Bisnis.com, GARUT - Dinas Perikanan dan Peternakan (Diskannak) Kabupaten Garut mencatat sebanyak 760 ekor hewan ternak di wilayahnya terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK) sepanjang 2025 ini.
Kepala Diskannak Kabupaten Garut Beni Yoga Gunasantika mengatakan pihaknya terus melakukan berbagai langkah pencegahan dan penanganan untuk menekan penyebaran penyakit ini. Salah satu upaya utama yang dilakukan adalah vaksinasi massal serta pengobatan terhadap ternak yang terinfeksi.
"Alhamdulillah, kondisi PMK di Garut masih bisa kita kendalikan. Dari total 760 kasus, lebih dari 600 ekor ternak sudah sembuh, sementara 80 lainnya masih dalam perawatan. Sayangnya, 40 ekor ternak tidak berhasil diselamatkan," kata Beni, Senin (10/3/2025).
Beni menjelaskan, salah satu strategi utama dalam menekan penyebaran PMK adalah vaksinasi terhadap ternak yang sehat. Tahun ini, pihaknya menerima 4.150 dosis vaksin PMK dari Kementerian Pertanian (Kementan).
Vaksin ini diberikan secara bertahap untuk memastikan seluruh ternak di wilayah Garut mendapatkan perlindungan optimal.
Selain vaksinasi, tim kesehatan hewan Diskannak Garut juga aktif melakukan pengobatan pada ternak yang sudah terpapar PMK. Pengobatan dilakukan dengan memberikan antibiotik, vitamin, serta terapi suportif lainnya untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak.
Baca Juga
Tidak hanya itu, prosedur sterilisasi juga diterapkan dengan ketat bagi petugas yang menangani ternak. Setiap petugas diwajibkan mengganti pakaian serta melakukan disinfeksi sebelum dan sesudah memasuki kandang ternak.
Langkah ini bertujuan untuk mencegah penyebaran virus PMK dari satu lokasi ke lokasi lain.
"Petugas yang keluar masuk kandang harus disterilisasi. Setelah melakukan vaksinasi di satu kandang, mereka harus mengganti pakaian dan melakukan prosedur sanitasi lainnya untuk mencegah penyebaran virus," jelas Beni.
Meski vaksinasi menjadi senjata utama dalam menekan penyebaran PMK, tidak semua peternak menerima program ini dengan baik. Beni mengungkapkan, masih ada sebagian kecil peternak yang menolak vaksinasi karena berbagai alasan.
Salah satu alasan utama penolakan adalah kekhawatiran bahwa vaksinasi justru akan membuat ternak sakit. Beberapa peternak percaya bahwa setelah divaksin, sapi mereka akan mengalami demam atau bahkan lebih rentan terhadap infeksi.
Selain itu, ada juga yang takut kehadiran petugas vaksinasi justru bisa membawa virus ke kandang mereka.
"Ada yang menolak vaksin karena takut sapi mereka jadi sakit setelah divaksin. Padahal, reaksi seperti demam ringan itu normal dan tidak berbahaya. Selain itu, ada juga yang khawatir petugas vaksin bisa membawa virus ke kandang mereka, meskipun kami sudah menerapkan sterilisasi ketat," ungkapnya.
Selain penolakan, keterlambatan vaksinasi juga menjadi kendala. Beberapa peternak tidak segera mendaftarkan ternaknya untuk vaksinasi, sehingga saat wabah menyerang, ternak mereka menjadi lebih rentan terhadap PMK.
"Ada beberapa peternak yang menunda vaksinasi, sehingga ketika PMK menyerang, ternak mereka lebih mudah terinfeksi. Ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua bahwa vaksinasi harus dilakukan tepat waktu untuk melindungi populasi ternak," tambahnya.
Meski terjadi ratusan kasus PMK di Garut, Beni memastikan, wabah ini tidak sampai mengganggu pasokan daging di pasaran.
Sebagian besar ternak yang terinfeksi berhasil sembuh, sehingga dampaknya terhadap produksi daging relatif kecil.
Namun, ia tetap mengimbau para peternak untuk lebih waspada dan kooperatif dalam menjalankan program vaksinasi. Menurutnya, vaksinasi adalah kunci utama dalam mencegah kerugian besar akibat wabah PMK.
"Selama peternak mau bekerja sama dengan pemerintah dalam menjalankan vaksinasi dan menjaga kebersihan kandang, kita bisa mencegah wabah ini menyebar lebih luas. Jangan sampai kasus ini meningkat karena kelalaian kita sendiri," tegasnya.