[caption id="attachment_251797" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi/reuters"][/caption] JAKARTA: Kementerian Perhubungan didesak turun tangan mengurai kemelut yang semakin memanas antara operator pelabuhan dan pengguna jasa di Pelabuhan Tanjung Priok. Mereka bersengketa soal pengenaan tarif alat mekanis jenis Lifting Gantry Crane (GLC) yang diberlakukan oleh Pelindo II dan Manajemen Multi Terminal Indonesia (MTI) di Pelabuhan itu. M. Qadar Zafar, Ketua Forum Pengusaha Jasa Transportasi dan Kepabeanan (PPJK) Pelabuhan Tanjung Priok, mengatakan pasalnya hingga kini tarif alat mekanis itu terus diberlakukan tanpa pernah disosialisasikan terlebih dahulu. “PPJK yang menanggung terlebih dahulu beban biaya-biaya itu di Pelabuhan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis sore (11/10/2012). Pelaku usaha, sambungnya, sangat menyayangkan situasi ini, karena itu mereka mendesak Menteri Perhubungan turun tangan mengurai keluhan pelaku usaha di pelabuhan terbesar di Indonesia itu. Zafar menegaskan selain belum pernah disosialisasikan, pemberlakuan tarif penggunaan GLC sejak Sejak September 2012 di Pelabuhan Tanjung Priok itu dinilai sepihak karena tanpa dilakukan pembahasan terlebih dahulu dengan pengguna jasa dan asosiasi terkait di pelabuhan Priok. Kewajiban penggunaan alat mekanis bongkar muat jenis GLC terhadap kargo umum/breakbulk ataupun kargo curah di dermaga multipurpose/konvensional Pelabuhan Tanjung Priok serta di dermaga Multi Terminal Indonesia itu mengakibatkan biaya tambahan Rp17.000 per ton - Rp.25.000 per ton ditambah Ppn 10%. Kewajiban menggunakan alat itu menyusul adanya surat edaran Dirut MTI Dede Martin No:TM.12/1/12/MTI-2012 tanggal 27 Agustus 2012 serta Surat Edaran General Manager Pelindo II Tanjung Priok Cipto Pramono No:FP.0003/103/10/C-TPK-2012 tanggal 21 September 2012, kepada seluruh pengguna jasa di pelabuhan Tanjung Priok. Hingga kini sejumlah asosiasi dan pengguna jasa al: Kadin DKI Jakarta, Alfi DKI, Ginsi DKI Jakarta, dan DPC INSA Jaya masih keberatan dan mendesak tarif GLC itu ditunda pemberlakuannya. Bahkan sumber Bisnis yang tidak bersedia disebutkan identitasnya mengatakan sangat menyayangkan, peran ganda Kepala OP Tanjung Priok yang juga merangkap sebagai Komisaris PT MTI, sehingga berpotensi memunculkan konflik kepentingan. Penelusuran Bisnis, menurut situs resmi MTI, disebutkan dalam susunan Dewan Komisaris MTI di sebutkan Mulyono (Direksi Pelindo II) sebagai Komisaris Utama, kemudian Cipto Pramono yang juga Direksi Pelindo II dan General Manager Pelabuhan Tanjung Priok serta Sahat Simatupang sebagai anggota Komisaris anak perusahaan Pelindo II itu. Kepala OP Tanjung Priok Sahat Simatupang yang dikonfirmasi Bisnis berjanji akan memanggil semua pelaku usaha dan asosiasi terkait untuk mencari win-win solution pengenaan tarif GLC tersebut. “Saya janji pada pekan depan akan saya kumpulkan para penyedia dan pengguna jasa di Pelabuhan Priok,harus ada win-win solution seperti yang diusulkan Ginsi DKI tetap menggunakan GLC dan Ship Crane (crane di atas kapal) sesuai kebutuhan,” ujarnya. Namun saat dikonfirmasi soal dirinya yang disebut-sebut sebagai Komisaris MTI, Sahat menyatakan sudah mengajukan surat kepada Pelindo II untuk mengundurkan diri sebagai Komisaris MTI. “Surat pengajuannya untuk mundur sudah saya sampaikan,” ujarnya. (JIBI/bas)
KISRUH TANJUNG PRIOK:Kemenhub Harus Turun Tangan
[caption id=attachment_251797 align=alignleft width=300 caption=ilustrasi/reuters][/caption]
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Artistik Bandung
Editor : Artistik Bandung
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
14 jam yang lalu
Taruhan Besar di Saham Adaro Minerals (ADMR)
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
4 hari yang lalu
OJK Gandeng FSS Korea Tingkatkan Pengawasan Sektor Keuangan
15 jam yang lalu