Bisnis.com, BANDUNG—Pelaku usaha, kecil dan menengah atau UMKM kerap disinyalir terkendala masalah permodalan untuk meningkatkan skala usaha hingga dapat menembus pasar ekspor.
Namun pandangan berbeda disampaikan Peneliti Perdagangan Bisnis Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Arief Bustaman dalam acara Indonesia Exim Bank Goes To Campus, belum lama ini.
Arief mengatakan masalah utama untuk pelaku UMKM bisa memulai bisnis ekspor adalah pengetahuan (knowledge).
“Ternyata bukan modal yang jadi masalah bagi entrepreneur melainkan knowledge terkait bisnis yang mereka jalankan,” katanya.
Menurut Arief, pelaku usaha yang ingin menjadi eksportir harus dapat meningkatkan pemahaman mengenai bisnis yang ditekuni dan terpenting juga memiliki jiwa wirausaha.
“Jiwa wirausaha itu bisa terbentuk dengan selalu mencari peluang, berinovasi, mengejar pertumbuhan bisnis dan punya visi jangka panjang,” katanya.
Baca Juga
Selanjutnya, pelaku usaha juga harus mengenali beberapa landasan dalam bisnis ekspor. Salah satunya, terkait pemilihan produk, menjalin mitra bisnis yang tepat, hingga kajian terhadap pasar yang dituju.
Arief melanjutkan untuk memulai bisnis ekspor, pelaku usaha tidak perlu terpaku dengan komoditas dengan modal besar layaknya batu bara atau minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
“Pasalnya peluang bisnis ekspor saat ini ada di rantai pasok global. Kita bisa mulai dari hal di sekeliling yang punya nilai jual” katanya.
Dia mencontohkan, industri sapu dan sikat global yang berbahan baku serat alam, seperti kelapa dan sorgum.
“Produk sapu ini ternyata menjadi komoditas ekspor yang dipasarkan ke sejumlah negara di Eropa,” katanya.
Hal senada diungkapkan Analis Kebijakan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Muhammad Afdi Nizar.
Afdi mengatakan ekspor komoditas industri kreatif menunjukkan tren peningkatan selama tiga tahun teakhir.
“Generasi muda pun bisa ambil bagian untuk menjadi pelaku usaha berorientasi ekspor lewat produk-produk industri kreatif,” katanya.
Dia mencontohkan nilai ekspor untuk barang perhiasan berbahan baku emas, perak dan tembaga tercatat mencapai US$104,7 juta pada 2023. Angka tersebut tumbuh 25% dibandingkan tahun sebelumnya senilai US$83,4 juta.
“Produk industri kreatif itu mayoritas diekspor ke Swiss, Amerika Serikat, Singapura dan Arab Saudi,” katanya.
Sementara itu, Ekonom Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Donda Sarah, menambahkan pihaknya berkomitmen untuk mengembangkan kemampuan UMKM dalam kegiatan ekspor.
“LPEI diberikan mandat dari pemerintah untuk mendukung ekspor tidak hanya dari sisi pembiayaan, penjaminan dan asuransi, melainkan juga jasa konsultasi bagi pelaku usaha dan UKM,” katanya.
Melalui jasa konsultasi tersebut, pelaku usaha bisa mendapatkan modal utama untuk berbisnis di pasar ekspor, yakni pengetahuan, akses pasar, business matching dan handholding.