Pengalaman ini Saya tulis saat menjadi tim peneliti sosial-budaya dalam Ekspedisi Khatulistiwa 2012, tepatnya di Kalimantan Selatan. Sore ini, Saya dan beberapa rekan bersantai di warung sambil mengobrol dengan penduduk sekitar Kampung Malaris, Desa Loklahung, Kec. Loksado, Kab. Hulu Sungai Selatan, Kal-Sel. Kelelahan setelah menikmati perjalan ke air terjun Riam Hanai kami tuntaskan dengan segelas kopi dan es sirop. Terlihat pemandangan beberapa warga yang baru turun dari ladang. Pandangan Saya kemudian tertuju pada dua orang bapak yang sedang memikul gulungan kayu manis, menuju ke sebuah rumah. Kami pun menghampiri rumah tersebut. Di halamannya, tergantung sebuah timbangan yang tergantung di pohon. Rumah milik Bapak Dian ini adalah tempat mengumpulkan kayu manis di Desa Lok Lahung. “91 kilo,” ujar Pak Dian saat menimbang. Menurut Pak Dian, kayu manis ini akan ia jual ke Banjarmasin dan Samarinda. Dari petani, ia membeli dengan harga Rp10.000/kg. Tak jauh dari rumah Pak Dian, terlihat dua orang warga yang sedang mengerat kulit kayu manis menggunakan golok. Mereka mengaku baru saja memanen 2 pohon. “1 pohon bisa menghasilkan 30-35 kg kayu manis kering,” jelas Asnawi sambil mengerat. Ia pun menunjuk ember untuk membandingkannya dengan diameter pohon yang baru saja dipanen. Kayu manis yang dijual haruslah dalam keadaan kering. Jadi, setelah dikupas, kulit kayu dipotong memanjang, dan kemudian dijemur. Proses penjemuran ini membuat kulit kayu menggulung sendiri secara alami. Kulit kayu kering kemudian diikat, dan siap dijual kepada pengepul. Menurut Ahmad, tokoh pemuda Lok Lahung, usaha produksi kayu manis ini sudah tidak populer, dibandingkan dengan berladang dan menoreh karet. Alasannya, pohon kayu manis baru bisa dipanen setelah berumur 10 tahun atau lebih. Waktu yang cukup lama tersebut kurang sebanding dengan harga pasar. Oleh karena itu, warga lebih suka tetap berladang dan menoreh karet. “Usaha kayu manis menjadi sampingan saja,” ujar Ahmad. Dari penelusuran tim di Desa Lok Lahung dan Desa Loksado, Kec. Loksado memang merupakan daerah penghasil kayu manis. Di sepanjang jalan kerap ditemui ‘jemuran’ kulit kayu dengan aroma yang khas. Potret warga sedang mengerik kulit kayu di teras rumah pun menjadi pemandangan sehari-hari. [caption id="attachment_241743" align="alignright" width="260" caption="(hafiyyan/bisnis-jabar)"][/caption] Sirup Kayu Manis Harum rempah meruam di udara. Rencana kami semula menuju air terjun terpaksa ditunda, karena penasaran pada sumber aroma di sebuah pondok. Rizali, salah seorang rekan, meminta izin untuk melihat kegiatan di pondok ini. “Umpat melihat bolehlah(Mau melihat-lihat, boleh?),” ujar Rizali dalam Bahasa Banjar, meminta izin kepada orang di pondok. “Silahkan, silahkan,” sambut orang di pondok dengan ramah. Di dalam ada sekitar tiga orang yang sedang bergotong-royong. Ada yang memasukan air kayu manis dari panci ke dalam botol, memasang tutup botol dengan alat penekan, dan ada pula yang mengelap botol. Botol-botol sirup yang masih panas berjejer, menandakan proses pembuatan sirup tinggal memasuki tahap pelabelan. [caption id="attachment_241744" align="alignleft" width="224" caption="(Hafiyyan/bisnis-jabar)"][/caption] Menurut Ahmad, membuat sirup ini tidaklah sulit. Awalnya, kayu manis kering direndam dalam air sampai mengembang kembali. Proses ini memakan waktu 1-2 jam. Kayu manis yang sudah merekah lalu dibersihkan dan direbus sampai mendidih. Kemudian, campurkan gula rafinasi ke dalam rebusan. “Harus pakai gula rafinasi, karena gula ini yang paling bersih,” ujar Ukin, salah satu pembuat sirup. Rebusan air kayu manis kemudian disaring dengan kain agar menjadi bersih. Paduan air, kayu manis, dan gula ini pun siap dikemas. Ternyata resep kebersihan dalam proses pembuatan dan bahan-bahan menjadikan sirup ini lebih awet. Kebersihan botol, alat memasak, dan peralatan lainnya harus diperhatikan. “Sebotol sirup bisa tahan sampai 6 bulan,” jelas Ahmad. Kebersihan juga berguna untuk menjaga kualitas manfaat kayu manis. Menurut Ahmad, “si harum” ini berfungsi untuk mencegah flu, mengobati masuk angin, pegal-pegal, dan menghangatkan badan. “Manfaat kayu manis ini kita cantumkan di label botol agar pembeli lebih jelas,” ujarnya. Untuk pemasaran, tidak perlu jauh-jauh. Cukup menjual kepada warung di sekitar, dan memasarkan sampai ke Kandangan (kecamatan sebelah). Jumlahnya disesuaikan dengan pesanan. “Kita cuma produksi kecil-kecilan, makanya pemasarannya hanya sedikit,” ujar Ketua Pondok Informasi ini. Sekedar pemberitahuan, Pondok Informasi merupakan organisasi pemuda di Desa Lok Lahung, Kecamatan Loksado. Dahulu, Pondok Informasi mencoba membuat permen. Jenisnya adalah permen keras untuk diemut. Tanpa perlu menunggu waktu lama, pembuatan permen ini berakhir, karena keuntungan yang didapat terbilang sedikit, bila dibandingkan dengan usaha produksinya. “Berapa sih harga permen,” ujar Ahmad sambil tertawa kecil. Oleh karena itu, mereka banting stir memikirkan usaha lain, dengan tetap mempertahankan bahan baku yang berasal dari desa. Sirup pun menjadi pilihan terjitu. Sebelumnya, diadakan proses uji coba, pelatihan, dan studi banding selama satu tahun. Studi banding ini mereka lakukan di beberapa kota, seperti Banjarmasin, Bandung, Bogor, dan Padang. Usaha keras ini pun membuahkan hasil. Sirup Kayu Manis Malaris mulai berjalan awal tahun 2012. Harga yang ditawarkan dari Pondok Informasi ialah Rp13.000/ botol. Kalau di toko atau warung, harga bisa mencapai Rp17.000-Rp20.000. Beda cerita lagi saat Ahmad, Asnawi, dan Ukin mengikuti kongres AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) di Tobelo, Halmahera pada bulan April 2012. Mereka menjajakan minuman khas kampung tersebut dengan harga Rp50.000/ botol. Sebuah percobaan berani yang berujung keuntungan besar. (m04/yri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Yanto Rachmat Iskandar
Editor : Yanto Rachmat Iskandar
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

19 jam yang lalu
Kemarau Basah Kacaukan Produksi Garam di Cirebon

1 minggu yang lalu
Kawal Pembangunan Desa, Pemprov Jabar Gandeng ITB
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
