Bisnis.com, JAKARTA—International Air Transport Association mengumumkan jumlah penumpang global atau revenue passenger kilometer per Juni 2015 naik 5,7% dibandingkan dengan tahun lalu.
Namun, International Air Transport Association (IATA) menegaskan angka tersebut turun 6,9%(y-o-y) jika dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2015. Penurunan ini terjadi akibat rendahnya perjalanan dengan pesawat udara saat Ramadan di kawasan Timur Tengah.
“Juni adalah bulan yang sehat bagi permintaan perjalanan udara, walaupun ada pelambatan aktivitas perdagangan di pasar Asia Pasifik dan imbas dari krisis utang Yunani yang membuat perjalanan udara Eropa masih mengkhawatirkan,” ungkap CEO dan Direktur Jenderal IATA Tony Tyler dalam laporannya, Jumat (6/8).
Khusus untuk Asia Pasifik, jumlah penumpang naik 6,8% pada Juni ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun, pertumbuhan ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan di Mei 2015 yang mencapai 9,3%.
IATA mencatat kapasitas pesawat di kawasan ini naik 5,8%, sedangkan tingkat keterisiannya hanya tumbuh tipis sebesar 0,7 persentase poin ke level 78,1%.
Berdasarkan data perdagangan, IATA melihat penurunan aktivitas perdagangan di negara berkembang yang mencapai 8% dibandingkan dengan tahun 2014 turut memberi andil dalam lemahnya pertumbuhan penumpang udara.
Sementara itu, sektor manufaktur China yang tengah berjuang melawan sepinya permintaan ekspor secara tidak langsung turut berpengaruh terhadap pertumbuhan penumpang pesawat.
IATA sendiri melihat gelombang libur musim panas dari negara-negara di bagian utara (Northern Hemisphere) masih tinggi hingga puncaknya. Akan tetapi, Tony menyayangkan sejumlah pemerintah yang sering kali tidak menyadari hal tersebut dengan membebankan pajak dan biaya lain yang tinggi kepada maskapai dan penumpang.
Sebagai contoh, IATA menilai keputusan pemerinta Perancis menaikkan setoran dividen kepada dua bandara besarnya pada 2016-2020 dirasakan sangat membebani turis, sementara negara ini memiliki penghasilan yang luar biasa dari sektor pariwisatanya.
“Dialog antara industri dan pemerintah sangat penting untuk menemukan solusi menguntungkan bagi kedua belah pihak,” ungkap Tony.