Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PHK, Upah dan Anjloknya Order Menghantui Pengusaha di Jabar

Ning meminta para pengusaha mampu menggali ide tentang solusi terbaik yang paling sesuai dengan bidang industri masing–masing, sebisa mungkin menghindari PHK.
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik (kedua kiri) dalam pertemuan dengan para pengusaha di Jawa Barat./Istimewa
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik (kedua kiri) dalam pertemuan dengan para pengusaha di Jawa Barat./Istimewa

Bisnis.com, BANDUNG - Sejumlah pengusaha di Jawa Barat di antaranya yang bergerak di bidang tekstil dan alas kaki mengeluhkan adanya penurunan kapasitas jika dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.

Bahkan ada pengusaha yang menyampaikan kalau dulu berlomba-lomba untuk berkembang, sekarang berlomba-lomba untuk menutup pabrik, karena sekarang sudah begitu susahnya untuk berkompetisi. Pengusaha mengeluhkan adanya impor ilegal yang terjadi, contohnya masuknya produk baju bekas.

Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan antara Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik dengan para pengusaha Jabar yang terdiri atas pengusaha tekstil, alas kaki, batu bara, farmasi dll.

"Perusahaan-perusahaan tekstil yang menjual produknya di pasar lokal mengalami kesulitan dalam meraih market yang disebabkan oleh hal tersebut, juga karena harga barang–barang impor yang lebih murah," papar Ning dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Jumat (28/10/2022).

Pengusaha juga menyampaikan bahwa dari cost pembuatan tekstil terutama untuk penyempurnan kain itu 30 persennya dari batu bara. Sedangkan saat ini harga batu bara sedang terdampak dan naik dikarenakan kondisi geopolitik dan perekonomian global.

Pengusaha, kata Ning, mempertanyakan mengapa tidak ada pembatasan harga batu bara acuan (HBA) untuk sektor tekstil, sementara untuk sektor semen dan pupuk sudah diterapkan adanya HBA-nya sebesar US$90 per ton.

"Tingginya harga batu bara untuk tekstil yang saat ini mencapai 2 kali lipat jika dibanding HBA sektor semen dan pupuk tersebut sangat memberatkan para pengusaha tekstil," tambahnya.

Olah karenanya pengusaha meminta Apindo untuk mendiskusikan dengan pihak–pihak terkait perlu diaturnya HBA serta Domestic Market Obligation (DMO) untuk batu bara sektor tekstil.

Selain sektor tekstil, pengusaha dari sektor sepatu juga mengeluhkan adanya pengurangan order sampai 50 persen sementara mereka tidak mempunyai karyawan kontrak.

"Jadi ketika order turun 50 persen mereka menjadi dilema apakah harus melakukan PHK karyawan sebanyak itu untuk kemudian bila kondisi sudah membaik mereka akan merekrut ulang. Namun biasanya kalau harus merekrut ulang mereka harus melakukan training ulang, dan cost-nya juga tidak sedikit."

Di sisi lain, lanjut Ning, kalau tidak dilakukan PHK maka akan menjadi beban untuk perusahaan, dan ketidakpastian situasi ini hingga kapan berlangsung, menjadi kekhawatiran tersendiri untuk para pengusaha.

"Ada sistem pengurangan jam kerja dengan membayar upah sesuai jam kerja tersebut. Dengan demikian akan menjadi win–win solution baik untuk pengusaha supaya tidak melakukan PHK dan kelak merekrut ulang ketika situasi membaik, dan untuk pekerja, juga beruntung karena tidak di-PHK meskipun penghasilan berkurang," jelasnya.

Ning meminta para pengusaha untuk mampu menggali ide dan gagasan tentang solusi terbaik yang paling sesuai dengan bidang industri masing–masing, sebisa mungkin menghindari PHK lebih jauh.

"Mungkin dengan selang-seling hari masuk, mengurangi jam kerja dsb," tegasnya.

Seperti diketahui, periode Januari sampai dengan pertengahan Oktober 2022, Apindo telah mencatat terjadinya PHK sebanyak 73.000 karyawan. Angka tersebut belum termasuk dari perusahaan yang tidak tergabung dalam Apindo. BPJS sendiri telah mencatat adanya ratusan ribu pekerja yang telah mengajukan klaim JHT, sedangkan JHT 100 persen adalah untuk karyawan yang telah resign atau terkena PHK.

Angka PHK tersebut dikhawatirkan akan terus naik, karena terjadinya pengurangan order baik di bidang tekstil, garmen, maupun sepatu di tahun depan.

Beban Upah
Selain itu, pengusaha juga menanyakan terkait upah, dengan beratnya situasi yang dihadapi oleh para pengusaha terlebih sektor padat karya. Karena di sektor ini beban upah sangat signifikan, berbeda dengan sektor padat modal.

Oleh karenanya pengusaha memohon supaya Apindo mendiskusikan hal terkait upah padat karya untuk dibedakan dengan industri lain karena beratnya beban yang harus ditanggung oleh pengusaha.

"Apindo sangat memahami keadaannya dan akan mengumpulkan data-data untuk membuat kajian dan evaluasi yang lebih komprehensif, serta mendiskusikannya kembali di internal pengusaha sebelum menyampaikan dan mendiskusikannya lebih jauh dengan pemerintah," kata Ning.

Pengusaha, kata Ning, khawatir adanya kenaikan Stuktur dan Skala Upah (SUSU) yang pada tahun lalu besarannya ditentukan oleh pemerintah dan itu memberatkan pengusaha.

"Saya yakin situasi investasi dan dunia usaha sangat sedang tidak baik-baik saja dengan order yang tiba tiba berkurang 50 persen di tahun depan untuk sektor sepatu dan garmen, sehingga pengusaha sedang ada pada serious survival game [pertarungan hidup mati serius].

Dengan kondisi tersebut, Ning meyakini Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tidak akan gegabah dan tidak akan mengambil langkah-langkah yang semakin melemahkan dunia usaha dan menambah jumlah pengangguran.

Pengusaha, tegas Ning, harus tetap optimis. Pengusaha juga dituntut untuk membuahkan ide-ide serta membangun fleksibilitas sehingga terdapat endurance atau daya tahan dalam menghadapi ‘guncangan usaha dan ekonomi’ dari waktu ke waktu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper