Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komunitas Perfilman Intertekstual: Spesialisasi Pada Film Dokumenter Kaum Marginal

BANDUNG (bisnis-jabar.com) - Film kini tidak hanya bisa dinikmati sebagai media hiburan saja. Perannya yang bisa mengubah persepsi orang bisa menjadikan film sebagai media perubahan sosial. Salah satunya dengan membuat film dokumenter. Ada keyakinan yang bahwa film dokumenter adalah media paling kuat dan efektif untuk mendorong partisipasi publik dan perubahan sosial.

BANDUNG (bisnis-jabar.com) - Film kini tidak hanya bisa dinikmati sebagai media hiburan saja. Perannya yang bisa mengubah persepsi orang bisa menjadikan film sebagai media perubahan sosial. Salah satunya dengan membuat film dokumenter. Ada keyakinan yang bahwa film dokumenter adalah media paling kuat dan efektif untuk mendorong partisipasi publik dan perubahan sosial. Hal itu terlihat dalam sejumlah karya film dokumenter yang banyak bermunculan. Begitu pula dengan eksistensi komunitas pecinta film yang satu ini. KoPI (Komunitas Perfilman Intertekstual) adalah salah satu dari sekian pembuat film yang fokus pada film dokumenter. Sekumpulan kelompok kerja yang bergerak di bidang audio-visual khususnya film dokumenter ini kemudian menyamakan visi – misinya dengan mendirikan KoPI pada 22 Maret 2001. Sebagian besar pendirinya termasuk anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Gelanggang Seni Sastra Teater Film (GSSTF) Universitas Padjajaran Bandung. Dalam membuat karyanya komunitas ini menitikberatkan perhatian mereka pada isu-isu seputar persoalan sosial, politik, budaya dan hak asasi manusia. Seperti jargon KoPI yaitu ”Film Dokumenter untuk Perubahan Sosial”, mereka lantas kerap mengangkat cerita mengenai organisasi petani, buruh dan nelayan. “Produksi KoPi pertama ketika mendokumentasikan Prosesi Serentaun pertama Cigugur pada tahun 1999,” kata Moh. Syafari Firdaus, salah seorang pendiri Kopi ketika ditemui bisnis-jabar.com pada gelaran Festival Media 2012 di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung. Sedangkan karya film dokumenter pertama KoPi berjudul Buruh Anak Cibaduyut (2001) dimana menceritakan mengenai buruh anak di sektor industri Cibaduyut Bandung. Mulai dari situlah para film maker ini semakin gereget membuat produksi yang bergerak dalam bidang aktivisme. Bekerjasama dengan organisasi rakyat tersebut KoPi mendokumentasikan dan memproduksi sejumlah film mengenai kasus perburuhan, kasus agraria dan sumber daya alam di Jawa Barat. “Film dokumenter KoPi pada umumnya berpihak pada kaum marginal,” tambah lelaki berambut panjang tersebut. Menurut dia film dokumenter bisa membawa dampak luas bagi masyarakat. Setidaknya bisa menjadi tayangan alternatif sehingga masyarakat tahu bahwa ada persoalan di lingkungannya. Selain itu juga bisa mematik sikap kritis masyarakatnya. “Film dokumenter bisa berperan sebagai advokasi, serta  pendidikan dan pembelajaran bagi masyarakat” ujarnya. Tim produksi yang berjumlah maksimal  empat orang ini selalu melibatkan masyarakat dalam garapannya. Sebelum mengambil gambar mereka melakukan penyusunan kesepakatan akhir dengan masyarakat. Bahkan masyarakat juga terlibat untuk membuat cerita. Produksi KoPi pada 2006 yang berjudul Laut yang Tenggelam menjadi salah satu film yang melibatkan masyarakat. Potret kehidupan masyarakat Kampung Laut di Sagara Anakan Jawa Tengah ini memperoleh Awards of Excellence, New Asian Current di Yamagata International Documentary Film Festival (YIDFF), Yamagata Jepang pada tahun 2007. Selain itu banyak cerita seru dalam perjalanan para pasukan kameramen video ini. Misalnya saja ketika tim KoPi disekap dan kamera dirusak.  Salah satunya didokumentasikan ke dalam sebuah produksi tahun 2006 – 2008 berjudul Homo Homini Lupus. Sebuah video catatan Yuslam Fikri Ansari dan Mudjib Prayitno ketika tengah mendokumentasikan bentrokan antara petani di Cisompet Garut dengan milisi sipil dan preman-preman yang dikerahkan oleh PTPN VIII Bunisari Lendra pada Juni 2006. Bahkan produksi tersebut meraih penghargaan Specily Jury Award pada Festival Film Dokumenter (FFD) Jogjakarta. Merambah dunia perfilman yang semakin maju. Hingga kini KoPI masih konsisten mengangkat isu-isu sosial. Produksi terbarunya ini berjudul Feto iha Otel Flamboyan (Perempuan di Hotel Flamboyan). Mengangkat kasus politik di Timor Leste dari tahun 1975 – 1999 dimana banyak perempuan Timor Lesta yang menjadi korban dan mengalami tindak kekerasan. Satu lagi dalam tahap editing berjudul Makan Malind Anim (Tanah Negeri Orang Malind) yang menceritakan tentang investasi di tanah Papua yang tidak membawa berkah bagi masyarakatnya. Selama lebih dari sepuluh tahun berkiprah dalam dunia film dokumenter. KoPi telah memproduksi lebih dari 25 film dokumenter yang masing-masing memiliki ciri dan makna sendiri. Namun tetap mengakar pada persoalan sosial, politik, budaya dan hak asasi manusia. Dimana film dokumenter berperan untuk perubahan sosial. (m02/ajz) Komunitas Perfilman Intertekstual (KoPI) Film Dokumenter untuk Perubahan Sosial Facebook : Komunitas Perfilman Intertekstual (KoPI) Email : [email protected] Website : kopidokumenter.co.cc atau kopidokumenter.org Kontak : 0812 237 5559 – Moh. Syafari Firdaus


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler