Bisnis.com, BANDUNG - Reaktivasi jalur kereta api Banjar-Cijulang menjadi hal yang dinantikan oleh pelaku pariwisata di Pandandaran. Aksebilitas melalui moda transportasi kereta dinilai sangat efektif untuk mempercepat geliat pertumbuhan pariwisata di Selatan Jawa Barat tersebut.
Lalu bagaimana sejarah kejayaan kereta tersebut?
Merujuk pada laman resmi kai.id, awalnya, beberapa pengusaha swasta mengajukan pembangunan jalur kereta api di daerah Banjar-Cijulang, seperti Stroband (1898), F.J Nellensteyn (1898), Eekhout (1904), dan H.J Lawick van Pabst (1904). Namun akhirnya pembangunan jalur kereta api Banjar-Cijulang dilaksanakan oleh perusahaan kereta api negara, Staatssporwegen (SS) melalui Staatsblad tahun 1911 No. 457.
Sebelumnya Residen Priangan mengirimkan surat usulan pembangunan jalur kereta api Banjar-Cijulang kepada pemerintah Hindia Belanda
Pembangunan jalur kereta api Banjar-Kalipucang-Parigi-Cijulang memiliki tujuan untuk membuka keterisolasian daerah Priangan, khusunya Priangan Tenggara. Mengingat SS memiliki kewajiban membangun jalur kereta api untuk memudahkan akses masyarakat.
Selanjutnya sebagai pengangkutan komoditas pertanian dan perkebunan dimana daerah yang dilewati jalur Banjar-Cijulang memiliki kesuburan tanah dan kekayaan alam yang sangat potensial untuk dinagkut ke Banjar yang selanjutnya dibawa ke Pelabuhan Cilacap.
Lalu jalut ini juga berfungsi sebagai salah satu jalur penunjang militer Hindia Belanda. Jalur kereta api Batavia-Bandung-Cilacap mempunyai nilai strategis bagi pertahanan Hindia Belanda di Pulau Jawa mengingat penetapan Cimahi sebagai lokasi garnisum militer Belanda (1896) dan pemindahan Departemen Pertahanan (Department van Oorlog) ke Bandung (1920).
Pembangunan jalur kereta api Banjar-Kalipucang-Parigi dimulai pada Juli 1913. Sebetulnya, tahun 1909 telah dilaksanakan pengukuran pada jalur tersebut. Pembangunan jalur ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian 1) Banjar-Kalipucang dan bagian 2) Kalipucangr-Parigi, dengan total keseluruhan sepanjang 82,5 km yang dipimpin oleh Ir. J. K. Lagerway.
Wilayah Banjar-Kalipucang merupakan daerah dataran sedangkan Kalipucang-Parigi merupakan daerah pegunungan. Jalur Banjar-Kalipucang rampung pada tanggal 15 Desember 1916 dan dapat dibuka untuk eksploitasi umum. Jalur tersebut memang diprioritaskan selesai terlebih dahulu mengiangat daerah yang dilewati lebih potensial dibandingkan daerah yang dilewati jalur bagian kedua. Pada awal pengoperasian jalur Banjar-Cijulang tersedia dua kali aktivitas pengangkutan kereta api.
Tahun 1918 pembangunan bagian 2 dapat diselesaikan. Dalam rencana semula, Parigi merupakan titik akhir pembangunan. Namun, daerah Parigi kurang cocok sebagai akhir pemberhentian. Akhirnya pemerintah mengusulkan menambah ujung akhir jalur menuju Cijulang sepanjang 5 kiometer. Cijulang dianggap strategis karena memiliki lembah unik yang dapat meneruskan lajur sampai ke Tasikmalaya atau sepanjang pantai selatan . Pembangunan ke Cijulang selesai tahun 1921 dan dapat dieksploitasi tanggal 1 Juni 1921.
Pada jalur Banjar-Cijulang dibangun beberapa terowongan dan jembatan sebagai penghubung. Terowongan yang dibangun antara lain Terowongan Wilhelmina (1.116 m), Hendrik (105), Juliana (147 m), dan Philip (281 m). Sementara itu, dibangun beberapa jembatan di atas Sungai Cipamotan (310 m), Sungai Cipembokongan (299 m) dan Sungai Kabuyutan (176 m). Ketiga bahan material untuk pembangunan jembatan dilakukan melalui Pelabuhan Cilacap.
Terowongan yang terkenal di lintas ini ialah Terowongan Wilhemina yang mulai dibangun pada Februari 1913 dengan menembus Gunung Kendeng. Pembangunan terowongan merupakan solusi alternatif yang diambil insinyur dinas kereta api Staatsspoor (SS) bernama J.K. Lagerwey dalam upayanya menghubungkan jalur kereta api dari Kalipucang menuju Lembah Parigi.
Adapun teknis pembangunan terowongan di ketinggian 58 meter di atas permukaan laut itu dengan cara menggali tanah secara bersamaan pada setiap sisi barat dan timur mulut terowongan. Cara ini sama dengan yang dilakukan dalam pembangunan Terowongan Sasaksaat pada lintas Cikampek-Padalarang. Penggalian lubang terowongan sejauh 1,1 kilometer itu menemui hambatan berupa batuan andesit yang berada di dalam gunung. Setelah berusaha memecah batuan dengan bor tangan, akhirnya terowongan dapat selesai seluruhnya pada 1916 dan mulai diresmikan penggunaannya sejak 1 Juni 1921. Untuk mengenang jasa ratu Belanda yang berkuasa ketika itu, nama ratu Wilhelmina diabadikan sebagai nama terowongan.
Dalam meningkatkan pelayanan kereta api, Djawatan Kereta Api (DKA) menentukan klasifikasi stasiun sebagai dasar penentuan fasilitas. Stasiun Banjar dikategorikan sebagai kelas I sedangkan stasiun lain di jalur Banjar-Cijulang masuk kategori kelas V. Stasiun yang dimanfaatkan sebagai tempat pemberhentian antara lain Banjar, Batulawang, Cikotok, Cicapar, Tunggilis, Ciputrapinggan, Cikembulan, dan Cibenda. (K34)