Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Puji Harsono, Kolektor Uang Kuno yang Bertahan

Investasi saham? Sudah biasa. Investasi emas? Sudah bosan. Namun kini, sebuah perkumpulan yang menamakan dirinya Asosiasi Numismatik Indonesia (ANI) Jabar menawarkan alternatif investasi lainnya, yaitu investasi uang langka atau kuno.

Investasi saham? Sudah biasa. Investasi emas? Sudah bosan.

Namun kini, sebuah perkumpulan yang menamakan dirinya Asosiasi Numismatik Indonesia (ANI) Jabar menawarkan alternatif investasi lainnya, yaitu investasi uang langka atau kuno.

ANI Jabar adalah komunitas yang beranggotakan sekitar 100 orang kolektor mata uang seperti koin, kertas, token, dan alat tukar lainnya. Para kolektor itu disebut dengan numismatis.

Puji Harsono, seorang numismatis yang juga Wakil Ketua ANI Jabar mengungkapkan untuk investasi bisa memilih uang kertas karena kebetulan di Indonesia, uang kertas lebih memiliki pamor dibandingkan dengan uang logam atau koin.

Nilai uang kertas tidak akan diketahui, tidak seperti investasi dalam batu berharga.

Sebenarnya, kata dia, alternatif investasi ini tidak muncul belakangan, namun sudah dikenal sejak tahun 2002 yang ditandai dengan banyaknya lelang, bursa, dan pameran seputar numismatika, setelah vakum selama 20 tahun.

“Lelang terakhir terjadi tahun 1980, namun sejak tahun 2002 sampai sekarang lelang uang kuno sudah menjadi agenda rutin, bahkan kami mampu menyelenggarakan lelang internasional. Nah, pada ajang-ajang ini lah, bisa dimulai investasi tersebut,” jelasnya.

Untuk perbandingan seberapa besarnya nilai investasi dalam uang langka ini, dia menyebutkan sebuah hasil riset yang dikeluarkan oleh sebuah majalah di New York. Dalam hasil riset tersebut, pada tahun pertama investasi, uang sebesar US$15.397 diinvestasikan ke dalam bentuk koin, setelah lima tahun kemudian investasi tersebut menjadi US$47.023.

Investasi koin ini juga merupakan pilihan nomor satu di Amerika Serikat dan terus bertahan selama bertahun-tahun kemudian.

Pada posisi ke dua hingga lima, alternatif investasi ditempati oleh OTC Stocks [Over The Counter, sebuah pasar modal yang tidak terdaftar pada main stock exchange], NYSE Stocks [New York Stock Exchange], Growth Funds [dana pertumbuhan ekuiti], dan Stamps [perangko].

Tinggi rendahnya nilai uang kuno dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat kelangkaan barang, kondisi fisik dan munculnya kolektor baru yang memburu seri mata uang tertentu.

Kondisi yang rusak, lusuh atau cacat akan mengurangi nilainya. Memburu uang kuno jenis uncirculation yang peredarannya dari bank ke bank lebih diminati, karena tidak beredar di masyarakat, kondisi uang kuno jenis ini lebih bagus.

"Jika banyak peminatnya, berarti potensi harganya bagus, lalu lihat juga gambarnya apakah punya nilai sejarah yang tinggi dan langka.

Misalkan untuk mata uang kuno Indonesia terbitan tahun 1960 yang tidak beredar di masyarakat, nilai satu lembarnya bisa mencapai Rp40 juta,” katanya.

Dia juga memiliki uang kertas terbitan Tahun 1970 yang pernah dilelang di Singapura seharga US$50.000. Investasi uang langka juga memiliki kelebihan bisa dicairkan secara bertahap sesuai kebutuhan.

Jika saat ini kita membeli mata uang kuno dalam jumlah besar, di kemudian hari akan dilepas sedikit demi sedikit disesuaikan dengan jumlah dana yang dibutuhkan sekalian menunggu harganya naik.  

Miliki Ratusan Uang Kuno

Puji menyebutkan, uang kuno yang dimilikinya saat ini terdiri dari uang koin dan kertas negara asing dan lokal yang semuanya pernah dipergunakan di Indonesia.

Dari keseluruhan koleksinya yang berjumlah ratusan itu, antara lain terdapat koin perak yang disebut Ducaton atau silver rider, yaitu uang koin yang diterbitkan pihak VOC pada tahun 1700 an. Nilai tukar untuk satu dukat sama dengan 60 stuivers atau bernilai 240 doit.

Terdapat pula uang koin kepeng [mata uang yang digunakan oleh orang China selama 1000 tahun berada di Indonesia], koin Jepang, Korea, koin Real Batu dari Spanyol, hingga koin pada zaman Umayyah dan Abbasiah.

Untuk koleksi koin terbitan lokal, Puji memiliki uang token berupa potongan bambu [berukuran 1,5cm x 10,5cm] terbitan Tahun 1880 yang dipakai di perkebunan teh Tjirohani, Sukabumi.

Selain itu, terdapat pula koin emas dan perak zaman Syailendra, uang kertas Probolinggo terbitan Inggris yang konon nilainya mencapai miliaran rupiah.

“Sayangnya, orang Indonesia tidak terlalu peduli dengan kekayaan negeri ini yang memiliki banyak koleksi mata uang sehingga uang kuno tersebut banyak diburu dan dibawa oleh kolektor Belanda,” katanya.

Saat ini, seandainya ada numismatis Indonesia yang ingin mendapatkan uang koin atau kertas zaman dulu, maka harus memburunya ke Belanda karena ternyata nilai investasi uang lokal lebih tinggi dibandingkan uang asing.

BACA JUGA:

LELANG PERAWAN: Habis Catarina Migliorini Terbitlah Rebecca Bernardo

Lagi, Gadis Brazil Lelang Keperawanan Lewat Video Online

RASYID RAJASA: Di China Anak Pejabat Tabrakan, Karir Bapaknya Langsung Redup

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper