(jibiphoto) Suasana Desa Tumaritis yang tentram dan damai tiba-tiba dikejutkan oleh munculnya Denawa yang berusaha menganggu ketentraman yang ada, bahkan Gareng salah seorang putra Semar hilang menjadi korban keganasan Denawa yang bernama Sanghyang Kalamaya. Tidak ada seorangpun yang mampu mengalahkan Denawa itu. Akhirnya lurah Semar memohon pertolongan kepada Bima di Anarta untuk menundukkan sang Denawa yang saktri mandraguna. Begitulah sepenggal cerita dari pertunjukkan kolaborasi tiga kesenian bertajuk “Sanghyang Kalamaya” yang digelar di Taman Budaya Jawa Barat (Dago Tea House Terbuka) Jl. Bukit Dago Utara No.53 Bandung beberapa waktu lalu. Sebanyak 23 orang yang tergabung dalam Sanggar Sangkala Ciamis menjadi lakon sekaligus pemain musik dalam pertunjukkan kolaborasi tersebut. Perpaduan wayang landung, wayang golek dan longser ini merupakan inovasi baru yang diciptakan oleh Pandu Radea, seorang kreator asal Ciamis. Untuk pertama kalinya seniman yang juga aktif di Wayang Ajen itu menggelar sebuah pagelaran kreatif yang memadukan wayang landung dengan para lakon dalam sebuah longser. “Pagelaran ini merupakan bentuk apresiasi seni baru yang menyuguhkan karakter wayang golek raksasa dikenal dengan wayang Landung. Dimana wayang tersebut berinteraksi dengan lakon lain dalam sebuah longser,” kata Pandu Radea, pimpinan Sanggar Sangkala Ciamis pada bisnis-jabar.com usai pagelaran seni Wayang Landung di Taman Budaya Jawa Barat, (15/9). Wayang Landung ialah wayang raksasa setinggi empat meter yang diadaptasi dari wayang Golek. Wajah dan figurnya mencirikan tokoh – tokoh wayang Golek. Terbuat dari bahan – bahan alami seperti rangka bambu, daun pisang kering dan jerami dengan berat sekitar 30 kg. Biasanya digunakan pada seni helaran atau jogol di Ciamis. Berbekal tiga kali latihan di kota Ciamis, para lakon Shanghyang Kalamaya tersebut memberikan nuansa baru dalam pertunjukkan yang kental nilai seni. “Ada dimensi ruang yang dimunculkan dari pagelaran ini supaya penonton tidak jenuh,” tambah lelaki yang juga menciptakan seni Longser Wayang (Loyang). Pagelaran Sanghyang Kalamaya berusaha menyingkap masalah dunia komunikasi. Dimana wayang sebagai seni tradisional juga harus bisa mengupdate tren sosial komunikasi saat ini. Pandu Rade yang sekaligus bertugas sebagai sutradara mengaku ada tantangan tersendiri ketika menggabungkan tiga kesenian tersebut. Dimana perlu keselarasan antara wayang golek, wayang Landung dengan pemain lain yang juga memiliki tugas untuk bisa berinteraksi dengan wayang – wayang. Wayang Landung Kehadiran wayang Landung menjadi bentuk apresiasi tersendiri bagi para penikmat seni. Seni helaran ini merupakan buah kreasi dari Pandu Radea pada 2007 silam. Kreator seni asal Ciamis yang pernah menjadi Duta Budaya untuk Unesco ini adalah salah seorang seniman muda yang selalu mencoba kreasi seni baru. “Seniman kreatif itu memiliki tugas untuk membuat karya seni baru supaya nantinya bisa diwariskan untuk generasi mendatang,” ujarnya. Telah keliling Eropa untuk memperkenalkan wayang Indonesia, lelaki pecinta seni ini kembali merasa tertantang untuk menciptakan wayang baru, yaitu Wayang Landung. Wayang Landung dipertontonkan pertama kalinya pada Parade Budaya Nusantara 2007 di Jembrana Bali kemudian dilanjut dengan Kemilau Nusantara di Bandung dan kegiatan helaran di Ciamis. Seni helaran dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang mudah di dapatkan ini kemudian menjadi semakin populer ketika dipajang pada Braga Festival 2011. Banyak pengunjung yang berebut mengabadikan foto bersama wayang raksasa tersebut. Menurut sang kreator, Pandu Radea , wayang Landung adalah seni helaran yang murah meriah dan meruah. Semua orang bisa dengan mudah membuatnya. Sehingga seiring perkembangan waktu wayang Landung bisa menjadi kesenian dengan nilai kreasi dan tradisi sangat tinggi. Bentuknya yang besar dan menampilkan sosok pewayangan dan bobot mencapai 30 kg itu tentu menjadi sajian unik bagi para penikmat seni. Namun, sayangnya kreatifitas tersebut tidak diimbangi dengan dukungan pemerintah Ciamis. Menurut dia tidak ada perhatian untuk mengenalkan seni wayang Landung pada masyarakat. “Seharusnya pemerintah kabupaten Ciamis tahu bahwa seni wayang Landung bisa berdampak positif untuk memajukan pariwisata Ciamis,” katanya. Tak terkungkung dengan kendala tersebut Wayang Landung tetap menjadi primadona pada gelaran pesta rakyat Bandung, Braga Festival 2012 yang akan digelar akhir September nanti. Wayang raksasa tersebut akan kembali menghias jalanan Braga dengan keeksotisan fitur, rupa, serta bentuknya yang unik dan nyentrik. (m02/ajz)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

10 menit yang lalu