Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sensasi Yawadwipa dan penantian Century

Oleh Hendri Tri Widi  Asworo

Oleh Hendri Tri Widi  Asworo Ruang berukuran sekitar 6x8 m2 itu kemarin terlihat lenggang. Ada sofa hitam memanjang ke arah jendela kaca. Di depan pintu terdapat meja resepsionis dengan perempuan berbaju hitam duduk di belakangnya. Tak seperti perusahaan lain di gedung bertingkat, yang memasang identitas di belakang meja penerima tamu, dindingnya berwarna putih polos. Padahal, di seberang ruang itu ada kantor PT Panin Securitas dengan tulisan besar berwarna biru. Saya memastikan bahwa ruang itu kantor Yawadwipa Companies. “Iya benar. Baru 9 Januari [2012] buka kantor cabang di sini,” kata resepsionis berambut sebahu itu sembari terseyum. Namun, dia enggan memberikan keterangan terkait pemilik pemilik kantor. Dia meminta meninggalkan kartu nama dan nomor telepon. “Nanti biar dihubungi Pak Prasetyo [Singgih Prasetyo, Direktur Operasional Yawadwipa],” katanya. Berdasarkan informasi pengelola gedung, hampir separuh dari lantai 17 Gedung Bursa Efek Jakarta tower II tersebut disewa oleh CEO Suites, sehingga dalam daftar tenant tidak ada nama perusahaan Yawadwipa. Bisnis penyedia jasa alamat kantor atau virtual office memang banyak di Jakarta. Mereka juga menyediakan fasilitas telepon dan resepsionis untuk meneruskan surat atau pesan kepada penyewa. Alasannya, agar terkesan mentereng dan berkelas apabila menawarkan produk atau jasa. Biayanya pun dinilai relatif murah. Lalu, apakah Yawadwipa hanya penyewa alamat kantor di gedung pencakar langit itu? Spekulasi beredar Kurang dari 24 jam nama Yawadwipa melejit, karena gebrakannya menawar PT Bank Mutiara Tbk senilai US$750 juta. Angka ini kurang lebih setara dengan biaya yang dikeluarkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebesar Rp6,75 triliun untuk menyelamatkan bank yang semula bernama Century itu pada 2008. Berbagai spekulasi pun beredar tentang Yawadwipa, mulai dari isu kepentingan politik dan penyelamatan citra penguasa menjelang 2014, hingga tudingan bodong pada perusahaan investasi baru itu. Dalam situsnya, yawadwipa.com, disebutkan pendiri dan pemimpin perusahaan ini adalah Christopher Holm. Pria yang biasa disapa Chad ini disebut sudah malang-melintang di dunia finansial global. Dia ditulis pernah menangani lebih dari 50 kesepakatan finansial dengan nilai lebih dari US$150 miliar. Merger Bank One dengan JP Morgan Chase, akuisisi Barclays Global Investors dan Merrill Lynch Investment Managers oleh BlackRock, hingga merger Bursa Saham New York dengan Pan-European Euronext pernah dia tangani. Selain itu, terdapat nama Singgih Prasetyo yang menjabat chief operating officer dan general counsel di Yawadwipa. Singgih adalah Wakil Ketua Kadin Indonesia, Komite di Cina, dan Senior Partner Singgih & Partners—kantor hukum di Jakarta. Namun, para bankir, pialang dan pelaku usaha mengaku tak mengetahui sepak terjang kedua orang itu di industri keuangan atau sektor riil. Saat dihubungi, Christopher tak memberi keterangan detil. “Saya balas nanti,” tulisnya dalam pesan elektronik. Bulan lalu, Christopher sempat mengungkapkan rencana pendirian Yawadwipa. Saat itu dia memasang target mengumpulkan dana investasi US$1 miliar di Indonesia. Java Fund sebagai label untuk prival equity fund-nya. Namun, Christopher tidak bersedia membuka penyokong dananya, alasannya belum diperoleh izin resmi dari regulator. Di rilisnya, nama Gita Wiryawan, Menteri Perdagangan, dicatut sebagai pendukung Yawadwipa. Spekulasi pun berkembang, Gita dibalik Yawadwipa. Gita sebelumnya merupakan bankir investasi JP Morgan dan pemilik Ancora Capital. Gita membantah pernah ketemu dengan Christopher. Namun, dia mengaku 2 bulan lalu pernah ketemu dengan pengacara Yawadwipa. “Mereka memang mengenalkan saya, atau meminta keterangan kepada saya tentang kondisi makro Indonesia, dan saya jelaskan. Tapi kami belum ngomongin masalah itu [Bank Mutiara].” Yawadwipa telah mengirimkan surat penawaran pembelian Bank Mutiara kepada PT Danareksa Sekuritas selaku penasehat keuangan. Berdasarkan salinan surat penawaran yang diperoleh Bisnis, surat itu ditujukan kepada Marciano Herman, Dirut Danareksa Sekuritas. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani. Dalam surat tertanggal 7 Februari 2012 yang diteken Chirstopher Holm itu disebutkan Yawadwipa telah melakukan komunikasi dengan Marciano melalui email. “Sesuai intruksi Anda kami menulis surat secara resmi untuk menyatakan minat membeli bank [Bank Mutiara],” kata Chirstopher dalam surat itu. Marciano masih enggan membeberkan identitas Yawadwipa. “Proses divestasi sedang berjalan, segala hal akan kami sampaikan pada saatnya,” ujarnya. Begitu juga Firdaus Djaelani. Dia justru meminta perusahaan investasi itu untuk menyampaikan keseriusannya kepada Danaerka. “Kalau memang mereka berminat ya harus menyampaikan minatnya kepada Danareksa sampai akhir April,” katanya. Apakah Yawadwipa benar-benar serius membeli Bank Mutiara atau hanya membuat sensasi? Yang jelas syarat untuk menjadi investor bank tak mudah. Pemodal harus lulus uji kelayakan dan kepatutan yang syaratnya minimal memiliki neraca keuangan 3 tahun dan rekam jejak calon investor.(yri)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Newswire
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper