Bisnis.com, BANDUNG — Posisi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Banten Tbk (Bank BJB) makin tegak usai kinerja moncer dan mengkilap yang ditorehkan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk kemampuan korporasi mendulang laba tinggi meski kondisi perekonomian tengah dibelit pandemi Covid-19.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan lompatan layanan digital BJB membuat kinerjanya naik luar biasa. Menurutnya selain pergeseran layanan digital yang lebih inovatif, sejumlah rencana ekspansi BJB juga mampu mendorong pertumbuhan aset.
“Aset kita naik 14 persen, laba bersih Rp2 triliun, naik hampir 20 persen,” katanya belum lama ini.
Menurutnya meski mampu membuktikan kinerja luar biasa, namun terkait rencana BJB menjadi holding sejumlah bank daerah harus tetap dipikirkan lebih cermat.
“Itu wacana butuh kajian panjang, tapi selama ini bank BPD beberapa sudah kita bantu dengan penyuntikan modal oleh BJB,” katanya.
Setidaknya ada tiga BPD yang sudah mendapatkan suntikan modal, namun jika peran ini mendorong BJB menjadi holding BPD, pihaknya juga menyerahkan kewenangan tersebut pada level pemerintah Pusat. Sejauh ini, pemegang saham pengendali sudah cukup puas dengan posisi BJB yang berada di posisi 14 dari 107 bank dengan aset terbesar.
“BJB bisa menyodok ke rangking 14, satu-satunya bank daerah,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menilai peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mempermudah perbankan dalam mengembangkan bisnis. Peraturan yang dimaksud yakni POJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum dengan kategorisasi Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI).
Pasalnya, kata Yuddy, POJK tersebut dapat mempermudah perbankan baik untuk melakukan transformasi dan akselerasi digitalisasi maupun sinergi perbankan yang dapat meningkatkan efisiensi bagi operasional perbankan.
Dia menambahkan emiten bersandi BJBR juga sangat terbuka untuk berkolaborasi. Artinya, kolaborasi itu tidak terbatas pada satu bank saja dan tidak menutup kemungkinan Bank BJB akan bersinergi dengan BPD yang lainnya dalam waktu dekat.
"Tentunya sinergi yang dilakukan haruslah memberikan manfaat yang positif bagi kedua belah pihak, jadi dalam kerangka pengembangan bisnis bersama sama,” kata Yuddy dalam keterangan tertulis.
Sebelumnya, OJK mendorong konsolidasi perbankan dengan membuat aturan modal inti minimun Rp3 triliun pada akhir 2022 untuk bank umum dan akhir 2024. Namun, regulator memberikan keringanan dengan bagi bank yang tidak sanggup menambah modal untuk bergabung dengan bank yang lebih kuat lewat KUB.