam impor karena terdapat selisih atau margin harga yang sangat tinggi. “Tapi ini baru dugaan, KPPU baru monitoring, belum masuk pada investigasi,” ujar Syarkawi.

Dia mengungkapkan importir garam membeli dari Australia dengan harga Rp500, kemudian dijual di Indonesia Rp1.500, dengan selisih harga Rp1.000.

“Selisih itu jika dikalikan dengan impor garam pada 2014 sekitar 2,25 juta ton mencapai Rp2,25 triliun, ini jumlah yang sangat besar,” ujarnya.

Dia menambahkan jumlah importir garam di Indonesia tidak banyak yaitu sekitar tujuh importir. Adapun garam impor ini digunakan untuk berbagai industri, rata-rata industri yang menggunakan yaitu industri kaca, industri kertas, industri farmasi, dan industri migas, termasuk industri makanan dan minuman.

Untuk garam lokal, Syarkawi mengatakan terjadi oligopsoni dimana jumlah petambak banyak tapi sangat tergantung pada pembeli yang jumlahnya sedikit .

“Artinya kemampuan petambak untuk berhadapan dengan pembeli yang sedikit ini biasanya lemah, karena lemah posisinya, petambak itu sering dirugikan dengan harga pembelian yang terlalu rendah,” ujarnya.

Dia menambahkan KPPU juga akan melakukan pengawasan terhadap kemungkinan adanya sekelompok pelaku usaha yang melakukan kartel, untuk membeli garam dari petambak dengan harga yang sangat murah.

“Harga Pokok Penjualan (HPP) untuk garam kw1 itu Rp750 per kilo dan garam kw 2 Rp550 per kilo. Tapi biasanya dijual dengan harga di bawah Rp500, ini jauh di bawah HPP, ini problemnya yang juga kita monitor. Biasanya situasi ini memang karena bisa saja ada asosiasi, kartel  atau beberapa perusahaan yang menguasai pembelian di garam itu, khususnya garam lokal,” jelas Syarkawi.

Syarkawi menambahkan KPPU akan terus melakukan monitoring atau pemantauan, penelitian, dan jika ada bukti yang kuat yang mengarah ke kartel akan diajukan pada persidangan.

“Tergantung alat buktinya, sekarang tahapnya masih di tahap monitoring dan penelitian. Tergantung hasilnya investigasinya akan berlanjut ke sidang  atau tidak,” ujarnya. (k5)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Newswire

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler