Bisnis.com, SUMEDANG -- Selama periode Juli-Agustus 2023, tercatat 53 kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta 21 rumah di Kabupaten Sumedang.
Wakil Bupati Sumedang Erwan Setiawan mengatakan pihaknya memastikan terus melakukan koordinasi untuk mengatasi ancaman bencana kekeringan yang masih terjadi saat ini.
Setidaknya, pihaknya melakukan antisipasi di 33 desa yang tersebar di 10 kecamatan, Kabupaten Sumedang yang memiliki risiko tinggi terjadi bencana kebakaran.
"BPBD melakukan koordinasi dengan PDAM dan gerak cepat jika sewaktu-waktu di butuhkan untuk memasok air bersih kepada warga yang mengalami kekeringan. Warga juga diimbau agar menghemat pemakaian air bersih untuk keperluan sehari-hari," ujar Erwan, Senin (11/9/2023).
Menurut dia, sesuai infografis, Kabupaten Sumedang memang memiliki risiko tinggi terjadi bencana kebakaran lantaran memiliki lahan terbuka yang luas. "Taksiran kerugian kebakaran rumah sekitar Rp2,7 miliar serta luas lahan terbakar seluas 55,223 hektare," ucapnya.
Untuk itu, dalam mencegah hal tersebut terjadi kembali, Wabup mengatakan perlu adanya pos lapangan di tingkat kecamatan atau desa dengan tugas melakukan patroli Karhutla.
Baca Juga
"Serta perlu sosialisasi bagaimana cara melakukan pemadaman jika terjadi Karhutla," ujarnya.
Erwan juga meminta BPBD menyiapkan rencana kontijensi Karhutla sehingga lebih terkoordinir dalam upaya pencegahan dan penanganan Karhutla dengan melakukan pemataan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.
"Tingkatkan koordinasi dengan TNI, Polri dan Kejaksaan. Mengingat sebagian besar penyebab Karhutla adalah disengaja atau ulah oknum mayarakat. Pasang papan larangan melakukan pembakaran dan sanksi hukumannya, termasuk antisipasi kebencanaan di tempat wisata rawan bencana," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Sumedang Herman Suryatman mengatakan, ancaman kebakaran dan kekeringan di Kabupaten Sumedang memang kerap terjadi setiap tahun di musim kemarau.
"Ini bukan sesuatu yang baru. Jadi kita sudah punya pengalaman dan pengetahuan," ujarnya.
Menurut Sekda, kemungkinan perubahan iklim tahun ini lebih berat dengan tahun kemarin sehingga harus adab koordinasi dengan BMKG dan berbagai komponen terkait fenomena tersebut. "Karena kemarau yang berkepanjangan mempunyai resiko lebih ekstrim sehingga resiko kekeringannya akan lebih parah lagi," terangnya.