Bisnis.com, KARAWANG - Dinas Perikanan Kabupaten Karawang melansir 5.995 ton garam saat ini kondisinya menumpuk di gudang. Ribuan ton garam itu, merupakan hasil panen raya medio 2019 sampai 2021 dan tidak laku terjual.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Karawang Dadan Danny Yuliandi mengatakan sejak panen raya garam pada 2019 sampai saat ini, garam hasil petambak Karawang belum terserap oleh pasar. Saat ini, posisinya menumpuk di gudang garam milik rakyat dan gudang garam nasional.
"Penyebabnya, kesenjangan antara demand dan supply cukup tinggi," ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (27/10/2021).
Selain itu, penyebab menumpuknya garam lokal asal Karawang, karena disebabkan oleh over supply. Saat ini, pasar yang ada di wilayah ini mendapat suplai garam dari daerah penghasil butir kristal dengan rasa asin itu. Yakni, dari wilayah Indramayu, Cirebon sampai Madura.
Dengan demikian, 5.995 ton garam yang dihasilkan petambak lokal kalah bersaing dengan garam dari luar. Akibatnya, stok garam cukup banyak. Namun, tak bisa terserap oleh pasar.
Dampak dari kondisi ini, lanjut Dadan, banyak petambak garam yang beralih profesi dengan menjadi buruh penggarap pertanian sampai menjadi nelayan.
Padahal, jika dilihat dari harga, saat ini garam sedang berada di level harga stabil yakni Rp500 sampai Rp600 per kilogram di tingkat petambak. Atau, jika sudah ke gudang rakyat, harganya antara Rp1.000 sampai Rp1.200 per kilogram.
"Kalau harga, saat ini cukup bagus. Namun, ya itu tadi garam kita tidak ada yang membelinya," ujarnya.
Tahun ini saja, produksi garam menurun 50 persennya. Karena, selama panen raya yang berakhir September kemarin, hasil produksinya hanya 725 ton.
Padahal, tahun-tahun sebelumnya hasil produksi tambak garam bisa dua sampai tiga kali lipat dari produksi tahun ini. Penurunan produksi ini disebabkan oleh musim kemarau basah, di mana saat musim kemarau masih turun hujan. (K60)